Inilah Cara Cerdas Indonesia Menjaga Kedaulatan Negaranya

Langkah pemerintah dalam peningkatkan penggunaan mata uang rupiah ini semakin mengokohkan bila menjaga kedaulatan NKRI.

Rabu, 3 April 2019 | 13:15 WIB
0
480
Inilah Cara Cerdas Indonesia Menjaga Kedaulatan Negaranya
Sumber Kompas.com

Setelah mengklaim kemenangannya atas ISIS, Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan akan menarik pasukannya dari Suriah. Pernyataan tersebut disampaikan Trump pada 19 Desember 2018. Namun demikian, beberapa waktu kemudian, lewat cuitan yang diunggahnya pada 7 Januari 2019, Trump menyangkal pernyataannya tersebut.

Entah apa yang membuat presiden negara adidaya ini menjadi plin-plan. Namun, pastinya kampanye Amerika di Suriah sudah bisa dibilang hampir menemui kegagalan. Pasalnya posisi Presiden Suriah Bashar Assad yang didorong mundur oleh AS dan para sekutunya justru semakin menguat pascamasuknya pasukan elit Rusia dan pasukan elit Iran pada pertengahan 2015.

Tetapi, dikabarkan juga tentang rencana Amerika Serikat yang akan menambah armada tempurnya di perairan Laut Tiongkok Selatan atau Laut China Selatan pada 2020. Malah, rencananya, 60 persen kekuatan militer AS akan terfokus di perairan sengketa tersebut.

Semenjak Trump berkuasa, Washington telah mengintensifkan angkatan laut dan patroli udara di lautan yang sebagian besar diklaim oleh China. Patroli tersebut digelar AS dengan mengatasnamakan “kebebasan operasi navigasi”. Operasi AS ini kemudian mendorong sekutu-sekutu AS, termasuk Inggris, Australia, Prancis dan Jepang, untuk melakukan hal serupa.

Rencana AS tersebut mau tidak mau akan memanaskan suhu kawasan perairan yang pada salah satu sisinya bersinggungan dengan kedaulautan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karenanya mau tidak mau Indonesia pun pastinya terkena imbasnya.

Di bawah pemerintahan Jokowi, Indonesia pun menunjukkan agresifitasnya dengan meningkatkan kekuatan militer di kepulauan Natuna dan pengerahan kapal perang ke kawasan tersebut. Langkah Indonesia ini berbeda dengan sikap negara-negara lainnya yang cenderung lunak terhadap klaim China.

Bukan hanya itu, pada Juli 2017 Indonesia mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Tiongkok Selatan. Sikap pemerintah Jokowi ini lantas memancing kemarahan Beijing. Indonesia pun dipaksa untuk membatalkannya.

Soal kedaulatan NKRI, Jokowi memang tidak mau main-main. Jokowi tahu persis bila kekuatan militer Indonesia menurut Globalfirepower.com berada di urutan ke 15 dari 137 negara. Sedangkan kedua negara yang saling berhadapan di Laut Tiongkok Selatan, Amerika Serikat dan China, menempati posisi pertama dan ketiga. Tetapi, Indonesia tahu persis jika kekuatan militer bukan segalanya dalam menjaga kedaulatan wilayah negara.

Selain mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Tiongkok Selatan, pada 1 Juni 2015 Bank Indonesia menerbitkan Surat Edaran Bank Indonesia No. 17/11/DKSP. Surat Edaran BI yang dikeluarkan tepat pada Hari Pancasila ini berperihal tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negera Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam salah satu butirnya, menyebutkan “Kewajiban penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas teritorial. Setiap transaksi yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, baik dilakukan oleh penduduk maupun bukan penduduk, transaksi tunai maupun non tunai, sepanjang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah”

Dengan adanya SEBI No. 17/11/DKSP, maka segala transaksi, selama itu berlangsung di wilayah NKRI wajib menggunakan rupiah sebagai alat tukarnya, termasuk upah tenaga kerja asing bila kontrak kerjanya diteken di wilayah NKRI. Kecuali jika kontrak kerja tenaga kerja asing tersebut ditandatangani di luar negeri.

Demikian juga apartemen dan operator pelabuhan. Selama transaksi di wilayah Indonesia itu harus pakai rupiah. Contohnya Pelindo. Sebagai operator pelabuhan, Pelindo, wajib melakukan transaksi dalam rupiah termasuk dalam jasa bongkar muat.

Jadi, apapun itu transaksinya, selama dilakukan di wilayah kedaulatan NKRI, maka wajib hukumnya mengunakan mata uang rupiah.

Surat edaran tersebut juga dengan tegas menyatakan barang siapa yang kedapatan masih menggunakan mata uang asing pada setiap transaksi tunai dan menampilkan label harga selain rupiah akan diganjar sanksi mulai Juli 2015 dengan hukuman mulai dari teguran, pencabutan izin usaha, hingga denda maksimal Rp 1 miliar atau kurungan penjara 1 tahun.

Belum cukup dengan SEBI No. 17/11/DKSP, sebulan kemudian, Bank Indonesia mempersenjatai kebijakannya dengan memberlakukan Peraturan Bank Indonesia Nomor 17/3/PBI/2015 tentang Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam PBI No. 17/3/PBI/2015 disebutkan, “PBI ini merupakan ketentuan yang diterbitkan untuk mewujudkan kedaulatan Rupiah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan untuk mendukung tercapainya kestabilan nilai tukar Rupiah.”

Sebagaimana yang tertulis dalam e-book “Cinta Rupiah: Bela Negara Tanpa Senjata” yang diunggah Bank Indonesia, membela negara tidak harus berperang dengan mengangkat senjata. Membela dan menjaga kedaulatan negara Indonesia pun bisa dilakukan dengan menggunakan rupiah di setiap transaksi yang berlangsung di seluruh wilayah NKRI.

Langkah pemerintah dalam peningkatkan penggunaan mata uang rupiah ini semakin mengokohkan bila menjaga kedaulatan NKRI bukan hanya dengan meningkatkan kekuatan militernya. Tetapi juga ada sejumlah langkah lainnya yang mungkin tidak terpikirkan oleh pemerintah-pemerintah sebelumnya.

***