Itu juga ketika banyak anak-anak tua menyerang Nadiem Makarim, Wisnutama dan lainnya. Sebagaimana dulu Jusuf Kalla mengatakan, jika Jokowi maju jadi Presiden, bisa hancur negara ini.
Sebenarnya, ini saatnya anak muda. Jokowi sudah menginisiasi, tinggal bagaimana generasi milenial memposisikan diri. Meski yang tua yang tidak siap, akan blingsatan.
Anies Baswedan, belum tua banget. Tapi bagaimana reaksinya atas 'ulah' William Aditya Sarana? Dibilangnya anak umur 23 tahun ini, yang adalah anggota DPRD DKI Jakarta dari PSI, orang yang cari panggung.
Demikian pula anak-anak tua di DPRD DKI Jakarta maki-maki, menyemprotnya. Bahkan menyidangnya pula. Mereka lupa, kakak pembina ideologis Fadli Zon, selalu ngomong; anggota parlemen memang kerjaannya ngomong. Parle, katanya selalu, seolah ngerti bahasa Perancis.
Begitulah ketika sebuah comfortable zone diusik. Ngamuklah mereka. Karena, seperti omongan di antara mereka, bahwa mereka sudah lama kelaparan. Kekeringan. Gegara ulah Jokowi dan Ahok membuat e-budgeting. Kesempatan untuk pat-gulipat anggaran tersumbat.
Marahlah mereka rame-rame. Emang ini cuma soal kesalahan SKPD? Kesalahan sistem yang tidak smart? Emang anggota DPRD dan Gubernur kagak ngerti? Cupu abies? Dan ketika mereka menyerang Willy dari sisi anak maren sore, kagak ngerti tata krama, cari panggung, ingatlah omongan Margareth Thatcher, "Ketika orang menyerang saya secara personal, artinya mereka sudah tidak punya argumen politis lagi.” Jangankan argumen, politik juga belum tentu ngerti.
Itu juga ketika banyak anak-anak tua menyerang Nadiem Makarim, Wisnutama dan lainnya. Sebagaimana dulu Jusuf Kalla mengatakan, jika Jokowi maju jadi Presiden (2013), bisa hancur negara ini. Begitu pula ketika Gibran Rakabuming mau maju jadi Walikota Solo. Sebagiannya bilang ia numpang popularitas ayahnya, aji mumpung, politik dinasti.
Tapi Gibran tak pernah ditanya kenapa mau maju? Apa konsep dan obsesinya? Mengapa anak-anak muda Solo antusias menyambut, dengan melihat jagoan tua lain yang disodorkan? Dan yang jauh lebih penting, apakah ia melanggar prosedur? Pakai shortcut karena anak Presiden? Dan apakah karena itu ia tidak pantas? Karena anak presiden atau karena tidak capable? Bagaimana kalau kelak doa-doa anak baik adalah; Pak-Bu, jangan sukses ya, karena nanti kalau aku sukses dituding; Pantes aja, karena orangtuamu sukses!
Meski sebenarnya ini bukan soal usia, lebih tua atau muda. Tapi soal sudut pandang dan sudut kepentingan. Kenapa tak kita pertajam dari sisi itu? Apakah Willy tak lebih kompeten dibanding Anies, atau Surya Paloh sekalipun, yang bersama PKS ingin menjadikan Anies Capres 2024? Kenapa jadi blingsatan?
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews