Benarkah Jadi Presiden Indonesia Itu Harus Kuat?

Bagaimana mungkin mengelola Indonesia yang sedemikian besar dengan penuh emosional, apalagi dipengaruhi faktor usia yang tidak lagi muda, maka akan sangat mudah jatuh sakit.

Sabtu, 6 April 2019 | 08:38 WIB
0
404
Benarkah Jadi Presiden Indonesia Itu Harus Kuat?
Foto: Tempo.co

Dengan luas wilayah dan aneka suku, etnis, juga bahasa serta ragam budaya, maka Indonesia tergolong negara yang multi kompleks. Karena setiap wilyah dengan problematikanya masing-masing, semua itulah yang harus dipikirkan oleh seorang Presiden. Itulah makanya Presiden Indonesia, harus kuat secara fisik dan mental, juga sehat secara jasmani.

Dalam masa kampanye Pilpres 2019, Prabowo sudah dua Kali sakit. Kompleksitas mengurus negara sebesar Indonesia butuh stamina fisik yang kuat, sementara Jokowi tetap All out kampanye, namun tetap konsentrasi dalam mengurus negara yang besar ini. Tuhan takdirkan dia tetap sehat, meskipun secara fisik terlihat lebih ringkih dibandingkan Prabowo.

Itulah pentingnya spiritualitas, karena dapat menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan alhirat, dapat menenangkan jiwa dan pikiran, dapat mengontrol emosional. Kalau kemampuan penguasaan diri sudah mumpuni, maka untuk menguasai orang lain akan lebih mudah. Pemimpin yang mengabaikan spiritualitas tidak akan mampu mengendalikan emosi, mudah marah, dan kemarahan akan memguras energi.

Dengan adanya spiritualitas, seorang pemimpin jadi tahu bahwa kemapuannya terbatas, diatas kekuasaannya ada Tuhan yang Maha Kuasa. Dengan demikian dia akan berkerja dan berpikir dalam batas kemampuannya, itulah yang akan menjaga keseimbangan antara intlektual dengan emosionalnya.

Kenapa seseorang terlihat begitu jumawa, seakan-akan dia merasa lebih hebat dari orang lain, dimatanya semua orang gak ada apa-apanya, hanya dialah yang mampu menyelesaikan semua persoalan.

Begitulah kalau seseorang tidak menempatkan Tuhan dalam dirinya, tidak memiliki spiritualitas sedikitpun, sehingga keberadaan Tuhan pun diabaikan.

Orang-orang seperti ini akan menghabiskan energinya yang begitu besar untuk hal-hal yang tidak bermanfaat, kurang mampu menguasai dirinya sendiri. Dia bisa menghabiskan energinya untuk mengumbar kebencian dan kemarahannya.

Kalau energi habis Karena amarah, maka mudah lelah, dan mudah sakit. Bagaimana mungkin mengelola Indonesia yang sedemikian besar dengan penuh emosional, apalagi dipengaruhi faktor usia yang tidak lagi muda, maka akan sangat mudah jatuh sakit.

Kenapa Perdana Menteri Malaysia, Tun Mahatir Muhammad bisa kembali memimpin diusianya yang sudah tua? Karena Mahatir pun secara spiritualitas sangat bagus, ibadahnya bagus, jadi kemampuannya menyeimbangkan antara kepentingan dunia dan kepentingan alhirat sangat terjaga.

Sebaiknya memang untuk menjadi pemimpin sebuah negara itu, harus sudah selesai dengan dirinya sendiri, tidak memiliki kepentingan lain selain dari memikirkan kepentingan negara dan bangsa, tidak terbebani oleh persolan-persolan dimasa lalu.

Memang benar kata Dilan, "Rindu itu berat, Kamu gak akan kuat, biar aku aja."

 "Jadi Presiden itu berat, kamu gak akan kuat, biar aku aja."

***