Cak Imin [12] Gus Muhaimin dan Politik Ekologi PKB

Dengan simbol Gus Muhaimin, ke depan PKB menjadi aktor utama menebar rahmat bagi alam semesta, aras bagi politik ekologi PKB benar-benar terejawantahkan.

Rabu, 18 Desember 2019 | 17:43 WIB
0
348
Cak Imin [12] Gus Muhaimin dan Politik Ekologi PKB
Siluet Muhaimin Iskandar (Foto: Dok. pribadi)

Sebagai orang yang tinggal di Depok, akhir-akhir ini penulis merasakan "sengatan" suhu panas dengan temperatur yang melebihi kebiasaan. Bahkan berdasarkan pengukuran suhu pada smartphone, suhu udara di wilayah tempat tinggal tak jarang nyaris mencapai 36 derajat celcius.

Tidak hanya di Depok ternyata,  panasnya suhu diluar kebiasaan itu penulis alami di Jakarta sebagai tempat beraktivitas kerja sehari-hari. Pernah suatu saat, menurut informasi yang didapat dari aplikasi yang terpasang di smartphone suhu Jakarta mencapai 37 derajat celcius.

Saking panasnya suhu diluar, sampai-sampai dinginnya AC yang terpasang di kereta listrik yang biasa penulis gunakan sama sekali tidak berasa. Walhasil, meski kondisi gerbong yang tidak terlalu berdesakan, kami pun kipas-kipas tubuh dengan media seadanya meminimalisir cucuran keringat.

Tidak hanya soal temperatur suhu. Akhir-akhir ini Indonesia sering mengalami perubahan siklus musim hujan sehingga mengalami musim kemarau yang lebih panjang. Dulu, setiap kali memasuki bulan berakhiran ber (September dan seterusnya) hampir dipastikan pada bulan itu memasuki musim hujan. Tidak demikian dengan sekarang.

Selain siklusnya yang berubah, musim hujan yang dialami Indonesia akhir-akhir ini selalu tidak merata. Masuknya musim hujan di pulau Jawa belum tentu dialami pulau Kalimantan dan lainnya. Begitupun sebaliknya. Tak jarang bila di luar Jawa beberapa wilayah mengalami bencana banjir, di Jawa malah alami bencana kekeringan.

Selanjutnya, penulis yang dilahirkan di Pangalengan sebagai kawasan dataran tinggi Kabupaten Bandung bagian selatan yang dikenal penghasil sayur mayur, bila berlibur ke sana nyaris tidak bisa merasakan kesejukan seperti 10 bahkan 20 tahun lalu. Disana pun kini bila siang panasnya minta ampun.

Kini, hawa dingin yang ekstrim justeru dirasakan bila memasuki musim kemarau. Saking dinginnya bisa menimbulkan bibir pecah-pecah dan kulitpun nampak kering dan kasar. Walhasil penulis hanya bisa bertahan tinggal di sana kurang dari satu minggu.

Tidak hanya di Pangalengan, Kota Bandung, Ciwidey, Lembang yang dahulu dikenal sejuk kini dikeluhkan warganya karena kawasan tersebut sudah suhunya sudah berubah panas. 

Dulu, bila berkunjung sore hari ke sana, jangan sampai ketinggalan memakai sweater bahkan jaket tebal demi menghindari suhu dingin. Sekarang tidak begitu.

Kasus lainnya, beberapa hari yang lalu Depok mengalami hujan es disertai dengan angin kencang yang merubuhkan pohon bahkan material bangunan. Bahkan angin kencang yang mengarah kepada angin puting beliung sekarang bukan lagi barang langka di Depok bahkan di wilayah lainnya.

'Ala kulli hal, semua keadaan itu konon disebabkan oleh perubahan iklim yang dialami seantero penduduk dunia, tidak hanya dialami di Indonesia. 

Perubahan iklim dipicu oleh pemanasan global (Global Warming) yang disebabkan: penggunaan bahan bakar fosil, alih fungsi lahan hutan, efek gas rumah kaca, penggunaan pupuk kimia dan lain sebagainya. Wajar, bila penduduk dunia hari ini menyatakan perang terhadapnya.

