Mental Pecundang, Merasa Dikalahkan Foto Editan Lalu Ngadu ke MK

Jangan suka menimpakan kemalangan atau kegagalan kepada pihak lain. Lebih baik koreksi diri, penyebab kegagalan tersebut.

Kamis, 4 Juli 2019 | 07:04 WIB
0
1660
Mental Pecundang, Merasa Dikalahkan Foto Editan Lalu Ngadu ke MK
Evi Apita Maya (Foto: Kumparan.com)

Pemilu serentak  yaitu (Pilpres, DPR, DPD, DPRD I dan DPRD II) pada tanggal 17 April 2019, bisa untuk mengetahui sifat orang-orang yang bermental pecundang dan  kstaria, bermental atau bermental baja, merendahkan diri sendiri atau menjunjung sportivitas.

Ada yang kalah-dan mengakui kekalahannya tanpa mencari kambing hitam atau menuduh pihak lain berlaku curang. Tapi tidak sedikit, pihak yang kalah menyalahkan pihak lain sebagai penyebab kekalahannya. Lalu menuduh pihak lain berlaku curang atau tidak jujur. Begitulah lagunya orang kalah yang nadanya selalu sumbang, biasa disebut mental pecundang.

Seperti kita ketahui, dalam perselisihan atau sengketa hasil pilpres ada pasangan capres yang  menggugat ke Mahkamah Konstitusi karena merasa dicurangi. Itu mereka lakukan untuk mencari keadilan. Tetapi keadilan terkadang tidak sesuai yang diharapkan. Keputusan hakim tidak berpihak kepadanya.

Kalau sudah begitu, hanya jiwa atau mental sportivitas yang dibutuhkan, bukan mental pecundang.

Dalam pemilihan DPR atau DPD banyak nama-nama beken atau terkenal yang justru tidak terpilih kembali ke Senayan. Mereka terpental dan kalah oleh pendatang-pendatang baru-baik dalam Pileg atau DPD. Misal, petahana yang gagal ke senayan: Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait atau Ara. Dan kedua orang ini bisa menerima kekalahan tanpa menuduh pihak lain sebagai penyebab kegagalannya. Sportif dan tidak bermental pecundang.

Tetapi dalam pemilihan DPD ada petahana yang gagal terpilih kembali, tapi menuduh pihak lain sebagai penyebab kegagalannya.Ia merasa dicurangi. Anehnya, ia seorang politisi senior melawan seorang wanita yang notabene pendatang baru.

Dan kasusnya memasuki babak baru, yaitu menggugat ke Mahkamah Konstitusi seperti yang dilakukan pasangan capres kemarin.

Siapakah anggota DPD petahana yang menggugat ke Mahkamah Konstitusi itu?

Namanya: Farouk Muhammad. Ia anggota DPD dari dapil provinsi Nusa Tenggara Barat atau NTB.

Anggota DPD petahana Farouk Muhammad nomor urut 27 mengajukan gugutan ke Mahkamah Konstitusi dan pihak yang digugat yaitu Evi Apita Maya yang merupakan pendatang baru dengan nomor urut 26.

Dalam pemilihan DPD: Farouk Muhammad nomor 27 mendapat 188.687 suara dan Evi Apita Maya nomor 26 mendapat 283.932 suara. Akibatnya Farouk Muhammad gagal terpilih kembali menjadi DPD.

Farouk Muhammad menuduh Evi Apita Maya melakukan manipulasi atau pengeditan fotonya yang digunakan dalam kampanye. Menurutnya, pengeditan dilakukan di luar batas kewajaran. Seperti perubahan dagu, hidung, mata, warna kulit dan struktur badan. Wajahnya berubah menjadi bening dan cantik yang jauh dari wajah aslinya.

Dan dalam gugatan atau tuntutanya, Farouk Muhammad  meminta kepada majelis hakim untuk membatalkan kemenangan dan penetapan sementara Evi Apita Maya sebagai anggota DPD dari dapil provinsi NTB.

Dan akibat foto editan itu, menurut Farouk Muhammad masyarakat lebih memilih Evi Apita Maya dan merugikan dirinya. Apalagi menurut yang bersangkutan, Evi Apita Maya tidak melakukan sosialisasi yang maksimal turun ke masyarakat.

Ini agak aneh dan unik. Kalah tidak terpilih sebagai DPD, tapi menyalahkan foto pesaingnya karena editan. Apalagi pesaingnya seorang wanita.

Hampir tidak mungkin masyarakat memilih atas dasar atau pertimbangan hanya karena fotonya cantik.

Bukankah pemilihan DPD secara langsung: ada foto dan nomor urutnya? Dan gambar foto dalam kertas suara ukurannya juga 3x4 atau 2x3. Untuk ukuran pas foto itu sangat kecil.

Sekalipun foto atau gambar kelihatan cantik dalam kampanye, kalau tidak sosialisasi kepada masyarakat dan mengenalkan dirinya dan nomor urutnya, sepertinya masyarakat juga tidak akan memilih.

Menurut Evi Apita Maya, ia sudah melakukan sosialisasi dirinya dan timnya sudah satu tahun sebelum masa kampanye. Artinya wajahnya sudah banyak dikenal oleh masyarakat.

Kecuali kalau pemilihannya DPD-nya lewat media sosial Facebook. Karena dengan kemera tertentu, wajah yang keriput terlihat mulus dan cantik. Seperti dalam pertemanan Facebook, asal ada yang cakep atau bening langsung di klik atau add. Padahal kalau bertemu tatap muka akan nampak beda banget, antara foto di Facebook dan saat tatap muka. Aya-aya wae bapak yang kalah itu.

Jangan suka menimpakan kemalangan atau kegagalan kepada pihak lain. Lebih baik koreksi diri, penyebab kegagalan tersebut.

Kalau menurut peribasa anak-anak gaul, "bersikaplah seperti negarawan, jangan seperti kartanegarawanan". 

***