Tragedi yang menimpa 6 Laskar FPI hingga tewas akibat ditembak polisi itu bermula ketika rombongan Habib Rizieq Shihab (HRS) keluar dari Perumahan The Nature Mutiara, Sentul, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Minggu malam (6/12/2020).
Sekretaris Umum FPI Munarman mengungkapkan, rombongan HRS kemudian masuk ke Tol Jagorawi ke arah Jakarta. Lalu via jalan Tol Lingkar Luar Cikunir ambil arah Tol Cikampek, menuju pengajian keluarga sekaligus peristirahatan dan pemulihan kesehatan di Karawang.
Rombongan HRS terdiri 8 mobil; 4 mobil keluarga HRS, 4 mobil Laskar FPI sebagai tim pengawal. Rombongan keluarga terdiri dari HRS dan menantu serta 1 orang ustadz keluarga dan 3 orang sopir.
Kemudian ada perempuan dan anak-anak, 12 wanita dewasa, 3 bayi dan 6 balita.Sementara, Laskar FPI terdiri dari 24 orang dalam 4 mobil, tiap mobilnya 6 orang laskar termasuk sopir.
Semenjak keluar dari perumahan The Nature Mutiara Sentul, rombongan diikuti oleh mobil Avanza hitam Nopol B 1739 PWQ dan Avanza Silver Nopol B~~~KJD, serta beberapa mobil lainnya.
Selama perjalanan di tol, ada upaya-upaya dari beberapa mobil yang ingin mepet dan masuk ke dalam konvoi rombongan HRS.
Setelah Pintu Keluar Tol Karawang Timur, ada 3 mobil penguntit berusaha masuk ke dalam konvoi. Tiga mobil penguntit itu adalah: Avanza Hitam B 1739 PWQ, Avanza Silver B~~~ KJD dan Avanza Putih K~~~EL.
Ada dua mobil dari pengikut HRS berada di belakang, mereka menjauhkan mobil penguntit dari mobil HRS.Salah satu dari dua mobil pengikut HRS adalah mobil Chevrolet warna hijau metalik bernomor polisi B 2152 TBN, berisi 6 laskar khusus.
Setelah rombongan keluar pintu Tol Karawang Timur, salah satu mobil laskar pengawal, yaitu Avanza, sempat dipepet. Namun, berhasil lolos dan menuju arah Pintu Tol Karawang Barat. Lalu masuk ke tol arah Cikampek dan beristirahat di Rest Area KM 57.
Sedangkan mobil laskar khusus DKI (Chevrolet B 2152 TBN), saat mengarah ke pintu Tol Karawang Barat berdasarkan komunikasi terakhir, dikepung oleh 3 mobil pengintai kemudian diserang.
Ketika itu, salah seorang laskar yang berada di mobil Avanza yang tengah beristirahat di KM 57, terus berkomunikasi dengan Sufyan alias Bang Ambon, laskar yang berada dalam mobil Chevrolet B 2152 TBN. Telepon ketika itu terus tersambung.
Informasi dari laskar yang berada di mobil Chevrolet melalui sambungan telepon bahwa saat Chevrolet B 2152 TBN itu dikepung, Sufyan alias Bang Ambon mengatakan, “Tembak Sini, Tembak” mengisyaratkan ada yang mengarahkan senjata kepadanya.
Dan, setelah itu terdengar suara rintihan laskar yang kesakitan seperti tertembak ini, laskar Sufyan alias Bang Ambon meminta laskar lain untuk terus berjalan.
Begitu pula saat laskar Faiz, dihubungi oleh salah satu laskar yang ikut di rombongan HRS, nampak ada suara orang yang kesakitan seperti setelah tertembak. Dan, seketika itu telepon juga terputus.
Kabar 6 orang laskar yang ada dalam mobil Chevrolet sampai Senin siang (7/12/2020) tidak dapat dihubungi dan tidak diketahui keberadaannya.
Ketika laskar yang menggunakan mobil Avanza istirahat di KM 57, nampak juga ada yang memantaunya, bahkan ada drone yang diterbangkan. Setelah 1 jam lebih di KM 57, mereka beranjak menuju markas FPI Karawang melalui akses pintu Tol Karawang Barat.
Ketika memasuki pintu Tol Karawang Barat, tim laskar yang menggunakan Avanza tidak menemukan apa pun di lokasi yang diperkirakan sebagai TKP serangan terhadap rombongan laskar Chevrolet B 2152 TBN.
FPI masih mencari keberadaan 6 Laskar tersebut di berbagai rumah sakit dan tempat-tempat lainnya. Sampai saat itu, mereka belum mengetahui keadaan dan keberadaan 6 laskar FPI itu.
