Pak Moel yang saya hormati, ijinkan saya berbagi pandangan, untuk merespon link berita ini. Dulu saya juga seperti Panjenengan: berpendapat bahwa Islam, juga Tuhan, tak perlu dibela. Dan memang tak perlu. Bahkan itu mustahil. Tuhan sama sekali tak membutuhkan pembelaan mahluk. Allah itu qiyamuhu binafsihi.
Belakangan saya sadar bahwa cara pikir saya keliru. Ternyata justru dengan melakukan 'pembelaan' untuk Islam, juga Tuhan, itu artinya saya sedang membela diri saya sendiri. Saya berharap 'pembelaan' itu dicatat sebagai ladang amal kebajikan.
Saya berikan contoh sederhana. Saya ini alhamdulillah banyak uang, meski mungkin tak sekaya Pak Moel. Saya tak kekurangan. Saya bisa makan enak dimana saja, di hotel bintang 5 pun tak masalah. Tapi, jika tak puasa, istri saya tetap menyiapkan makan siang dari rumah di tupperware. Padahal saya 'tak perlu' itu. Uang di dompet saya lebih dari cukup. Mengapa istri melakukannya? Dia ingin mengungkap rasa. Saya yakin Bapak paham.
Ada contoh lain. Ini hari Jum'at. Kita disunahkan memperbanyak salawat kepada Kanjeng Nabi Muhammad. Saya pun melakukannya. Lantas, apakah Kanjeng Nabi membutuhkan salawat saya? Mboten Pak, mboten. Sama sekali Kanjeng Nabi tak butuh salawat saya. Beliau dijamin Gusti Pangeran. Justru dengan memperbanyak salawat, saya yang berharap mendapat safaat dan kebaikan berlipat.
Pak Moel, bisa jadi pendapat saya ini juga tak tepat. Tapi, sebagai sesama Muslim, saya ingin saling memberi masukan sesuai kapasitas yang saya tahu. Dan kita saling mendoakan semoga kelak dikumpulkan dengan para syuhada, 'pembela' agama Allah --- seperti Umar bin Khattab, Hamzah bin Abdul Muthalib, Abdurrahman bin Auf dan lain-lain.
Salam Hormat.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews