Bung Karno [1] Gagasan Besar yang Ikonis di Jakarta

Kalau untuk menyelesaikan gagasan-gagasan yang kecil saja tidak berkemampuan, bagaimana mungkin memiliki dan menciptakan gagasan besar yang monumental.

Sabtu, 16 Mei 2020 | 05:42 WIB
0
660
Bung Karno [1] Gagasan Besar  yang Ikonis di Jakarta
Ir.Soekarno/digital painting by Ajinatha

Orang-orang besar yang terkenal di dunia, menjadi besar hampir rerata karena gagasan dan pemikiran besarnya. Dalam tulisan ini saya tidak membahas orang-orang besar dunia, tapi saya mengkhususkan sosok orang besar Indonesia yang sangat terkenal di dunia, yakni Presiden RI yang pertama Ir. Soekarno.

Tulisan ini pun mengupas hal yang lebih spesifik tentang berbagai bangunan, baik yang berupa arsitektur atau pun monumen hasil gagasan Bung Karno, yang begitu ikonis dan monumental, sehingga bisa menjadi ciri/ikon Ibu Kota Indonesia Jakarta, antara lain:

Monumen Nasional (Monas)

Presiden Soekarno menggagas sebuah Monumen Nasional yang prestisus, yang setara dengan Menara Eiffel, di lapangan tepat di depan Istana Merdeka. Monumen ini di bangun bertujuan mengenang perjuangan bangsa Indonesia pada masa revolusi kemerdekaan 1945.

Pada tanggal 17 Agustus 1954, di bentuk sebuah komite untuk pembangunannya, dan pada tahun 1955 sayembara perancangan Monumen Nasional digelar. Dari 51 karya yang ikut sayembara, hanya satu karya Frederich Silaban yang dianggap memenuhi kriteria komite.

Rupanya meski pun karya F Silaban dianggap memenuhi kriteria, namun Bung Karno (BK) masih menganggap belum memenuhi apa yang ada dalam angan-angannya. Maka diadakan sayembara kedua, yang diikuti 136 peserta. Namun lagi-lagi tidak ada yang memenuhi kriteria, akhirnya ketua dewan juri meminta F Silaban memperlihatkan karyanya pada Bung Karno.

BK kurang menyukai karya F Silaban, BK menginginkan monumen itu berbentuk Lingga dan Yoni. Silaban diminta merancang seperti apa yang diiginkan BK, tapi rupanya karya Silaban terlalu luar biasa, sehingga biayanya terlalu mahal. Sementara kondisi ekonomi sedang tidak memungkinkan.

Singkat kata, akhirnya BK meminta arsitek RM Soedarsono untuk melanjutkan rancangan Silaban. Soedarsono memasukkan unsur 17, 8, dan 45, yang melambangkan 17 Agustus 1945. Tugu Monas mulai di bangun 16 Agustus 1961, dirancang oleh F Silaban dan RM Soedarsono. Sumber

Tugu Selamat Datang Jakarta

Tugu ini sangat monumental, begitu juga gagasannya. Tugu ini dibangun tahun 1962, hanya selisih satu tahun dengan pembangunan Tugu Monas. Tujuan pembangunan Tugu ini untuk menyambut tamu Asian Games IV, Senayan.

Gagasan pembuatan tugu ini berasal dari Presiden Soekarno, dan rancangan awalnya dikerjakan oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta, yang juga seorang seniman, yakni Henk Ngantung, yang pada akhirnya pernah menjadi Gubernur DKI Jakarta.

Tugu yang tinggi kakinya sekitar 10 M, dan dengan tinggi patung kurang lebih 7 M, dikerjakan oleh Keluarga Arca Yogyakarta yang dipimpin oleh seniman Edhi Sunarso di Karangwuni. Tugu ini juga terbilang sangat ikonis dan monumental, dan menjadi salah satu ciri kota Jakarta. Sumber

Monumen Pembebasan Irian Barat

Monumen yang terletak ditengah-tengah lapangan Banteng ini juga terbilang Monumental. Monumen ini di bangun untuk mengenang pejuang Trikora, dan masyarakat Irian Barat yang memilih menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Ketinggian Monumen ini mencapai 35 meter, yang arsitekturnya di rancang oleh Frederich Silaban, yang terdiri tiang monumen dan patung yang terbuat dari perunggu. Sementara patung ya sendiri dikerjakan oleh Keluarga Arca Yogyakarta, yang dipimpin oleh Edhi Sunarso.

Gagasan pembuatan monumen ini juga di prakarsai oleh Presiden Soekarno. Ini sebuah gagasan besar dari seorang pemimpin bangsa, yang pada dasarnya bertujuan untuk memperindah landscape Jakarta, dan menjadi salah satu ikon kota Jakarta. Monumen ini diresmikan Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1963. Sumber

Monumen Patung Dirgantara

Monumen ini lebih dikenal dengan Patung Pancoran atau Tugu Pancoran. Monumen ini juga merupakan gagasan Presiden Soekarno, monumen ini didirikan sebagai bentuk apresiasi negara terhadap kedirgantaraan. Itulah makanya lokasi patung ini pun berada didekat Markas Besar TNI Angkatan Udara (sekarang menjadi Wisma Aldiron).

Patung ini menggambarkan manusia angkasa, yang berarti menggambarkan semangat keberanian bangsa Indonesia untuk menjelajah angkasa. Posisi patung ini sangat strategis, karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang, yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma.

Patung ini dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar tahun 1964 - 1965 dengan bantuan dari Keluarga Arca Yogyakarta. Sedangkan proses pengecorannya dilaksanakan oleh Pengecoran Patung Perunggu Artistik Dekoratif Yogyakarta pimpinan I Gardono.

Berat patung yang terbuat dari perunggu ini mencapai 11 Ton. Sementara tinggi patung itu sendiri adalah 11 Meter, dan kaki patung mencapai 27 Meter. Proses pembangunannya dilakukan oleh PN Hutama Karya dengan Ir. Sutami sebagai arsitek pelaksana.

Pengerjaan patung ini sempat terhambat karena adanya peristiwa G 30 S PKI, sehingga baru bisa diselesaikan pada tahun 1966. Selama dalam proses pengerjaannya sempat ditongkrongi Bung Karno, bahkan konon kabarnya sempat kehabisan biaya, sehingga Bung Karno menjual mobil pribadinya untuk menyelesaikan patung tersebut. Sumber

Kalau melihat dari sejarah pembangunan empat monumen diatas, sangatlah berurutan setiap tahun, dan dalam kondisi negara yang tidak jaya secara ekonomi, namun gagasan-gagasan besar tersebut harus diwujudkan, apa pun caranya.

Mungkin kalau seperti kondisi saat ini Bung Karno sudah habis di nyinyiri setiap hari.

Sebagian pasti menganggap untuk apa itu semua, tidak ada manfaatnya bagi rakyat, tapi bangunan monumen yang sangat monumental tersebut sangatlah prestisius, merupakan karya dan gagasan yang besar dari seorang pemimpin negara, yang memiliki wawasan yang luas.

Sebagai karya seni yang monumental, monumen tersebut berfungsi memperindah landscape Jakarta, dan menjadi sesuatu yang besar sangat ikonis, dan mudah diingat sebagai ikon kota Jakarta sebagai Ibu Kota Indonesia.

Termasuk juga Monumen atau Tugu Pemuda yang berada di Senayan, dan Gelora Bung Karno, Hotel Indonesia, Wisma Nusantara, dan Gedung DPR/MPR Senayan, juga Mesjid Istiqlal. Yang semuanya merupakan bagian dari gagasan besar Presiden Soekarno, yang sampai saat ini tidak lekang oleh waktu.

Ini harusnya menjadi cermin bagi pemimpin dimasa kini, kalau kata KH Agus Salim, "Memimpin itu adalah menderita", itulah makanya pemimpin dimasa lalu memiliki kekuatan mental yang luar biasa, tahan banting, dan tahan uji, sehingga mampu berpikir dan bertindak secara besar.

Kalau untuk menyelesaikan gagasan-gagasan yang kecil saja tidak berkemampuan, bagaimana mungkin memiliki dan menciptakan gagasan besar yang monumental. Hal yang remeh-temeh saja tidak mampu dituntaskan, gimana mungkin bisa dibebankan tugas dan tanggung jawab yang besar.

Bersambung

***