Ketika Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran mengatakan bahwa 6 laskar FPI ditembak mati, ini barulah diketahui kondisi ke-6 orang laskar yang ada dalam mobil Chevrolet sudah dalam keadaan tewas dengan banyak luka tembak dan penganiayaan.
Jenazah “Bicara”
Jasad mereka pun bicara! Sebanyak 19 lubang luka tembak ada di tubuh mereka. Fakta hasil otopsi RS Polri ini jelas berbeda sekali dengan temuan Komnas HAM. Hasil pemeriksaan di lapangan “ditemukan tujuh proyektil dan empat selongsong”.
“Kami berjanji akan menggelar uji balistik secara terbuka dan transparan,” kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam. Dari hasil pemeriksaan lapangan ada tujuh proyektil. “Namun yang kami yakin hanya enam, karena satu bentuknya sudah tidak jelas,” katanya.
Pertanyaannya, mengapa Komnas HAM begitu yakin hanya 6 proyektil karena 1 bentuknya sudah tidak jelas? Tidak jelas bagaimana yang dimaksud? Karena secara fisik, mustahil jika proyektil itu “bentuknya sudah tidak jelas” setelah ditembakkan ke tubuh korban.
Di sini Komnas HAM tampak sekali berusaha menutupi fakta sebenarnya yang dialami para korban. Anggaplah satu proyektil itu bukan penyebab kematian laskar FPI, berarti ada 13 proyektil lagi yang “hilang” entah di mana keberadaannya.
Karena dari hasil otopsi di RS Polri sendiri sudah jelas, terdapat 19 lubang luka tembak di semua tubuh korban. Termasuk bekas penganiayaan yang dialaminya setelah “ditangkap” aparat kepolisian yang menguntit mereka.
Coba simak tubuh mereka yang bicara fakta:
1. Andi Oktiawan (33 tahun): Bengkak dan lebam pipi bagian kiri, luka tembak di mata kiri, tiga luka tembakdi dada bagian kiri, kulit bagian belakang melepuh, lecet di bagian kepala sekitar 5 cm, dan kulit bagian pantan melepuh.
2. Faiz Ahmad Syukur (22 tahun): Lebam di bagian kening, dua luka tembak di dada kiri (satu di atas puting, satu di bawah puting), jahitan di bagian leher.
3. Muhammad Reza (20 tahun): Pipi dan kening bengkak lebam dan menghitam, tangan kiri melepuh, darah masih keluar dari bekas luka bagian belakang, kemaluan bengkak dan melepuh.
4. Lutfi Hakim (25 tahun): Hampir semua kulit belakang melepuh, empat luka tembak yang berdekatan di dada kiri, bekas lubang menghitam.
5. Ahmad Sofiyan alias Ambon (26 tahun): Dua luka tembak di dada kiri.
6. Muhammad Suci Khadavi (21 tahun): Lebam mata kiri dan tiga luka tembak (satu di atas puting, dua di bawah puting).
Seperti dikutip TEMPO (Edisi 14-20 Desember 2020), menurut Ade Firmansyah, dokter ahli forensik RSCM Jakarta, salah satu ciri luka tembak jarak dekat ialah Tanda berwarna hitam pada bagian tubuh. Luka itu terbentuk karena mesiu yang menempel di kulit.
Apakah semua fakta jasad 6 laskar FPI itu mau diabaikan begitu saja oleh Komnas HAM? Jika Komnas HAM berani, tidak sulit untuk mencari 19 proyektil berikut selongsongnya. Apalagi, luka tembaknya tidak sampai tembus tubuhnya.
Dipastikan, semua proyektil tersebut pernah bersarang di tubuh mereka. Komnas HAM bisa tanya ke pihak RS Polri yang mengotopsinya. Langsung tanya saja, di mana proyektil yang lainnya disimpan? Jika hilang, mereka kena pasal penghilangan barang bukti!
Di sinilah dibutuhkan kejujuran semua pihak, termasuk RS Polri dan Komnas HAM sendiri. Keberadaan selongsong lainnya, tinggal tanya para eksekutornya, di mana mereka simpan! Karena selongsong itu jatuhnya tidak akan jauh dari penembak!
Jika Komnas HAM tidak bisa memaksa temukan kedua barang bukti (seperti proyektil dan selongsong) itu, jangan harap penembakan 6 laskar FPI ini bisa transparan. Karena, dengan kedua jenis barbuk itu bisa mengarahkan siapa penembaknya.
Perlu dicatat, dalam setiap proyektil dan selonsong tersebut terdapat nomor register sebagai kode produksinya. Dari sini akan diketahui, peluru ini siapa yang pegang! (Bersambung)
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews