Sejumlah Kejanggalan Kemnaker Diungkap CBA, Ada Aroma Korupsi?

Musa Zainuddin telah menjadi terpidana perkara suap tersebut. Keterangan mantan politisi PKB tentang aliran dana ini bukan main main, tidak bisa juga dijadikan bagian candaan bagi KPK.

Selasa, 11 Agustus 2020 | 22:17 WIB
0
226
Sejumlah Kejanggalan Kemnaker Diungkap CBA, Ada Aroma Korupsi?
Menaker Ida Fauziah dan Muhaimin Iskandar. (Foto: KebumenEkspres.com)

Center for Budget Analysis (CBA) menemukan dugaan penyalahgunaan anggaran di tubuh Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker). Penyalahgunaan anggaran ini terkait dua proyek pengadaan publikasi dan sosialisasi yang dijalankan pada 2019 dan 2020.

Salah satu proyek tersebut terkait dengan pencegahan Virus Corona atau Covid-19. Berikut detailnya.

Pertama, pada 2019 Kemnaker menjalankan proyek publikasi dan sosialisasi terkait kebijakan pengaturan tenaga kerja dalam negeri di media videotron dan televisi. Dengan spesifikasi berupa iklan layanan masyarakat.

Pekerjaan dimulai dari produksi sampai penanyangan di stasiun televisi lokal dan nasional. Iklan animasi infografis, mulai dari produksi sampai penayangan di videotron, dan terakhir pelaporan.

Untuk proyek di atas anggaran yang dihabiskan sebesar Rp 7.789.550.000, dan perusahaan yang menjalankan proyek ini adalah PT Weharima Ristuina (PT. WR) yang beralamat di Jl. Pakis Raya No. 44 RT. 008/006 Rawa Buaya Cengkareng, Jakarta Barat.

Adapun temuan CBA untuk proyek publikasi dan sosialisasi kebijakan pengaturan tenaga kerja dalam negeri di media videotron dan televisi, berupa dugaan mark up dalam penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang tidak rasional.

Sebagai contoh, dalam tahapan pelaporan pihak Kemnaker melaporkan. Harga Pelaporan untuk 5 Eksemplar dalam HPS dan RAB, mulai dari laporan awal, laporan antara, sampai laporan akhir sebesar Rp 43 juta.

“Padahal biaya yang sesungguhnya hanya Rp 8,8 juta, ada selisih sebesar Rp 34,2 juta,” ujar Jajang Nurjaman, Koordinator Investigasi CBA.

Selanjutnya, proyek pada 2020 yakni proyek Pengadaan publikasi materi sosialisasi program pengembangan dan perluasan kesempatan kerja pelaksanaan tugas fungsi melalui program serta kegiatan yang mendukung pencegahan penyebaran Covid-19 di media massa.

Kejanggalan dalam proyek ini adalah pihak yang dimenangkan oleh pihak Kemnaker masih perusahaan yang sama yakni PT. Weharima Ristuina dengan nilai proyek yang disepakati sebesar Rp 9.547.582.000.

Padahal PT. WR dalam proses lelang dari segi penilaian harga berada diposisi ke-7, terdapat 6 perusahaan yang bisa dipilih pihak Kemnaker dengan harga yang lebih efisien.

Menurut Jajang, kalaupun pihak Kemnaker berdalih memenangkan PT. WR berdasarkan dari penilaian kualitas, perusahaan ini di proyek sebelumnya, 2019 jelas bermasalah jadi kurang tepat untuk dipilih lagi.

Berdasarkan catatan di atas, CBA mendorong pihak KPK untuk membuka penyelidikan atas dua proyek pengadaan publikasi dan sosialisasi Kemnaker senilai Rp 17 miliar. Panggil dan periksa Pokja ULP serta PPK terkait, dan Menteri Ida Fauziyah untuk dimintai keterangan.

Tidak hanya itu. CBA juga menemukan dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek renovasi gedung lanjutan Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNS). Proyek tersebut dijalankan Satker Sekretariat BNS, dengan anggaran sebesar Rp 16,3 miliar.

Peserta lelang tersebut sebanyak 95 perusahaan. Dugaan tindak pidana korupsi terjadi dalam proses pelaksanan lelang, diduga kuat adanya kongkalikong antar oknum Kemnaker dengan swasta guna meleloloskan dan memenangkan perusahaan tertentu.

Jajang mengungkap beberapa kejanggalan dalam tahapan proses lelang yang diduga sengaja dimainkan oknum Kemnaker:

Pertama, berdasarkan Berita Acara Hasil Pemilihan nomor : 1/1331/UM.01.04/VII/2020, dari 95 perusahaan yang ikut serta, Kemnaker hanya mencatat atau meloloskan empat perusahaan saja yang mengajukan dokumen penawaran.