Politik Ekologi PKB

Tahun 2007 lalu Gus Dur mendeklarasikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai Green Party (partai hijau) di Bali. 

Deklarasi itu mengukuhkan ikhtiar PKB untuk konsisten berjuang melalui kebijkan politik di parlemen dan menguatkan kesadaran terhadap masyarakat akan pentingnya menjaga kelestarian dan keseimbangan alam semesta.

"Dengan simbol Gus Muhaimin, tidak menutup kemungkinan bila kedepan PKB menjadi aktor utama menebar rahmat bagi alam semesta sehingga rahmatan lil'aamin yang menjadi aras bagi politik ekologi PKB benar-benar terejawantahkan."

Istilah hijau dalam konteks politik pertama kali muncul di Jerman, disanalah partai hijau berhasil menjadi pemenang untuk pertama kalinya. Selama tahun 1980-an partai hijau berkembang menjadi agen sosialisasi politik ekologi dengan program utama gerakan sosial perlindungan lingkungan.

Melalui partai hijau, wajar bila kini Jerman menjadi salah satu kiblat dunia dalam hal langkah-langah pelestarian lingkungan hidup seperti efisiensi energi. Bahkan Jerman hari ini menjadi kiblat dalam hal menkonversi emisi polutan karbondioksida menjadi pendapatan perkapita yang berkontribusi terhadap pendapatan negara.

Berbeda halnya dengan "partai hijau" PKB, sebagai partai yang didirikan oleh para kiai, Gus Dur salah satunya. Deklarasi Green Party tentu berlandaskan kepada Al-Qur'an Surat Ar-Rum ayat 41 yang berbunyi: "Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)".

Dengan Green Party, Gus Dur menghedaki PKB menjadi salah satu jalan menebar manfaat dan kemaslahatan melalui politik ekologi. 

Bagaimana sumber-sumber alam yang telah dikonsumsi dalam jumlah melampaui batas hanya menimbulkan polusi yang endingnya berkontribusi terhadap olengnya keseimbangan alam. Pemanasan global (global warming) diantaranya.

Gus Dur paham betul bahwa praktik ekonomi liberal memastikan bila tak ada batas bagi pertumbuhan, begitupun halnya dengan eksploitasi sumber daya alam yang berlebihan oleh korporasi bermodal besar. 

Ia hanya akan membuat sengsara bagi masa depan bumi beserta isinya, ia hanya akan memberi efek negatif bagi kehidupan manusia.

Gus Dur meyakini bahwa PKB bisa menjadi "alat perjuangan" di parlemen yang melahirkan kebijakan berupa regulasi untuk mencegah kerusakan dimuka bumi ini demi menjaga alam tetap lestari dari gempuran pengaruh global warming. Maka, kepedulianlah basis etiknya.

Lompatan-lompatan gagasan brilian Gus Dur masa lalu tentunya harus senantiasa dirawat dan menjadi prilaku sehari-hari bagi simpatisan, fungsionaris, kader dan pengurus PKB disemua tingkatan. 

Green Party bukan sekadar simbol, tetapi ia sejatinya menjadi "akhlak" berpartai di PKB.

Dengan situasi semakin parahnya efek pemanasan global yang berimplikasi buruk bagi berbagai sendi kehidupan manusia dimuka bumi kini (perubahan iklim salah satunya), menyongsongnya dengan politik ekologi PKB di parlemen adalah sebuah keniscayaan. 

Fungsi legislasi, anggaran (budgeting), pengawasan, dan refresentasi sejatinya menjadi "suluh" perlawanan terhadap pemanasan global tadi.

Selain sebagai titah Tuhan, praktik politik ekologi PKB adalah bagian dari pertanggungjawaban politik terhadap konstituen PKB di semua level kehidupan sesuai amanah Mabda' Siyasiy. Alih-alih PKB yang sudah pasti menjadi alat perjuangan NU dalam konteks politik ekologis.

