PDI-P cukup identik dengan klan Sukarno. Hingga hari ini, pun masih dipegang oleh Megawati Sukarnoputri. Selain karena darah Sukarno, juga simbolisasi atas perlawanan pada Orde Baru, yang sangat Antisukarno banget. Seolah PDI-P dengan Megawati itu satu. Bicara PDI-P ya mega, Sukarno, dan susah lepas dari itu.
Berkaca dari tim bola Inggris MU, yang demikian lama di dalam tangan Fergie, begitu pensiun menjadi limbung. Kedatangan kembali, seolah memberi asa, namun lagi-lagi ketika pensiun secara definitif, semua mata dan ingatan memikirkan Fergi, pembandingnya pun era itu. Hingga kini, kejayaan MU masih jauh dari harapan, apalagi jika dilihat dengan kaca mata Fergi.
Keterpurukan demi keterpurukan, bahkan sekelas Mou pun gagal, kini hendak napak tilas dengan salah satu hasil Fergi. Dan bayang-bayang Fergi secara langsung ada di Old Trafford, sepanjang ini memberikan hasil yang baik. Memang masih perlu pembuktian ketika menghadapi tim besar nantinya. Itu baru pembuktian yang sesungguhnya.
Kondisi PDI-P dengan posisi Megawati yang sekian lama, kental aroma Sukarno, ini perlu juga perhatian serius. Mengapa demikian? pemersatu itu menjadi penting. Selama ini Mega dan Sukarno demikian dominan. Paling tidak akan ada dua kubu yang sama-sama mendasar alasannya, sama kuat, dan juga sama-sama demi kebaikan PDI-P.
Pertama, yang fanatis akan darah, trah, dan darah biologis Sukarno. Tidak ada yang salah dengan itu. Asal profesional mengapa tidak, asal mampu mengapa tidak. Ada beberapa nama, relatif muda, dan sudah cukup teruji. Ada Puan, ada Puti di dalam PDI-P. Reputasi mereka cukup mumpuni.
Catatan yang mungkin adalah, komunikasi mereka masih lemah, belum sekuat Mega, dan itu bisa berabe, karena toh ada pada kubu sebelah seperti Rahma. Ini bukan soal enteng, bisa menjadi batu sandungan yang bisa ke mana-mana.
Sisi lain, nama Sukarno di belakang nama sangat menjual. Laris manis, nyatanya Prabowo yang berseberangan pun demikian mengidolakan Sukarno. Jaminan mutu bagi pemilih. Keberadaan mereka juga sudah banyak dikenal di level nasional.
Usia relatif muda, menjembatani komunikasi, menguasai kendali, keadaan dinamis yang beragam anggota jelas bukan barang mudah. Belum pernah menghadapi hal yang sedemikian kompleks. Hal ini bisa diatasi dengan tim yang kuat.
Masih banyak keturunan, darah biologis, dan klan Sukarno lain yang masih belum keluar, dan itu bisa saja menjadi perwakilan yang cukup bisa menjadi kandidat yang bisa saja menjadi kartu truf bagi perkembangan baik ke depannya. Belum dikenal publik bisa memberikan kejutan dan baik bagi partai modern.
Kedua, keturunan ideologis Sukarno. Begitu banyak, beragam, dan tidak kurang-kurang kader baik. Ada Djarot dengan banyak pengalaman berhasil dan juga gagal. Jaminan mutu juga. Ada Hasto yang muda dan tahu baik kondisi yang sangat baik di dalam organisasi. Bisa juga Tjahjo atau Pramono. Sangat tidak kurang-kurang dari generasi manapun ada.
Perempuan ada juga Rieke, atau Risma, tidak perlu khawatir soal kader. Kader ini pun paham ideologi partai secara mendalam. Beragam kader yang siap mengambil alih tongkat kepemimpinan dari tangan megawati. Dan semua mampu, berkarakter, dan juga berkualitas.
Kendala adalah keberadaan dikotomi yang tidak terbuka namun jelas, di mana ada keinginan itu adalah keturuna darah, namun ada juga perjuangan untuk menjadikan keturunan ideologis. Kualitas pemimpin yang bisa menjembatani keberadaan dikotomi yang cukup kuat juga di dalam.
Mengapa PDI-P bisa gagah dengan banyak kader berkualitas?
Kaderisasi dari lingkaran paling bawah dari desa-desa. Paling solid dalam konsolidasi mulai anak ranting, ranting, cabang, daerah, dan itu berjenjang yang dilakukan dengan cukup militan dan cukup juga fanatis. Hampir tidak ada partai yang demikian relatif jelas birokrasi di dalam kaderisasi.
Ideologi yang relatif jelas, konsisten, dan benar-benar dihidupi. Bandingkan partai lain, susah menemukan model demikian solid berbicara ideologi dan platform berpolitik selama ini. keberadaan ideologi ini bisa menjadi nilai jual sehingga banyak kader baik yang setia di dalam partai.
Ideologi nasionalis. Cukup sedikit partai yang berani menjadikan nasional di tengah bangsa mabuk agama memperjuangkan ide nasionalisme. Wajar jika isu komunisme ada di sini, karena rival susah mematahkan reputasi selain dengan hantu Orde Baru ini.
Pancasila yang banyak dipunggungi oleh partai dan lembaga, merupakan perjuangan bagi PDI-P, ini yang menjadi kekhasan partai dan itu membuat banyak orang percaya, yakin, dan merasa aman. Pilihan untuk membangun negara melalui PDI-P menarik banyak orang berkualitas.
Pluralisme juga paling bisa terakomodasi bagi anak bangsa ini yang memang secara kodrati terdiri atas beragam dan bermacam-macam dalam banyak hal. Dan di tengah aruh penyamaan dengan berbagai isu, PDI-P bisa berjalan dengan ideologinya. Ini tidak banyak yang berani memilih jalan sunyi ini.
Salam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews