Sikap Prabowo tentang Palestina Bikin Australia Senang Tapi Pendukungnya Meriang

Selasa, 27 November 2018 | 05:27 WIB
0
486
Sikap Prabowo tentang Palestina Bikin Australia Senang Tapi Pendukungnya Meriang
Prabowo Subianto (Foto: Merdeka.com)

"Kita sebagai pendukung Palestina, kita tentu punya pendapat sendiri, tapi Australia juga merupakan negara independen dan berdaulat, maka kita harus menghormati kedaulatan mereka," (sumber).

Setelah "tampang Boyolali" dan "tak dapat pinjaman dari BI", Prabowo bikin ulah lagi di ruang publik. Kali ini soal yang tak kalah sensitif bagi sebagian besar bangsa Indonesia, yakni soal Palestina, yang dia sampaikan di Indonesia Economic Forum 2018 di Hotel Shangri-La, Jakarta, Rabu (21/11/2018).

Pernyataan Prabowo dikhawatirkan bisa mengganggu komitmen bangsa Indonesia dalam memperjuangkan kemerdekaan Palestina. Apalagi ini berkaitan dengan tanah suci ketiga Umat Islam, Yerusalem.

Kalau soal "tampang Boyolali" dan "Pinjaman Bank Indonesia" hanya sebuah canda dari selera humor tingkat tinggi Prabowo, lalu apakah soal Palestina juga sebuah canda?

Bila dilihat momen dan kapasitas atau posisi politik bicaranya, maka soal "Palestina" tidak sama dengan soal "Tampang Boyolali" dan "Pinjaman BI". Soal Palestina, pernyataan Prabowo adalah untuk menjawab pertanyaan wartawan asing. Forum itu bukan milik Prabowo sepenuhnya. Namun posisi Prabowo adalah salah satu "pemimpin Indonesia", buka "pemimpin oposisi di Indonesia".

Sedangkan pada "Tampang Boyolali" dan "Pinjaman BI",  pernyataan Prabowo adalah saat sedang berpidato di depan pendukungnya. Forum itu sepenuhnya milik Prabowo. Disitu dia adalah pemimpin oposisi dan kelompoknya.

Soal Palestina merupakan pernyataan serius. Ini pandangan politik dan komitment politik bangsa Indonesia yang terkait amanat undang-undang dasar 45 (mukadimah). Ada konsekuensi politik yang luas, yang lebih daripada sekedar sebuah canda tingkat tinggi dalam kelompok sendiri.

Secara tidak langsung, Prabowo tidak mempermasalahkan rencana Australia memindahkan Kedubesnya dari Tel Aviv ke Yerusalem "atas nama  hak dan kedaulatan Australia". Tentu saja hal ini menyenangkan Australia, karena ada tokoh politik yang calon Presiden Indonesia masa depan, yang tidak keberatan dengan tindakan Australia di Israel. Si calon presiden RI itu memaklumi niat Australia.

Padahal, berdasarkan komitmen resmi Indonesia di dalam negeri dan dunia internasional untuk terus  mendukung perjuangan Palestina maka  soal penempatan kedubes negara manapun di Yerusalem sangat ditentang karena hal itu merupakan  wujud melegalkan eksistensi Israel di Palestina, khususnya di tanah suci Yerusalem

Israel bagi Indonesia merupakan negara zionis yang merampas hak hidup bangsa Palestina. Dengan begitu bila ada negara lain dengan atas nama hak dan urusan rumah tangganya kemudian secara legal berada di Yerusalem, berarti secara legal pula mendukung keberadaan Israel di Palestina.

Garis politik negara lain terhadap Israel di Palestina memang tidak bisa dicegah oleh Indonesia, tapi bukan berarti didukung, baik secara langsung maupun tidak lanmgsung.

Hal tersebut tampaknya  "tidak dipahami" secara mendalam oleh seorang Prabowo terkait sikap permisifnya pada rencana politik Australia. Prabowo tidak memiliki sikap tegas pada Australia.

Harusnya, atas nama apa pun suatu negara, Prabowo bersikap tidak merestui sikap Zionis Israel karena ini menyangkut kemanusian universal, yaitu hak kehidupan suatu bangsa dan juga sikap politik bangsa Indonesia.

Upaya mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina dan mengecam keberadaan Israel di Palestina merupakan sikap politik bangsa Indonesai dari segala komponen bangsa Indonesia. Ini bukan semata sikap politik pemerintahan Jokowi dan atau rezim siapapun.  Sikap politik bangsa ini sudah ada sejak dulu di dalam perjalanan berbagai rezim pemerintahan Indonesia sebelum Jokowi.

Prabowo harusnya bisa memilih dan memilah kapan dia bersikap sebagai oposisi yang berseberangan dengan kebijakan pemerintah, dan kapan dia sebagai bagian dari kepemimpinan nasional yang harus mengamankan sikap politik bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Pernyataan Prabowo terkait "pemindahan kedubes Australia ke Yerusalem' bisa mencerminkan kurangnya pengetahuan diplomasi luar negeri dan sikap tidak tegas Prabowo terhadap negara tetangga sendiri---dalam hal ini Australia, dengan maksud ingin menyenangkan tetangga (?). akibatnya, banyak komponen bangsa Indonesia sangat menyayangkannya. Bahkan sejumlah kelompok pendukung Prabowo yang berbasiskan Islam mengecamnmya

Harusnya saat itu juga dia bersikap tegas keberatan atau menolak, apapun alasan australia. Secara analogi bercanda dapat digambarkan begini :

"Gue engak setuju elu bikin tenda bermain di tanah si anu karena si anu itu bukan orang baik bagi gue dan orang-orang kampung gue. Kalo elu masih bikin tenda di sono, entar kalo gue jadi ketua RT, bakal susah urusan elu. Sekarang aja, hape lu yang disimpan di rumah gue bakal gue tahan kalo elu masih nekad."

Melihat sikap tidak tegas dan kurang dalamnya pemahaman Prabowo pada komitmen bangsa dalam forum diplomatik internasional bisa menggambarkan bobot kepemimpinan Prabowo saat ini. Bisakah dia memimpin bangsa ini tanpa perlu terjebak sebagai pemimpin oposisi dan kelompok sendiri?

Kalau bobotnya hanya sebatas pada kelompok sendiri dan untuk jadi bintang becanda, aku sih rapopo....

Referensi berita : satuduatiga

***