Neno dan Ilusi Perang Badar

Senin, 25 Februari 2019 | 06:03 WIB
0
394
Neno dan Ilusi Perang Badar
Foto: edit by Ajinatha

 

Mengibaratkan Pemilu seperti menghadapi Perang Badar adalah salah besar. Ingin meraih simpati masyarakat lewat Agama boleh saja, tapi tetap dengan cara yang benar. Kalau Pemilu dianggap sebagai Perang Badar, maka itu sama saja membenturkan sesama ummat Islam.

Antara Pemilu dan Perang Badar jelas berbeda, perang Badar itu adalah perang yang dilakukan ummat Islam untuk Pertama kalinya, dan saat itu jumlah ummat Islam masih sangat sedikit. Jadi wajar Rasulullah SAW berdoa kepada Allah, memohon jangan sampai kalah, kalau tidak menang maka habislah ummat Islam.

Dalam konteks Pemilu, doa perang Badar dilantunkan Neno Warisman, lewat puisi Munajat 212, memangnya musuh ummat Islam siapa.? Lawannya Prabowo apakah musuh Islam.? Yang benar aja, memangnya K.H Ma'ruf Amin bukan Islam, Tuan Guru Bajang bukan Islam.? dan Jokowi bukan Islam.

Kalau tiga tokoh diatas dianggap musuh Islam, lantas apakah Prabowo tokoh Islam.? Kenapa harus bilang kalau Tuhan tidak memenangkan kelompoknya, maka tidak ada lagi yang Akan menyembah Tuhan, seberapa hebatnya keislaman orang-orang yang Ada dikelompoknya, sehingga Tuhan perlu diancam untuk memenangkan.

Cara berpikir Neno sangat cacat logika, hanya cuma karena ingin mencari simpati masyarakat, dan Demi syahwat Kekuasaan junjungannya, dia berusaha mensitir doa Rasulullah SAW, saat menghadapi Perang Badar. Padahal doa Rasulullah SAW sendiri tidak mengandung ancaman, lebih memohon daripada mengancam.

"Ya Allah Azza was Jalla, penuhilah janji-Mu kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla berikanlah apa yang telah Engkau janjikan kepadaku. Ya Allah Azza wa Jalla, jika Engkau membinasakan pasukan Islam ini, maka tidak ada yang akan beribadah kepada-Mu dimuka bumi ini." [HR. Muslim 3/1384 hadits no.1763]

Rasulullah SAW saja penuh dengan kesantunan dalam memohon kepada Allah Azza wa Jalla, kok cuma seorang Neno bisa mengancam Allah SWT lewat doanya, hanya untuk memenuhi syahwat Kekuasaan kelompoknya, yang mengatasnamakan Jihad membela Agama Allah.

Coba bandingkan dengan doa Neno Warisman, saat Munajat 212 pada tanggal 17/02/2018 yang baru lalu, yang mana acara tersebut mengatasnamakan berdoa, dan berzikir untuk bermunajat kepada Allah, namun muatannya terkesan untuk kemenangan kubu yang didukungnya dalam Pemilu

"Namun, kami mohon jangan serahkan kami kepada mereka yang tak memiliki kasih sayang pada kami dan anak, cucu kami dan jangan, jangan kau tinggalkan kami dan menangkan kami. Karena jika engkau tidak menangkan kami, (kami) khawatir Ya Allah, kami khawatir Ya Allah, tak ada lagi yang menyembahmu."

Makna kata 'kami' dalam puisi tersebut konteksnya jelas, ingin mengatakan dia dan kelompoknya yang sedang bermunajat. Sedangkan kata 'menangkan' dalam puisi tersebut sangat kontekstual dengan Pemilu yang sedang dihadapi.

Neno boleh saja berargumentasi bahwa doa tersebut tidak ada konteksnya dengan ajang Pilpres dan Perang Badar, tapi dalam Tahun Politik, menjelang Pilpres, tetap saja momentum tersebut akan dikaitkan dengan konteks Pilpres, apa lagi politisi yang hadir dalam acara Munajat 212 tersebut, adalah para politisi dari kubu Prabowo.

Semua orang tahu kalau Neno adalah salah satu Pentolan Gerakan #2019GantiPresiden, jadi sulit untuk mengatakan, puisi doa yang dilantunkan Neno tersebut tidak terkait dengan Pilpres 2019, merupakan puisi Yang bersifat pribadi. Kenyataannya puisi tersebut sibacakan dalam suatu acara kampanye dalam kemasan doa bersama.

***