KPK Ditantang PDIP: Siapa Lindungi Harun Masiku?

Jumat, 17 Januari 2020 | 14:00 WIB
0
672
KPK Ditantang PDIP: Siapa Lindungi Harun Masiku?
Petinggi PDIP menggelar konferensi pers terkait dengan kasus yang menjerat Harun Masiku, Rabu (15/1/2020) malam. (Foto: Liputan6.com)

Hingga tulisan ini dibuat, Harun Masiku, tersangka politisi PDIP penyuap Komisioner KPU Wahyu Setiawan, belum juga ditemukan keberadaannya. Adakah yang melindungi Harun dari kejaran petugas KPK supaya tidak tertangkap?

Benarkah Harun masih di luar negeri sejak Minggu (6/1/2020)? Pejabat Imigrasi, Kepolisian, dan KPK menyebut Harun pergi ke luar negeri dan hingga kini belum kembali juga. Namun, dari investigasi Tempo.co menemukan fakta berbeda.

“KPK segera berkoordinasi dengan Polri untuk meminta bantuan Interpol,” ujar Komisioner KPK Nurul Ghufron.

“Hingga hari ini belum ada data kembali ke Indonesia,” begitu kata Arvin Gumilang, Kepala Bagian Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM.

“Kami akan komunikasikan dengan Singapura bahwa Indonesia mencari seseorang yang sedang ada di negara tersebut,” ungkap Brigadir Jenderal Argo Yuwono, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Mabes Polri. 

Dalam tulisannya “Raibnya Politikus PDIP Harun Masiku yang Terlibat Suap KPU”, Kamis (16 Januari 2020 17:02 WIB), Tempo menemukan fakta berbeda pada data penerbangan dan penelusuran di kampung halaman politisi PDIP itu.

11.30 WIB, 6 Januari 2020, ke Singapura. Berdasar informasi yang dikumpulkan Tempo, Harun memang terbang ke Singapura pada 6 Januari 2020. Ia menggunakan penerbangan Garuda Indonesia dengan nomor penerbangan GA 832 sekitar pukul 11.30 WIB.

16.35 Singapura, 7 Januari 2020, ke Jakarta. Ia semalam berada di negara itu dan terbang kembali ke Jakarta dengan menggunakan Batik Air. Pesawat dengan nomor penerbangan ID 7156 itu terbang dari Bandar Udara Changi terminal 16 pukul 16.35 waktu setempat.

17.03 WIB, & Januari 2020, ke Hotel. Ia tiba di Jakarta pukul 17.03 WIB. Dari catatan penerbangan, Harun tercantum duduk di kursi nomor 3C, menggunakan tiket kelas Charlie. Informasi lain menyebutkan bahwa Harun kemudian menuju ke sebuah hotel di pusat kota di Jakarta.

8 januari 2020, bertemu Hasto. Harun pada Rabu, 8 Januari lalu, disebutkan dijemput oleh koleganya, Nurhasan, untuk kemudian diantarkan ke kompleks Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian, kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Di sini, menurut sejumlah informasi, Hasto telah menunggu.

22.30 WITA, 12 Januari 2020, Pria Misterius. Infomasi keberadaan Harun diungkapkan seorang warga Perumahan Bajeng Permai, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tempat tinggal Harun dan istrinya.

Ia menyatakan melihat seorang pria datang ke tempat tinggal Harun pada sekitar pukul 22.30 Wita, Ahad malam, 12 Januari lalu. Pria itu mengendarai sepeda motor, berpakaian serba bitam, dan mengenakan penutup muka. "Saya tahu itu Harun dari perawakannya," katanya.

Itulah data dan fakta yang ditemukan Tempo di lapangan. Jika menyimak tulisan Tempo itu, berarti sebenarnya posisi Harun Masiku sekarang ini sudah “berada” di Indonesia. Bukan di luar negeri, seperti yang disampaikan para pejabat di atas.

Siapakah yang melindungi Harun Masiku? Padahal, Harun disebut-sebut sebagai penyedia uang untuk menyuap Wahyu Setiawan. Ia bisa menjadi “saksi kunci” dugaan keterlibatan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto yang belum “disentuh” KPK.

Tulisan Majalah.tempo.co 13-19 Januari 2020 menguatkan fakta bahwa Harun Masiku ada di Indonesia dan sempat bertemu dengan Hasto Kristiyanto di kompleks PTIK di Jalan Tirtayasa Raya, Jakarta Selatan, Rabu malam, 8 Januari 2020.

Ternyata gerak-gerik mereka dipantau oleh petugas KPK. Siang beberapa jam sebelumnya, KPK menangkap komisioner KPK Wahyu Setiawan, karena diduga menerima suap untuk meloloskan Harun Masiku ke DPR lewat PAW.

Bersama Wahyu, 7 orang lain juga digulung. Dua diantaranya Saeful Bahri dan Donny Tri Istiqomah, kader PDIP yang dianggap dekat dengan Hasto Kristiyanto. Harun calon anggota legislatif dari PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I.

Pada Pemilu 2019, perolehan suaranya di urutan keenam. PDIP ingin mengganti Nazarudin Kiemas, calon legislator peraih suara terbanyak, yang meninggal tiga pekan sebelum hari pencoblosan, 17 April 2019.

