Sebulan lalu Mami Uno tampil heboh membela anak "ragil"nya. Mami Uno tidak sedang berganti profesi dari pakar etika dan tata krama menjadi seorang pengacara. Sang anak, sandiaga Uno yang sedang mencalonkan diri sebagai Cawapres dari kubu 02 pun tidak sedang dilanda masalah hukum.
Sandiaga Uno hanya sedang bermasalah secara hukum media sosial ala netizen melalui tagar SandirawaUno. Apa salah? Bukankah dari awal kemunculannya sebagai Cawapres Prabowo memang kerap mencuri perhatian netizen dengan apa yang disampaikan. Bahkan apa yang dilakukan? Wajar jika kemudian berbagai reaksi muncul, bukan menghujat melainkan mengolok-olok atas sikap "kolokan" si anak Mami Uno.
Bukan salah mami uno mengandung, membesarkan, mendidik hingga kemudian saat sang anak menjadi cawaprespun harus turun tangan membela Sandi yang berwajah seimut anak mami. Mengadu dengan cara bagaimanakah Sandi sehingga mami Uno berang dan menantang mereka yang mengolok-olok anaknya melalui media sosial.
Ah mungkin dihadapan Sang mami, Mas Sandi (begitu panggilan sang mami Uno) selama ini terlihat sebagai anak manis, penurut, santun dan penuh etika. Namun agaknya mami Uno sedikit kecolongan manakala anak emasnya itu sudah lepas Keluar dari radar pantauan mami Uno.
Saya yakin dan percaya, bekal etika dari Mami Uno buat Sandi sudah lebih dari cukup. Tak kurang-kurang mami Uno mensupport etika, doa , hingga mungkin sumbangsih materiil keluarga untuk keberhasilan politik anaknya. Bukan hanya saat ini saja, melainkan saat Sandi maju menjadi wakil Gubernur Jakarta pun, Mami Uno tentu all out mengerahkan jejaring praktisi dan binaan sekolah etika-nya yang selama ini sudah dikenal dikalangan luas
Kasih ibu memang sepanjang massa. Mami Uno pun rela turun tangan hingga menggelar konferensi pers. Tak tanggung-tanggung, lokasi yang dipilih mami Uno adalah di sekretariat Badan Pemenangan Pemilu (BPN) capres cawapres 02. Mami Uno, pun tampil mewakili 3 sosok sekaligus. Sebagai ibu dari Sandiaga Uno, Sebagai Ahli Etika dan sebagai politisi perempuan. Yang membela cawapres yang didukungnya sepenuh jiwa raga.
Sebagai sesama perempuan saya bangga sekaligus belajar mawas diri dengan kemunculan mami Uno yang ujug-ujug menatantang orang (netizen) yang telah dianggap menghujat anaknya. Mami Uno pasang badan. Perempuan itu seperti sedang "Klangenan" dengan masa-masa emas membesarkan Sandi 30 tahun lalu.
Dear mami Uno, Bukankah mas Sandi kini bukan anak kecil lagi? Mas Sandi kini sedang berebut kursi panas pemimpin republik ini lho. Bukan sedang berebut mainan, permen atau roti dengan teman TK atau teman main masa kecilnya dulu. Jangan membuat mas Sandi terkesan kembali menjadi anak ingusan donk Mami. Biar bagaimana pun Mas Sandi butuh berlindung dibalik bayang-bayang nama Mami Uno. Jika nama besar mami Uno hancur, mas Sandi tidak akan ikut membesar seperti sekarang.
Siapa bilang seluk beluk parenting hanya berlaku bagi mereka yang memiliki anak usia 0 tahun hingga remaja saja? Parenting ala Mami uno berlaku khusus hingga anaknya sudah remaja akut. Padahal selama ini Sandi tumbuh dan bergaul hingga ke Amerika sana. Bukankah parenting luar negeri dikenal dengan mendidik kemandirian anak sedini mungkin?
Atau sebenarnya mami Uno sedang membuat terobosan yang inovatif menggabungkan antara ilmu etika dengan ilmu parenting yang belaku hingga anak-anaknya memasuki ambang batas manula?
Mami Uno ini agaknya sudah kerasukan "ruh" emak-emak politik yang belakangan trend membela capres cawapres pujaannya. Ah sungguh disayangkan mami Uno harus terkesan turun kelas dengan ikut turun tangan untuk urusan remeh temeh.
Nama besar mami Uno tentunya menjadi modal sosial pun modal politik yang cukup berkelas lagi bergengsi. Andai mami Uno bisa menahan diri dan mengalihkan bentuk pembelaan kepada anaknya dalam bentuk lain. Pasti akan lebih bermanfaat bagi masyarakat.
Etika pergaulan, etika diri, tata Krama sopan santun yang selama ini mami Uno ajarkan memang menjadi unsur yang signifikan dalam membentuk kepribadian. Namun zona politik, belum bisa mengadopsi etika ala mami Uno sebagai satu-satunya norma sosial yang berlaku. Etika politik sebagian masih sebatas teori.
Politik zaman now jelas beda dengan politik orde baru dimana semua bisa "sendika dawuh". Semua harus sopan dihadapan Presiden. Tidakkah mami Uno membaca hujatan media sosial terhadap Presiden Jokowi selama ini? Lebih sadis lho mami.
Presiden yang sudah menjabat saja bisa sedemikian tenang menanggapi kritik netizen yang lebih dari sekedar pedas. Mami Uno lupa ya, Mas Sandi kan baru Calon Wakil Presiden? Belum menjadi Wakil Presiden..jadi biarlah mas Sandi belajar bahasa-bahasa diluar pakem etika ala maminya.
Dan foto-foto berikut bisa semoga bisa membuat mami Uno lebih mengenal Mas Sandi jika berada di luaran. Inikah etika atau adab Sandiaga Uno? Jangan-jangan di depan Mami Uno dia menjadi anak manis, sementara begitu jauh dari Mami Uno, Sandi mengeluarkan jatidiri yang sebenarnya.
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews