Milad HMI, Mengembalikan Romantisme Yogyakarta untuk Indonesia Masa Depan

Semangat keindonesiaan itulah yang justru mendasari HMI harus didirikan. Lagi-lagi, walau diririkan di Yogyakarta, tetapi HMI tidak lagi hanya di ibukota.

Selasa, 9 Februari 2021 | 13:51 WIB
0
214
Milad HMI, Mengembalikan Romantisme Yogyakarta untuk Indonesia Masa Depan
Milad 47 tahun HMI Cabang Butta Salewangang Maros, Sulawesi Selatan (koleksi Panitia Milad 47 tahun)

Ketikan ini dimulai usai silaturahmi dengan kader HMI Cabang Butta Salewangang Maros, dan alumni HMI yang berdomisili di Maros. Sekaligus juga pengurus KAHMI Majelis Daerah Maros.

Kader HMI, dan juga alumninya tidak lagi berada di ibukota. Baik Jakarta, maupun ibukota provinsi lainnya.

Tersebar di penjuru dan pelosok negeri. Bahkan di Sulawesi Selatan, hanya Kabupaten Toraja, dan Kabupaten Toraja Utara yang tidak menjadi rumah bagi HMI Cabang.

Di kabupaten Maros, dinamai dengan HMI Cabang Butta Salewangang Maros. Dengan ketua umum pertama, Andi Asrul Sani, didampingi sekretaris umum, Darmawati Amrullah. Nama official ini, dijadikan sebagai nama tidak saja mengikut nama wilayah gegrafis yang mewadahinya, tetapi sekaligus nama sebutan untuk Maros. Menegaskan Maros sebagai rumah HMI juga.

Ketersebaran kader dan alumni memungkinkan HMI menjadi bagian untuk mendinamisir desa. Saat ini, desa menjadi sentra-sentra pengembangan.

Dengan digelontorkannya dana desa, maka perlu intervensi untuk meletakkan desa dalam dunia maya. Seperti laman web, kampanye media sosial, sebagai upaya untuk melengkapi usaha bumdes, dan desa wisata.

Kader HMI dengan kapasitasnya yang mahir dalam mengoperasikan laman web, melengkapi data maklumat, kemudian distribusi informasi, dan diseminasi keberadaan tradisi dan juga kearifan lokal, akan memperkaya khazanah.

Sekaligus sebagai bahan belajar, dan juga pengenalan daerah. Dimana bolehjadi sudah menjadi perhatian khalayak, namun tidak mudah menemukannya di media teknologi informasi saat ini.

***

Sementara itu, tasyakuran Milad HMI 74 tahun diwarnai dengan romantika revolusi di masa HMI didirikan. Kota Yogyakarta menjadi rumah semasa pendirian HMI.

Namun, dengan seiring berkembangnya HMI tidak saja di Yogyakarta dan juga ibukota setelahnya, Jakarta. Cabang di Kota Makassar, dimekarkan menjadi dua, Cabang Makassar, dan Makassar Timur.

Keputusan ini, didasari untuk pengembangan kelembagaan dan juga distribusi kader. Jika hanya dengan wadah satu cabang saja, memungkinkan terjadinya stagnasi dan juga kejumudan.

Di wilayah selatan, ada HMI Cabang Gowa Raya. Dengan komisariat, diantaranya tetap berada di wilayah kota Makassar.

Kemudian di wilayah utara juga dengan HMI Cabang Butta Salewangang Maros. Komisariatpun terus bertambah, seiring dengan pengembangan kelembagaan perguruan tinggi. Tidak lagi hanya sekolah tinggi, tetapi dengan bentuk universitas.

Sejarah perjuangan HMI, diawali dengan Yogyakarta. Namun, bukan itu saja. HMI yang sudah tersebar ke seentaro negeri. Merauke, Jayapura di timur Indonesia. Sementara di Aceh, tidak lagi banda Aceh saja, juga sudah mencapai Meulaboh, dan Langsa.

Maka, sebagai bagian materi di perkaderan HMI, Sejarah Perjuangan HMI, tidak lagi hanya menarasikan romantisme Yogyakarta. Perlu mulai dibukukan, dan diteruskan dalam materi LK, juga terkait dengan sejarah lokal.

Beberapa diantaranya sudah dituliskan dalam bentuk skripsi. Ada topik terkait pemikiran Islam madzhab Ciputat, perkaderan HMI di Gowa Raya, dan juga locus Palembang, Lampung.

Ini untuk menempatkan bahwa tetap saja relevan dalam suasana milad untuk mengemukakan romantisme Yogyakarta. Sama pentingnya untuk juga mengenali keberadaan HMI dalam lingkungan terdekat.

Baca Juga: Pembelajaran Akhlak di Milad HMI ke-74

Sehingga HMI dengan perangkat kelembagaan cabang, dan juga pada tingkat terbawah komisariat, dapat menjadi sokoguru di masyarakat.

Jika data jumlah perguruan tinggi Indonesia berjumlah 4000-an, separuhnya ada komisariat, bahkan dalam satu perguruan tinggi berdiri lebih dari satu komisariat, maka ini akan menjadi kekuatan tersendiri untuk menggerakkan masyarakat.

Dimulai dari kemampuan mahasiswa, dan pada saatnya mereka sudah menyelesaikan Pendidikan sarjana. Akan memberikan abdi terbaiknya, pada lingkungannya masing-masing.

Indonesia masa depan, salah satunya dengan keberadaan dan ketersebaran kader HMI. Alumni HMI dengan kepakaran, dan juga kemahiran dalam pelbagai bidang kehidupan, akan menjadi daya dukung perjalanan Indonesia.

Jakarta Post menuliskan editorial berjudul “Indonesia without HMI?”. Masa itu, 2015 HMI menyelenggarakan kongres di Pekanbaru.

Masa lalu, HMI telah memberikan keikutsertaan dengan kelangsungan Indonesia, dua tahun setelah Proklamasi Indonesia tercinta.

Semangat keindonesiaan itulah yang justru mendasari HMI harus didirikan. Lagi-lagi, walau diririkan di Yogyakarta, tetapi HMI tidak lagi hanya di ibukota.

Ketika HMI, dengan kader dan alumni berada di desa-desa. Turut dalam pengembangan desa, dan mendorong kiprah masyarakat desa, itu bisa menjadi daya sanding untuk kader dan alumni HMI yang ada di kota.

Pada kesempatan itu, justru Indonesia masa depan lebih mudah dibayangkan dan direncanakan untuk mewujudkan Masyarakat Adil Makmur yang Diridhai Allah SWT.

***