Kehabisan kata-kata untuk menuliskan tentang sepak terjang Amien Rais. Sosok ini sebetulnya sangat saya kagumi dimasa akhir-akhir Rezim Orde Baru bekuasa. Opininya tentang Soeharto yang dimuat majalah Tempo saat itu, tergolong berani dan lugas, begitu juga orasi-orasinya yang frontal, membuat saya kagumi.
Saat itu saya malah berpikir dialah Presiden Indonesia berikutnya, tapi nyatanya tidak. Dia malah mengambil posisi sebagai tukang dorong para calon Presiden, dan dia juga sekaligus tukang menurunkan Presiden. Paska reformasi, Amien Rais hanya menjadi trouble maker di dunia Politik. Ternyata diam-diam, dia pun berambisi menjadi Presiden, sayangnya dia gagal dan kalah. Hasilnya, meradang sepanjang ia menarik nafas panjang.
Bagaimana mungkin seorang tokoh reformasi berubah haluan menjadi pendukung para antek-antek Orde Baru, dan bisa menikmati ketidakkonsistenannya terhadap semangat yang dulu dia perjuangkan? Bisa jadi Karakter Amien Rais memanglah trouble maker dalam Politik, sehingga dia tidak terlalu penting dengan prinsip-prinsip perjuangannya.
Mengacau dan mengaduk-aduk situasi politik memang sudah menjadi keahliannya. Anti terhadap revolusi mental yang digulirkan Jokowi, dia pun menggagas Revolusi Moral, yang pokok-pokok pemikirannya dituangkan dalam sebuah buku yang berjudul 'Hijrah.' Tapi sayangnya, Revolusi moral yang dicanangkannya, malah terkesan tidak bermoral.
Implementasi Revolusi Moral tersebut, tidak membekas sama sekali dalam strategi politik yang dipakai kubu pasangan Prabowo-Sandi. Seharusnya, Revolusi moral yang digaungkannya sudah diterapkan dalam masa-masa kampanye sekarang ini, tapi sebaliknya, politik yang penuh agitasi dan provokasi, malah menjadi dominan dalam strategi kampanye Prabowo-Sandi.
Kampanye Prabowo-Sandi hanyalah menjadi arena pelampiasan kebencian Amien Rais terhadap Jokowi. Politik kebencian yang diterapkan Amien Rais, tidak mencerminkan sama sekali moral yang Islami. Lihat saja pembentukan posko-posko Pemenangan Prabowo-Sandi, di Kota Solo, yang memilih lokasi yang berdekatan dengan rumah Jokowi, dan juga di area tempat usaha anak Jokowi.
Moral Politik seperi apa yang tengah dimainkan Amien Rais?
Sebagai seorang Tokoh Reformasi, tokoh Agama dan mantan Ketua Umum Ormas Islam Muhamadyah, yang sangat Islami, harusnya Amien Rais lebih mengedepankan etika dan moral Agama dalam berpolitik. Tapi nyatanya tidak, Amien lebih memilih memuaskan nafsu kebenciannya terhadap Jokowi.
Revolusi Moral yang digagasnya bukanlah sesuatu yang sesuai dengan penerapannya dalam berpolitik. Amien hanya mengaduk-aduk situasi Politik menjadi tidak kondusif. Harusnya Amien Rais sangat tahu, bahwa untuk meraih kemenangan, sangat diperlukan ikhtiar dan cara yang diridhoi-Nya, bukanlah cara-cara yang semata penuh dengan Hawa nafsu.
Seberapa besar pengaruhnya Revolusi Moral yang digagas Amien Rais, dalam kehidupan berpolitiknya? Adakah Revolusi moral tersebut membekas dalam prilakunya dikeseharian? Seharusnya, sebelum dia mencanangkan Revolusi moral, terlebih dahulu dia memperbaiki moral orang-orang dilingkarannya.
Sebagai seorang tokoh panutan, yang anak-anaknya berkarir didunia politik, warisan berpolitik seperti apa yang diwarisi kepada anak-anaknya, apakah politik yang penuh agitasi dan provokasi, yang seperti sekarang ini dimainkan menjadi warisannya?
Bukan cuma itu saja, generasi muda yang terlibat dalam politik, tentunya akan bercermin pada Laku Politik yang dimainkannya.
Amien Rais hanya sibuk dengan kepentingan pribadinya, lupa kalau dia pernah menjadi tokoh sentral dalam melengserkan Soeharto. Tapi sekarang, Amien Rais rela ditertawakan oleh anak-anak Soeharto, sebagai tokoh yang tidak konsisten dengan semangatnya di masa lalu, dan lebih memilih mengisi masa tuanya dengan mengembangkan politik kebencian, yang sama sekali bukan representasi dari Islam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews