Misteri Pertemuan Jokowi-Prabowo, Manuver Siapa?

Prabowo bertemu Jokowi tersebut, bukan akhir dari Pilpres 2019. Tapi, ini adalah awal dari sebuah cerita.

Rabu, 17 Juli 2019 | 17:06 WIB
0
468
Misteri Pertemuan Jokowi-Prabowo, Manuver Siapa?
Pertemuan Prabowo Subianto dengan Presiden Joko Widodo di Stasiun MRT Lebak Bulus. (Foto: Beritagar.id).

Minggu (14/7/2019), Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto  mengunggah sebuah gambar dalam akun Instagramnya @prabowo setelah pertemuannya dengan Presiden Joko Widodo di Statisun MRT Lebak Bulus, Sabtu (13/7/2019).

Prabowo menegaskan, ia tak akan pernah terjadi tawar menawar terhadap cita-cita dan nilai yang dipegangnya. “Seluruh hidup saya telah saya persembahkan kepada kepentingan Bangsa dan Republik Indonesia,” ungkapnya.

“Saya tidak akan pernah tawar-menawar terhadap cita-cita dan nilai yang saya pegang yaitu Indonesia yang merdeka, berdaulat, adil, dan makmur,” kata Prabowo. Ia juga menginginkan Indonesia yang berdiri di atas kaki sendiri.

Rakyat Indonesia yang menikmati hasil kekayaan dari Indonesia sendiri. “Indonesia yang utuh dari Sabang sampai Merauke, Bhinneka Tunggal Ika yang berdasarkan UUD ’45,” tulis Prabowo dalam akun Instagramnya @prabowo.

Sebelumnya, Presiden Jokowi bertemu dengan Prabowo Subianto Sabtu pagi tadi di Stasiun MRT Lebak Bulus. Pertemuan ini adalah hasil kerja sama tiga tokoh penting.  Mereka adalah Kepala BIN Budi Gunawan, Sekretaris Kabinet yang juga politisi PDIP Pramono Anung dan politisi Partai Gerindra Edhy Prabowo.

Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Sohibul Iman mengakui, Prabowo menyuratinya soal pertemuan dengan Jokowi. Dalam surat tersebut Prabowo menjelaskan tujuan bertemu Jokowi.

Jumat (12/7/2019) sekitar pukul 23.00 WIB, utusan Prabowo antar surat ke rumahnya untuk memberitahu, besok atau lusa atau lain waktu, Prabowo akan bertemu Jokowi. “Tujuannya menjaga hubungan baik. Tidak disebutkan agendanya secara spesifik,” kata Sohibul.

Ia menilai pertemuan tersebut wajar saja terjadi. Sebab, setiap partai memiliki sikap masing-masing. “Tidak setiap langkah politik elit harus dikomentari. Entar bikin gaduh. PKS tentu juga punya sikap politik sendiri yang akan ditentukan melalui Musyawarah Majelis Syuro,” kata Sohibul, Senin (15/7/2019).

Sebelumnya, surat serupa juga dikirim Prabowo kepada Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais. Ia mengatakan mantan capres Prabowo sempat mengirimkan surat padanya ke kediamannya di Jogjakarta pada 12 Juli 2019.

Seperti dilansir Viva.co.id, Senin (15/7/2019), surat tersebut berisi pemberitahuan Prabowo yang akan bertemu Jokowi pada Sabtu, 13 Juli 2019.

“Isinya Pak Amien, kemungkinan 13 Juli akan ada pertemuan dengan Jokowi. Bagi saya Pak Amien, kepentingan lebih besar yaitu keutuhan bangsa NKRI, itu lebih saya pentingkan,” kata Amien menirukan surat Prabowo padanya, Senin, 15 Juli 2019.

Ia menambahkan pada paragraf kedua surat Prabowo, dituliskan setelah pertemuan tersebut, Prabowo akan menemui Amien di Jogjakarta atau Jakarta. Dan, Selasa (16/7/2019), Amien sudah bertemu Prabowo di Jakarta.

Terkait isu Rekonsiliasi, lucu baginya bila dalam bentuk bagi-bagi kursi. Justru bagi kursi bukanlah rekonsiliasi karena dianggap politisi tak lagi memiliki kekuatan moral dan tidak memegang disiplin partai.

“Sekarang saya tetap, rekonsiliasi agar bangsa tak pecah saya 1.000 persen setuju, Mbah-nya setuju. Tapi, jangan sampai itu diwujudkan dengan bagi-bagi kursi, karena apa gunanya dulu bertanding ada dua paslon tapi ujung-ujungnya lantas bagi-bagi,” kata Amien.

Perang Dalang

Ada yang menarik dari catatan Direktur The Global Future Institute (GFI) Hendrajit. “Lepas dari sikap kritis saya terhadap langkah politik Prabowo, amati riil politiknya. Kesampingkan dulu emosi. Jadi jangan cuma retorika. Atau spekulasi,” katanya.

Ibarat cerita. Kita petakan dulu para aktornya. Pertama, di pihak Jokowi, principal character-nya ada tiga. Budi Gunawan, Pramono Anung, dan Erick Tohir. Di pihak Prabowo, ada dua. Ahmad Muzani dan Edhy Prabowo.

“Apa yang bisa kita simpulkan sampai di sini. Kedua kubu nggak ingin bawa banyak pemain yang bikin ribet,” lanjut Hendrajit kepada PepNews.com.