Yakni: 1. Hassco Laju Perkasa, 2. PT. Nenci Citra Pratama, 3. PT. Dwipa Bhirawa Persada, 4. PT. Rancang Bangun Mandiri. Minimnya perusahaan yang lolos saatpengajuan dokumen penawaran ini diduga kuat disebabkan karena permainan kotor dari oknum Kemnaker.

Modusnya oknum Kemnaker diduga sengaja menutup akses LPSE Kemnaker dalam tahap pengajuan dokumen penawaran sehingga peserta lelang tak bisa mengakses dan mengajukan dokumen penawaran.

Kedua, diduga kuat oknum Kemnaker sengaja mengarahkan perusahaan tertentu agar lolos dalam proses lelang tahapan evaluasi penawaran, dan mengabaikan perusahaan lain meskipun mengajukan tawaran yang rasional dan efisien.

Contohnya PT Djasipa Mitra Perkasa meskipun mengajukan dokumen penawara lebih rendah dibanding empat perusahaan yang lolos namun dinyatakan tidak lolos dalam tahap pengajuan dokumen penawaran harga.

Terakhir, PT Dwipa Bhirawa Persada yang dinyatakan lolos oleh pihak Kemnaker mulai dari tahapan evaluasi administrasi penawaran, evaluasi teknis, evaluasi harga, sampai evaluasi kualifikasi dan pembuktian kualifikasi, dari nilai kontrak yang diajukan Rp15.859.386.622.

Angka ini sebenarnya terlalu mahal jika dibandingkan 3 perusahaan lainnya, bahkan dari tawaran PT. DMP yang dinyatakan tidak lolos dalam tahapan dokumen penawaran harga dengan pengajuan nilai kontrak Rp12.694.790.388, ada selisih sebesar Rp 3,1 miliar.

Berdasarkan temuan di atas, CBA menduga proses lelang proyek renovasi gedung lanjutan BNS yang dijalankan Kemnaker hanyalah formalitas belaka, karena sejak awal diduga kuat sudah ditentukan pemenangnya.

“Oleh karena itu, CBA mendorong pihak berwenang dalam hal ini Komisi Pemberantasan Korupsi untuk membuka penyelidikan atas proyek renovasi gedung lanjutan BNS,” tegas Jajang.  

Panggil dan periksa pihak-pihak terkait seperti Pokja ULP dan Pejabat Pembuat Komitmen, serta Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah.

Suap Imin

Kemudian ada kasus lain yang saat ini juga menjadi sorotan publik adalah tidak seriusnya KPK mendalami dugaan aliran dana ke Ketum DPP PKB Muhaimin Iskandar alias Imin, terkait perkara suap proyek Kemen PUPR.

“Dibilang tidak serius karena KPK baru satu kali memeriksa Cak Imin di KPK. Setelah KPK memeriksa Cak Imin pada hari Rabu tanggal 29 Januari 2020, kasus ini seperti lenyap ditelan pandemik Covid 19,” ungkap Adri Zulpianto.

Padahal, lanjut Koordinator Aliansi Lembaga Analisis Kebijakan dan Anggaran (Alaska) itu, adanya aliran dana ke Cak Imin, terungkap dalam surat permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan mantan politikus PKB, Musa Zainuddin.

Musa Zainuddin telah menjadi terpidana perkara suap tersebut. Keterangan mantan politisi PKB tentang aliran dana ini bukan main main, tidak bisa juga dijadikan bagian candaan bagi KPK.

“Tetapi yang jelas keterangan JC Musa Zainuddin ini serius, dan informasi juga valid, tinggal KPK menguji beberapa bukti dan memanggil lagi saksi saksi lainnya,” tegas Adri Zulpianto.

“Maka untuk itu, pertama, kami dari Alaska meminta kepada KPK untuk segera mengungkap kasus suap tersebut. Jangan sampai kasus tersebut terlalu lama disimpan oleh KPK karena bisa bisa dimakan rayap,” tambahnya.

Kedua, lanjut Adri Zulpianto, KPK harus segera panggil lagi Cak Imin ke kantor KPK. Agak janggal KPK ini, bila memanggil Cak Imin baru satu kali saja.

“Seharusnya Cak Imin itu dipanggil beberapa kali ke KPK sebagai tanda keseriusan KPK dalam menyidik aliran duit tersebut,” tegas Adri Zulpianto.

Ketiga, lanjutnya, jangan lupa segera panggil juga Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid ke KPK. Dimana Jazilul Fawaid ini adalah anak buah Cak Imin. Menurut Musa Zainuddin, uang yang diterimanya dari Abdul Khoir tak dinikmatinya seorang diri.

“Tapi sebanyak Rp 6 miliar diserahkan kepada Sekretaris Fraksi PKB kala itu, Jazilul Fawaid di kompleks rumah dinas anggota DPR,” ungkap Adri Zulpianto.

***