Selamatkan Indonesiahahaha!

Jika ingin menjadi oposan, mudah. Masuk ke lembaga politik formal (seperti PSI dan Gelora), atau menjadi kekuatan moral sebagaimana Buya Syafi’e, atau mungkin Rama Magnis Suseno.

Selasa, 4 Agustus 2020 | 21:12 WIB
0
224
Selamatkan Indonesiahahaha!
Din dan kawan-kawan (Foto: law-justice.co)

Sejumlah orang (mau nyebut ‘tokoh’ kok man-eman), yang mengatasnamakan perwakilan masyarakat peduli masa depan negara dan bangsa, mendeklarasikan Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Watak korupsinya, dari awal sudah tampak. Mereka mengatasnamakan perwakilan masyarakat peduli masa depan negara dan bangsa. Saya nanya Mbok Satinem, penjual gatot-thiwul Kulon Tugu Yogya yang sohor itu, apakah dimintai ijin, atau memberi mandat untuk kepentingannya? Secara Mbok Satinem juga sangat peduli masa depan bangsa dan negara. Rumangsamu!

Belum pula jika saya nanya para pemilik kartu suara pada Pemilu dan Pilpres 2019; Apakah ada yang dimintai persetujuan?

Claiming dan tudang-tuding, adalah ciri-khas calon koruptor dan perampok jika berkuasa. Apalagi katanya, kita menuju ke arah yang salah, dan kapal besar Indonesia mau tenggelam. Tapi hanya dengan asumsi, bukan nalar gumathok.

Kalau pun ke arah salah dan mau tenggelam, 'kan mestinya segeralah singsingkan lengan baju, bekerja, selamatkan. Kok malah bikin koalisi. Itu namanya mroyekin kerjaan. Alias cuma sedang nyodorin proposal untuk nyari dana. Emangnya nggak lihat, bagaimana anak-anak muda bekerja, melakukan pendampingan sosial dan ekonomi ngadepin pandemi ini? Emangnya nggak lihat, bagaimana para ibu-ibu di pasar berjuang agar anaknya punya masa depan?

Makanya pertama kali membaca hal itu, kucing tetangga ketawa ngakak guling-guling. Apalagi melihat daftar nama yang disebut, beserta orang yang mendukung semodel Rizal Ramli, Gatot Nurmantyo, Fadli Zon, Rachmawati Soekarnoputri.

Sebagai gerakan politik, ruang gerak mereka sangatlah sempit. Vibrasinya, hanya akan terasa pada area tertentu, yang sama-sama butuh panggung. Itu pun dalam frekuensi khusus, entah berkait pilkada atau untuk tanem investasi 2024. Dari situ, tak ada signifikansinya dengan visi menyelamatkan bangsa dan negara. Mereka sedang menyelamatkan kepentingan masing-masing, yang memang tenggelam saat ini.

Sebagai gerakan moral? Lebih tak meyakinkan. Nama-nama yang terlibat tidak mempunyai moral-force. Moralitas mereka sama tak meyakinkan dengan cara dan strategi yang dipilih. Kelompok kepentingan yang kehilangan kredibelitas. Tak legitimate karena tak punya canthelan apa-apa.

Dari sisi reputasi, lebih banyak catatan negatifnya. Pada sisi itu, gerakan Grace Natalie dan Anies Matta, jauh lebih elegan dalam mewarnai demokrasi kita yang masih elitis dan pelitis.

Jika ingin menjadi oposan, sebetulnya mudah. Masuk ke lembaga politik formal (seperti PSI dan Gelora), atau menjadi kekuatan moral sebagaimana Buya Syafi’e, atau mungkin Rama Magnis Suseno, Karlina Supeli, atau entah siapa lagi dalam barisan ini.

Koalisi Din ini tak jelas jenis kelaminnya. Meski konon dibilang bergerak di wilayah amar ma’ruf nahi munkar. Cuma karena yang ngomong Din Syamsuddin, jadi tak ada maknanya kata-kata itu. Beda kalau yang ngomong Rocky Gerung. Makin lebih tidak bermakna lagi. Apalagi Said Didu, dan lebih lagi karena didukung Fadli Zon.

Sebagaimana ditulis George Orwell, bahasa politik dirancang untuk membuat kebohongan terdengar jujur dan pembunuhan menjadi dihormati. Gerakan Din dekaka, meminjam istilah Orwell, hanyalah semacam topeng untuk sebuah ancas kekuasaan. Dan topeng selalu berkaitan dengan semacam kepalsuan, tulis Goenawan Mohamad dalam salah satu Catatan Pinggir. Fake is as old as the Eden tree, ujar Orson Welles. Kepalsuan itu setua pohon Eden.

@sunardianwirodono

***