Serukan “People Power” tapi Kabur Ke Luar Negeri, Cuci Uang?

Polisi telah melakukan serangkaian aksi preventif dengan menangkap berbagai pelaku video ujaran kebencian yang tentu akan membuat calon peserta akan berpikir ulang.

Senin, 20 Mei 2019 | 19:27 WIB
0
1048
Serukan “People Power” tapi Kabur Ke Luar Negeri, Cuci Uang?
Bachtiar Nasir (Foto: Kompas.com)

Akhir–akhir ini hembusan akan gerakan people power membahana di berbagai media dan talkshow di TV, berbagai media cetak juga menempatkan topik tentang people power dalam berbagai kolom. Seolah tak ada topik lain yang bisa diperbincangkan selain gerakan tersebut.

Narasumber juga lebih sering memunculkan kubu dari 02, yang seakan membuat narasi bahwa jika real count  yang menunjukkan kemenangan bagi Jokowi, berarti KPU telah melakukan kecurangan sehingga people power serasa perlu dilaksanakan untuk merebut kekuasaan seperti yang terjadi pada tahun 1998.

Namun di balik gencarnya seruan people power, tokoh–tokoh pengusung gerakan tersebut kurang menyadari bahwa ada satu tokoh kunci yaitu Bachtiar Nasir, yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan penggelapan dana “Yayasan Keadilan untuk semua” sebesar Rp3,8 M.

Yang bersangkutan juga sebagai ketua GNPF–MUI sekaligus penggerak PA 212, dengan status sudah ditetapkan sebagai tersangka dengan alasan “sedang berada di Arab Saud” untuk menghadiri konferensi.

Oleh karena itu Polisi akan memanggil paksa kepada Bachtiar Nasir dan dinyatakan sebagai DPO.

Tentu akan menjadi seuatu yang aneh, apabila gembar–gembor gerakan people power yang diklaim memiliki tujuan untuk menegakkan keadilan karena banyaknya kecurangan dalam pemilu, namun ternyata didalam tubuh para pentolan penggerak people power tersebut ada oknum yang menggelapkan uang Yayasan.

Baca Juga: Mewaspadai Skenario 1965, 1998 dan 2019

Sehingga keadilan atau kecurangan yang mana yang akan dituntut jika yang berteriak – teriak justru telah berbuat curang dengan menggelapkan dana yayasan, jika masyarakat tahu tentu makna people power akan berkurang, dan ironisnya, yang bersangkutan tidak menunjukkan sikap gentle untuk memenuhi panggilan kepolisian, namun justru “Lari” keluar negeri.

Hal tersebut tentu mengingatkan kita pada mantan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) yang pernah terlibat kasus hukum yakni penistaan agama.

Tentu hal tersebut menunjukkan bahwa Bachtiar Nasir kalah ksatria dibandingkan Ahok dalam menghadapi proses Hukum.

Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan bahwa pihaknya akan melakukan penjemputan paksa jika Bachtiar Nasir masih mangkir dari panggilan polisi.

Hal tersebut sesuai dengan pasal 112 KUHAP ayat 2 yang menyebutkan kalau tidak hadir lagi maka penyidik memiliki kewenangan untuk melakukan penjemputan kepada yang bersangkutan.

Lantas bagaimana jadinya makna people power yang digerakkan oleh seorang terdakwa yang sedang melarikan diri menjadi “buronan” karena menggelapkan uang Yayasan.

Mungkinkan Ia akan menggerakkan massa melalui teleconference atau skype sehingga dia hanya ongkang – ongkang di luar negeri, para simpatisannya lantas diminta berpanas – panasan di bulan puasa untuk untuk menyuarakan tuntutan yang kurang jelas dan inkonstitusional.

Jika memang demikian, mengapa tidak sekalian mengajak semua simpatisannya untuk keluar negeri dan menggelorakan People power disana, yang tentunya tidak akan ditangkap oleh polisi di Arab Saudi seperti yang dialami oleh Habib Rizieq Shihab.

Baca Juga: Jenderal Tito Komplain, Anggap Bachtiar Nasir Sudah Main Plintir

People power rencananya akan dilakukan pada 22 Mei 2019, saat KPU mengumumkan dan menetapkan pemenang Pemilu 2019. Hal tersebut ditanggapi oleh Peneliti Politik Raharjo Jati, yang memprediks bahwa gerakan tersebut akan menjadi sesuatu yang antiklimaks.

Hal ini karena soliditas BPN masih diragukan, bahkan BPN juga terkesan lepas tangan dengan gerakan ini. Mereka menyebut tidak berencana melaksanakan people power dalam menyikapi hasil pemilu.

Selain itu polisi juga telah melakukan rangkaian aksi preventif dengan menangkap berbagai pelaku video ujaran kebencian yang tentu akan membuat calon peserta akan berpikir ulang.

Layunya gerakan tersebut bisa disebabkan karena semestinya people power dapat mewakili seluruh masyarakat Indonesia. Namun yang ada saat ini gerakan people power hanya digunakan oleh segelintir orang yang mengatasnamakan kepentingan politis beberapa kelompok saja.

***