Pemerintah menargetkan pada 2025 sebanyak 126 juta bidang tanah yang belum tersertifikasi bisa rampung. Sekadar informasi, tanah bersertifikat baru 46 juta bidang. Sepanjang 2018, pemerintah sudah mensertifikatkan tanah sebanyak 7 juta bidang. Pada tahun ini ditargetkan akan ditambah lagi sebanyak 9 juta sertifikat.
Apakah target ratusan juta sertifikat tersebut bisa tercapai? Itu tugas pemerintah, terutama yang akan mengendalikan roda pemerintahan periode 2019-2024. Hal ini akan mampu dicapai bila misi yang sama diteruskan.
Tapi biasanya, beda pemimpin beda pula orientasinya. Oleh karena itu, memang sebaiknya pemegang posisi kepemimpinan saat ini harus dipertahankan sampai 2024. Apalagi visi dan misinya jelas, melanjutkan hal yang sudah dan sedang berjalan.
Pembagian sertifikat oleh Presiden Jokowi ada yang mengapresiasi dan ada pula yang mencibir. Pihak yang memberi apresiasi tentunya warga yang merasa terbantu dengan adanya sertifikat gratis ini. Sedangkan pihak yang mencibir dan bahkan menganggapnya sebagai kibulan pemerintah adalah mereka yang merasa tersaingi, dan kalau diperjelas, penilaian dan anggapan ini berasal dari kubu yang berseberangan atau oposisi.
Target, apresiasi dan cibiran kita tinggalkan. Mari kita teruskan dengan apa yang menjadi motif di balik pembagian sertifikat gratis ini.
Di kesempatan berkunjung ke setiap daerah, Presiden Jokowi selalu membawa oleh-oleh buat warganya. Ternyata beliau tidak puas kalau hanya membagikan sepeda dan alat tulis saja. Beliau ingin memberi lebih dan bermanfaat jangka panjang, sertifikat tanah tanpa biaya, alias gratis.
Ketika membagikan sertifikat, Presiden Jokowi tidak sekadar menyerahkan, tetapi beliau juga menitipkan pesan dan nasihat kepada para penerima. Jangan sampai disalahgunakan, itulah titipan kata dari beliau.
Setidaknya ada dua manfaat dari sertifikat tanah, yaitu untuk kepentingan legalitas dan ekonomi. Walaupun tersirat juga hal lain yakni sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap rakyat yang dicintainya. Kedua manfaat ini pada akhirnya bermuara pada niat baik, perhatian.
Persoalan hukum atas hak tanah terjadi di banyak tempat karena legalitas kepemilikan. Dan biasanya yang sering mengalami persoalan ini adalah warga yang belum paham pentingnya sertifikasi tanah. Kejadiannya bisa ditemukan di pedesaan dan perkotaan. Tak jarang akhirnya keadilan dan kebenaran tumbang hanya karena persoalan selembar sertifikat. Warga miskin dan tidak mengerti hukum menjadi korban.
Diharapkan, dengan adanya sertifikat, warga pemilik tanah terlindungi dari persoalan hukum, termasuk ketika harus berhadapan dengan pihak yang lebih kuat yang ingin menyerobot dan menguasai tanah mereka secara semena-mena.
Selain untuk membentengi warga dari jeratan hukum, pemerintah juga ingin agar warga bisa memanfaatkan tanahnya lebih produktif. Presiden Jokowi kerap meminta warga supaya setelah tanah tersertifikasi, jangan sampai mereka jual tanah. Tanah adalah aset yang bisa dikelola untuk banyak hal, apakah itu sebagai lahan pertanian atau perkebunan, perumahan dan tempat membuka usaha lain.
Tanah yang bersertifikat memang lebih mahal, tapi kalau dikelola secara mandiri pasti hasilnya akan lebih besar lagi. Di samping itu, tanah juga bisa diwariskan kepada anak-cucu, mengingat luasnya yang tetap terbatas dan lebih mahal bila dibeli lagi di kemudian hari.
Terkait kepentingan ekonomi, Presiden Jokowi juga ingin agar warga memanfaatkan sertifikat tanah sebagai agunan pinjaman dana di bank. Sekali lagi, tidak boleh dijual, hanya jaminan kepada pihak bank.
Dana yang diperoleh dari bank dapat digunakan untuk modal berwirausaha. Artinya kalau memang dana sudah kian ada, tidak perlu lagi mengagunkan sertifikat, kecuali jika butuh modal yang lebih besar.
Apakah misi berat ini akan terus diperjuangkan? Mari kita percayakan kepada yang sudah berpengalaman.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews