Bung Karno [2] Gagasan Besar yang Ikonis di Jakarta

Kita yang hidup dimasa kini dengan segala kemampuan negara yang ada, harusnya bisa membuat karya besar bagi negara dan bangsa, bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok.

Jumat, 22 Mei 2020 | 05:38 WIB
0
371
Bung Karno [2] Gagasan Besar yang Ikonis di Jakarta
Digital art by ajinatha

Kecakapan seorang pemimpin di uji dimasa sulit, gagasannya untuk membangun sebuah negara diantara negara-negara maju di dunia tidak pernah padam. Paling tidak, dengan berbagai gagasannya yang monumental, dia tidak ingin negaranya direndahkan.

Bung Karno selama kepemimpinannya sudah membuktikan itu. Kita bisa melihat karya dan gagasannya yang masih utuh sampai saat ini di Jakarta, Ibu Kota Negara Indonesia. Berbagai bangunan yang merupakan hasil gagasannya tidak pernah ketinggalan zaman, dan masih sesuai dengan kekinian.

Bung Karno seorang pemimpin yang visioner, dan revolusioner. Gagasan-gagasan besarnya terhadap monumen, arsitektur selalu lebih maju darie pikiran-pikiran dan visi rakyatnya. Merefleksikan betapa luas wawasan dan pengetahuannya.

Pada bagian pertama tulisan ini, saya membahas tentang beberapa monumen, yang merupakan hasil gagasannya, seperti Monumen Nasional (Monas), Tugu/monumen Selamat Datang, Tugu/Monumen Pembebasan Irian Barat, dan Monumen Dirgantara atau yang lebih dikenal dengan Tugu Pancoran.

Pada bagian kedua tulisan ini, saya akan melanjutkan dengan bahasan mengenai, Gelora Bung Karno dan Jembatan Semanggi. Bangunan tersebut diatas, adalah hasil gagasan Bung Karno yang terbilang monumental dan spektakuler, yang menjadi bangunan ikonis di Jakarta.

Semua bangunan tersebut dikerjakan bukanlah disaat ekonomi Indonesia berjaya, tapi justeru dimasa sulit. Demi sebuah bangsa yang merdeka dan berdaulat, Bung Karno ingin Indonesia mempunyai prestige diantara negara-negara di dunia, dengan bangunan-bangunan yang monumental, dan tidak kalah dengan negara lainnya.

Bung Karno ingin mengatakan pada dunia, bahwa dia pemimpin yang memiliki "taste" yang tidak kalah baik, dibandingkan pemimpin negara lainnya. Kita bisa bandingkan semua bangunan yang merupakan gagasannya, tidak kalah bagus dibandingkan negara lainnya, dan terus abadi sampai sekarang.

Semangat dan rasa kebangsaan yang ingin beliau perlihatkan melalui berbagai gagasannya, terlihat dari berbagai kemegahan rancang bangunan yang tidak tanggung-tanggung, dari berbagai bangunan yang dihasilkan. Sehingga bangunan-bangunan tersebut sangat bisa dibanggakan, dan menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Gelora Bung Karno

Komplek berbagai fasilitas olah raga yang terletak di senayan ini pada awalnya dinamakan Pusat Olah Raga Bung Karno, nama itu merupakan hasil pembicaraan di suatu pagi sambil minum kopi, beberapa orang menteri berkumpul di serambi belakang Istana Merdeka. Diantaranya yang hadir;

Menteri Olahraga Maladi, Menteri Dalam Negeri dr. Soemarno Sosroatmodjo, Menteri Agama Saifuddin Zuhri, dan beberapa pejabat sipil dan militer.

Konon hanya Saifuddin Zuhri yang kurang berkenan dengan nama tersebut, lantas Bung Karno menanyakan apa nama yang pantas? Menag Saifuddin Zuhri mengusulkan nama Gelanggang Olah Raga Bung Karno, atau Gelora Bung Karno.

Nama itu langsung disetujui Bung Karno, karena memang sesuai dengan tujuan pembangunan dan peruntukannya.