Kedua, seperti dalam tulisan Hendrajit sebelumnya, dengan formasi tiga serangkai BG-Pram-Erick, dirigen politik adalah BG. Apa karena dia Kepala BIN? Bukan. BG ini hububungan aatau pemain penghubung Megawati Soekarnoputri dan Jusuf Kalla sejak 2014.

Karena BG orang kepercayaan Mega dari dulu. Kemudian, Pram. Sebetulnya dia juga orang kepercayaan Mega, tapi dari sayap lain. Dia alumni ITB. Beberapa kali jadi direktur operasi beberapa perusahaan minyak. Orang dekat pengusaha minyak Arifin Panigoro.

Hebatnya Pram yang asli Jawatimuran (tepatnya Kediri) ini, bisa main cantik di PDIP, jadi orang kepercayaan Mega, tapi tak dimusuhi Taufik Kiemas (alm). Biasanya kalau dekat salah satu, pasti tidak disenangi satunya.

“Jadi kalau Pram jadi Sekretaris Kabinet Jokowi, bisa kebayang kan pengaruhnya kayak apa,” ungkap Hendrajit. Bagaimana Erick? Tentu saja dia dilibatkan dalam pertemuan MRT bukan karena Ketua TKN Joko Widodo – Ma’ruf Amin.

Tapi karena Erick itu pengusaha dari jaringan JK. Dan bersama Sandi, sama-sama termasuk Astra Connection. Apapun ceritanya dulu, Erick dan Sandi pernah dekat Edward Suryajaya. “Eng ing eng. Mulai nyambung ye?” lanjutnya.

Dalam formasi Prabowo, ada Muzani, orang setia Prabowo dari jaman masih susah plus Edhy Prabowo. Dari sini saja bisa tergambar, Prabowo ingin pegang kendali penuh. Tanpa direcoki pemain-pemain Gerindra lainnya yang punya hobi improvisasi.

Setelah memotret para aktor. Apa skema dan skenario dari perundingan para aktor tersebut? Okelah anggap saja polibiro lima memang nggak diikutkan dengan berbagai alasan. Tapi apa agenda yang mau diseting Mega, JK, dan Prabowo?

Inilah pertanyaan krusial di balik kemarahan dan kekecewaan publik pendukung Prabowo. Sebab kalau melihat konstruksi para aktor yang manggung di MRT, kelihatan sekali sarat kepentingan ekonomi bisnis para konglomerat.

Semua itu terkait migas, tambang batubara, dan otomotif. Amerika Serikat, Jepang, China, pastinya ikut nimbrung juga. JK misalnya, dekat dengan Huwa Huwei. Erick dan Sandi dekat Astra dan Jepang.

“Melalui keduanya, kalau Ginanjar Kartasasmita dan Jepang deal, Sandi dan Erick yang jadi eksekutornya di tingkat teknis,” ungkap Hendrajit.

Lantas bagaimana dengan gang of five. AM Hendropriyono meski tak ikutan acara MRT, dia sekutu Ginanjar saat 1998 rame-rame mundur dari Kabinet Suharto. Luhut Binsar Panjaitan juga sama. Dia dan Arifin sudah Cs-an dari sejak KAMI-KAPPI 1966 waktu di Bandung.

Arifin lebih senior. Apalagi ayahnya Luhut pernah di Stanvac, cikal bakal Medco miliknya Arifin. Susilo Bambang Yudhoyono juga seirama sama Hendro dan Luhut. Cuma kemudian SBY mampu membuat jaringan dan komunitas sendiri.

Sehingga Hendro dan Luhut tidak bisa mengatur junior satu ini seenaknya. Dan Moeldoko walau pernah jadi Sekpri Hendro, lebih solid hubungannnya dengan SBY. Makanya, waktu masuk jadi Kepala KSP, Pram dan Pratikno, apalagi Teten Masduki, sempat kelimpungan.

“Tapi sekarang kabarnya semua sudah happy. Dapat bagian yang sama,” ujar Hendrajit. Well, inilah medan tempur yang harus dihadapi Prabowo dalam perang diplomasi pasca pertemuan MRT? Prabowo yang mampu mengubah sistem atau malah terserap dan diubah oleh sistem?

“Sekarang ngerti sendiri dong kalau emak-emak militan pada meradang?” lanjut Hendrajit. Hanya sampai di sinikah? Ternyata tidak juga. Coba saja petakan lagi siapa yang hadir saat Jokowi bertemu Prabowo.

Prabowo bertemu Jokowi tersebut, bukan akhir dari Pilpres 2019. Tapi, ini adalah awal dari sebuah cerita. Pertemuan Teuku Umar, Cendana, dan Hambalang. Kisahnya makin berbelit dan penuh kejutan buat SBY, Luhut, dan Hendro, serta CSIS.

Mengapa Luhut yang biasanya selalu “mengawal” Jokowi tidak tampak batang hidungnya? Kalau Hendro dan SBY jelas tidak pernah secara atraktif menunjukkan berada di belakang Jokowi. SBY adalah primus inter pares diantara ketiganya.

Saya yakin, saat ini yang kebingungan adalah SBY Cs dan CSIS. Kubu mereka selama ini berharap Prabowo tak menemui Jokowi, sehingga lebih mudah memainkan Jokowi. Inilah perangnya Ki Dalang di belakang Jokowi maupun Prabowo.

Manuver MRT Lebak Bulus ini insya’ Allah akan berefek positif, paling cepat sepekan ke depan!

***