Tapi KPU menetapkan Riezky Aprilia, peraih suara terbanyak kedua, sebagai calon anggota DPR. Di PTIK, tim KPK terus mengamati keberadaan Harun dan Hasto, yang ditengarai mengetahui penyuapan.

Nurhasan dilepaskan dari pengawasan karena bukan target kakap. Sehari-hari ia bekerja sebagai petugas keamanan di kantor Hasto di Jalan Sutan Syahrir Nomor 12A, Menteng.

Sembari terus memantau keberadaan target, 5 penyelidik rehat sejenak untuk menunaikan salat isya di masjid Daarul ‘Ilmi di kompleks PTIK. Ketika hendak masuk masjid, mereka malah dicokok sejumlah polisi.

Operasi senyap untuk menangkap Hasto dan Harun pun buyar. “Tim penyelidik kami sempat dicegah oleh petugas PTIK dan kemudian dicari identitasnya. Penyelidik kami hendak salat,” kata pelaksana tugas juru bicara KPK, Ali Fikri, Kamis, 9 Januari lalu.

Diantara polisi yang menawan petugas KPK, salah seorangnya adalah Kepala Subdirektorat IV Direktorat Tindak Pidana Korupsi Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Ajun Komisaris Besar Hendy Febrianto Kurniawan.

Para polisi mengambil foto tim KPK dan memaksa mereka menyerahkan password ponsel masing-masing. Mendengar keributan, seorang petugas KPK yang bersiaga di sekitar pintu depan PTIK merapat ke masjid.

Ia mengenali Hendy, yang pernah bertugas di KPK. Hendy mundur dari lembaga antirasuh dan kembali ke Polri pada 2012. Pada 2015, ia pernah menjadi saksi yang memojokkan KPK dalam sidang praperadilan penetapan tersangka Komjen Budi Gunawan, calon Kapolri saat itu.

Disapa oleh mantan koleganya di KPK, Hendy menyatakan tak kenal. Ia dan para polisi kemudian menggelandang lima petugas KPK ke sebuah ruangan untuk diinterogasi. Polisi pun memaksa para penyelidik itu menjalani tes urine.

Para penyelidik tersebut ditahan sekitar tujuh jam. Mereka baru dilepas setelah Direktur Penyidikan KPK R.Z. Panca Putra Simanjuntak tiba di sana sekitar pukul 03.30, Kamis, 9 Januari lalu.

Menurut Ali Fikri, ada kesalahpahaman antara penyelidik KPK dan polisi. “Kemudian diberitahukan petugas KPK, lalu mereka dikeluarkan,” ujar Ali.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen R. Prabowo Argo Yuwono mengatakan proses interogasi merupakan hal yang lumrah. Dia mengklaim pemeriksaan berlangsung tidak lama karena tim KPK dijemput atasannya.

“Namanya orang tidak dikenal masuk, kami cek enggak masalah,” kata Argo Yuwono. “Dari pemeriksaan, mereka hanya akan salat.” Tempo mencoba menghubungi dua nomor ponsel Hendy, tapi tak ada yang aktif.

Hasto Kristiyanto membantah berada di kompleks PTIK pada Rabu malam itu. “Tidak,” ujar Hasto. Ia mengklaim sedang di suatu tempat karena sakit perut. Ironis, rasanya tak mungkin lima pasang mata petugas KPK tak kenal wajah Hasto.

Hasto juga beralasan sedang sibuk menyiapkan Rakernas PDIP, yang bertepatan dengan hari ulang tahun ke-47 partai banteng, di Jakarta International Expo, Kemayoran, Jakarta Pusat.

Adapun Nurhasan saat dimintai konfirmasi mengaku pada Rabu malam itu sibuk mondar-mandir dari Sutan Syahrir 12A ke Kemayoran untuk membantu persiapan Rakernas PDIP. “Saya sakit karena dua hari ini hujan-hujanan di jalan,” kata pria 38 tahun itu.

Nurhasan menyanggah mendapat perintah untuk mengantar Harun. “Tugas saya cuma buka-tutup pagar di rumah itu,” ujarnya, seperti dilansir majalah.tempo.co. Jika KPK tak berhasil menangkap Harun, bisa dipastikan, Hasto akan tetap aman-aman saja.

Bahkan, bersama MenkumHAM Yasonna H. Laoly yang juga Ketua DPP PDIP, Hasto bisa memberikan pernyataan pers di kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Menteng, Jakarta pada Rabu malam (15/1/2020).

Dalam keterangan pers itu, memutuskan bahwa PDIP membentuk tim hukum untuk melawan KPK. Hal itu dilakukan terkait kasus dugaan korupsi yang melibatkan Wahyu Setiawan dan politisi PDIP Harun Masiku terkait dengan proses pergantian antar waktu atau PAW.

Tim hukum dibentuk karena menurut PDIP, upaya penggeledahan kantor partai itu menyalahi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Sebab, keinginan menggeledah tak disertai dengan prosedur yang diatur dalam UU, yakni melalui izin Dewan Pengawas atau Dewas.

Tidak hanya itu. PDIP juga melaporkan petugas KPK ke Dewas karena dianggap menyalahi aturan. Beranikah Ketua KPK Firly Bahuri hadapi PDIP?

***