Pada 21 Juli 1962, Sukarno meresmikan Gelora Bung Karno yang berkapasitas 110.000 orang. Sayangnya, dimasa Orde Baru terjadi de-Soekarnoisasi, sehingga nama Gelora Bung Karno berubah menjadi Stadion Utama Senayan. Namun Pada 2001, Presiden Abdurrahman Wahid mengembalikan nama Gelora Bung Karno.

Gelora Bung Karno (GBK) nan megah dan sangat prestisius itu sengaja dibangun untuk menghadapi perhelatan Asian Games IV, dimana Bung Karno ingin memperlihatkan, Indonesia sebagai negara yang besar tidak kalah dengan negara-negara lain di dunia. Pembangunannya didanai dengan kredit lunak dari Uni Soviet sebesar 12,5 juta dollar AS yang kepastiannya diperoleh pada 23 Desember 1958.

GBK merupakan gagasan Bung Karno, arsitekturnya dirancang oleh Fredrich Silaban, seorang arsitek kesayangan Bung Karno, yang karyanya banyak tersebar di Jakarta, bahkan juga di beberapa wilayah Indonesia semasa kepemimpinan Presiden Soekarno. Sumber

Jembatan Semanggi

Kalau melihat bentuk rancangan dan ide Jembatan Semanggi ini, sangat melampaui jamannya pada saat itu. Ini sebuah gagasan yang visoner dari seorang Ir.Soetami dan Bung Karno, yang mengubah rawa-rawa yang dipenuhi tanaman Semanggi, menjadi sebuah jembatan yang sangat prestisius, yang diharapkan mampu mengurai kemacetan yang terjadi pada saat itu.

Jembatan Semanggi adalah jembatan layang yang berada di persimpangan antara Jalan Sudirman dan Jalan Gatot Subroto. Jembatan ini dinamakan "Semanggi" karena bentuknya yang menyerupai daun semangggi dan juga wilayah pembangunannya dahulu merupakan daerah rawa yang dipenuhi semanggi. Proyek ini mulai dibangun pada tahun 1961, pada masa pemerintahan Soekarno dan masa jabatan Soetami, Menteri Pekerjaan Umum.

Bentuk daun semanggi dipilih oleh Soekarno karena dianggap simbol persatuan bangsa. Empat bagian daun menyerupai suku-suku yang ada di Indonesia, kemudian disatukan menjadi satu kesatuan daun yang utuh. Daun semanggi juga diibaratkan “suh” atau pengikat sapu lidi. Batang lidi yang disatukan oleh “suh” akan menjadi kokoh.

Tahun 1961 pembangunan Jembatan Semanggi diusulkan oleh menteri pekerjaan umum kala itu, Ir Soetami. Proyek itu diusulkan untuk mengatasi kemacetan yang mungkin timbul akibat laga akbar Asian Games tahun 1962 yang akan digelar di Jakarta. Ide Soetami disetujui Presiden Indonesia Ir Soekarno.

Meski didukung Presiden, rencana pembangunan jembatan tersebut dikecam masyarakat karena dianggap sebagai proyek yang tak bermanfaat bagi kesejahteraan rakyat dan cenderung sebagai pemborosan anggaran negara. Jembatan Semanggi dibangun dengan panjang total 1.509 meter dan lebar 30 meter.
Dengan dibangunnya jembatan itu, kemacetan di Jakarta saat menjadi tuan rumah Asian Games 1962 dapat diuraikan. Sumber

Menghargai sejarah adalah bentuk apresiasi kita terhadap apa yang sudah dilakukan oleh tokoh dimasa lalu, seperti apa kerja kerasnya membangun sebuah peradaban lewat bangunan-bangunan monumental yang meninggikan predikat negara Indonesia, diantara negara-negara lainnya didunia. 

Jerih payah yang disumbangkan untuk negara ini bukanlah sesuatu yang bersifat pamrih. Kita yang hidup dimasa kini dengan segala kemampuan negara yang ada, harusnya bisa membuat karya besar bagi negara dan bangsa, bukan untuk kepentingan pribadi dan kelompok, apa lagi untuk menyombongkan diri dengan laku politik yang tidak terpuji. 

Bersambung

Tulisan sebelumnya: Bung Karno [1] Gagasan Besar yang Ikonis di Jakarta

***