Ikon Gus Muhaimin

Posisi Gus Muhaimin (H. A. Muhaimin Iskandar) sebagai ketua umum DPP PKB sekaligus sebagai wakil ketua DPR RI koordinator bidang kesejahteraan masyarakat tentu menjadi strategis bagi PKB mempraktikkan politik ekologinya di parlemen.

Dengan PKB memiliki 58 anggota DPR RI, 180 anggota DPRD Provinsi, 1.561 anggota DPRD Kabupaten/Kota, 145 pimpinan DPRD se-Indonesia ditambah kepala-kepala daerah tentu bisa dijadikan "mesin" penggerak untuk mewujudkan politik ekologi PKB ke pelosok negeri.

Mewujudkannya tidak semudah membalikkan telapak tangan memang, karenanya dibutuhkan sinergi antar institusi baik pemerintah, swasta atau pelaku usaha, pencinta lingkungan yang moderat, akademisi kampus dan stakeholder lainnya.

Posisi strategis lainnya, akhir-akhir ini PKB telah menjalin kerja sama dengan partai politik global, aliansi partai Uni Eropa salah satunya. Terakhir, PKB menandatangani kesepakatan kerja sama dengan Asosiasi Persahabatan China-ASEAN. Keduanya atas peran Gus Muhaimin tentunya.

Politik Ekologi PKB "melawan" global warming wabilkhusus perubahan iklim tidak hanya bisa dilakukan didalam negeri, lebih dari itu diperlukan negosiasi dunia internasional. Tahapan ini telah dilakukan oleh Gus Muhaimin melalui kerja sama tadi.

Bila berkaca kepada pengalaman dunia internasional dalam isu kelestarian lingkungan, politisilah yang menjadi life behind (hidup dibelakang) dalam memperjuangkan kebijakan lingkungan bagi warga negara. 

Makanya, political will PKB mulai dari gedung parlemen hingga fungsionaris, kader dan pengurus PKB disemua tingkatan memiliki peranan kunci perjuangkan politik ekologi.

Dalam konteks perubahan iklim contohnya, bila PKB menghendaki fokus terhadap isu tersebut paling tidak dibutuhkan penguatan aliansi people to people dengan partai-partai di Asia misalnya. Di mana Asia merupakan area yang rentan terhadap perubahan iklim.

Disadari atau tidak, perubahan iklim berimplikasi buruk terhadap tingkat kematian penduduk yang semakin tinggi. Selain itu, berdampak buruk juga terhadap kualitas hidup yang rendah dan berdampak buruk pula bagi properti dan keamanannya.

 Bila melihat konteks Indonesia, belum ada satupun partai politik yang concern praktikkan politik ekologi di parlemen. PKB memiliki peluang strategis menguatkan idiom Green Party yang dulu dideklarasikan Gus Dur.

Dengan simbol Gus Muhaimin, tidak menutup kemungkinan bila kedepan PKB menjadi aktor utama menebar rahmat bagi alam semesta sehingga rahmatan lil'aamin yang menjadi aras bagi politik ekologi PKB benar-benar terejawantahkan. Green Party menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi kerja-kerja politik ekologi PKB.

Tahun 2010 PKB pernah membentuk badan regulasi hijau di DPR yang bertujuan menyisir berbagai regulasi yang berorientasi terhadap kebijakan yang dilahirkan, ramah lingkungan tentunya. UU Desa adalah bagian dari hasil kerja badan regulasi hijau.

Penulis kira, nilai simbolik Gus Muhaimin dan politik ekologi PKB akan semakin strategis bila besok pada tanggal 2-13 Desember 2019 bisa menjadi peserta aktif konferensi perubahan iklim atau United Nations Framework Covention on Climate Change yang dipastikan akan digelar di Madrid, Spanyol. Wallahu'alam bi ash-showab.

Usep Saeful Kamal, adalah pengurus di Dewan Pengurus Nasional Gerbang Tani. Tinggal di Depok.

***

Tulisan sebelumnya: Cak Imin [11] Prakarsa Mendekatkan Milenial ke PKB