Dua Pinokio di Cover Tempo

Silakan revisi, tapi mbok ya tunggu DPR periode barulah. Toh tinggal menghitung hari. Toh isi DPR yang baru juga mayoritas masih dia-dia juga.

Selasa, 17 September 2019 | 06:15 WIB
0
838
Dua Pinokio di Cover Tempo
Cover majalah Tempo (Foto: wowkeren.com)

“Apa beda cover Tempo sama Obor Rakyat? Serius tanya,” begitu tulis seorang teman melalui Whatapps, Senin (16/9/) pagi.

“Males, ah jawabnya,” saya membalas. “Membuat perbandingan itu harus apple to apple, bukan dengan pamplet sampah”.

Pada 19 November 2001, Tempo pernah membuat cover bergambar Ketua Umum Partai Golkar yang juga Ketua DPR Akbar Tanjung (AT) dengan hidung super mancung seperti Pinokio. Saya tak tahu persis reaksi pribadi AT. Hanya saja keesokan harinya sejumlah pengurus teras Golkar berkumpul di Lantai 3 Gedung Nusantara III DPR-RI.

Usai rapat, Fahmi Idris Agung Laksono, Slamet Effendi Yusuf, dan Ferry Mursyidan Baldan menuju kantor redaksi Tempo di Jalan Proklamasi.

Mereka meminta redaksi Tempo mengklarifikasi laporan utama pada edisi terbaru yang dianggap memojokkan Golkar. Juga memprotes cover yang dianggap telah menghina partai.

Sejak Ahad (15/9/2019) malam, jagat media sosial telah riuh oleh bocoran cover Tempo yang resminya terbit, Senin pagi. Sampul bertajuk "Janji Tinggal Janji" itu menampilkan karikatur Jokowi beserta bayangan orang berhidung panjang.

Sejauh ini, baru Sekjen PDI-P Hasto Kristianto yang mengkritik dan menyebut cover tersebut tidak sopan. Itu pun baru bicara di media massa. Belum meminta klarifikasi langsung ke redaksi Tempo, atau barangkali melaporkannya ke Dewan Pers.

Tapi bila coba melirik ke media sosial, wah responsnya sudah tak keruan. Saking gak keruannya, ada yang mengira Tempo didalangi Amerika untuk membuat cover semacam itu. Sebab Jokowi selama jadi Presiden disebut terlalu pro China, dan Amerika gak terima.

Ada pula yang menerjemahkannya sebagai bentuk keinsafan Tempo bahwa selama ini telah salah mendukung Jokowi. 

“Bagi mereka, mantan walikota solo itu dianggap kerap ingkar janji.” Padahal sejak dulu Tempo ya begitu.

Tidak ada rumus tutup mata dan telinga hanya karena dia teman, dan akan selalu mencaci hanya karena tidak suka kepada seseorang. Jurnalisme Tempo tidak menghamba kepada penguasa, berpihak kepada satu golongan.

“Djurnalisme madjalah ini karena itu bukanlah djurnalisme untuk memaki atau mentjibirkan bibir; djuga tidak dimaksudkan untuk mendjilat atau menghamba. Jang memberinja komando bukanlah kekuasaan atau uang, tetapi niat baik, sikap adil dan akal sehat," begitu pengantar redaksi, Nomor Perkenalan Majalah Tempo,1971.


Akbar Tandjung

Komentar lebih jernih dan arif saya baca di twitternya Prof Nadirsyah Hosen. Lewat akun @ana_dirs, dosen Fakultas Hukum Monash University Australia itu justru menyebut cover Tempo artistik. "Yang hidungnya panjang kayak Pinokio adalah bayangan Jokowi, bukan gambar Jokowinya. Ada mesej yang kuat, tanpa melecehkan. Saya yakin Pak @jokowi tidak perlu tersinggung. Kritikan yang artistik dan argumentatif itu perlu dalam demokrasi," kicaunya.

Dalam kasus pemberitaan Tempo terkait revisi UU KPK, saya pribadi tak sepenuhnya setuju. Seperti halnya saya juga tak serta-merta menyokong sikap KPK yang secara apriori menolak revisi. Saya juga menyayangkan sikap Jokowi yang seolah mengabaikan psikologi politik yang berkembang.

Silakan revisi, tapi mbok ya tunggu DPR periode barulah. Toh tinggal menghitung hari. Toh isi DPR yang baru juga mayoritas masih dia-dia juga.

***