Arahan “Satu Jari" dalam Forum IMF-WB Ternyata Niatnya Cuma Guyon

Senin, 22 Oktober 2018 | 14:38 WIB
0
574
Arahan “Satu Jari" dalam Forum IMF-WB  Ternyata Niatnya Cuma Guyon

Wajah Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan (LBP) setiap kali muncul di televisi kali ini tampak begitu tegang. Itu terjadi setelah skandal suap perizinan Meikarta di Kabupaten Bekasi mulai ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, LBP disebut-sebut sebagai pejabat yang turut “menjamin” perizinan pembangunan mega proyek Meikarta milik taipan James Riady ini “sudah beres”. Padahal, nyatanya semua ini bohong belaka dan terindikasi telah terjadi penipuan kepada masyarakat.

Belum selesai masalah Meikarta, muncul pula persoalan baru yang menyeret lagi nama LBP dan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (SMI). Kedua menteri Kabinet Kerja ini telah diadukan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) terkait arahan “satu jari”.

LBP dan SMI diadukan ke Bawaslu oleh Dahlan Pido didampingi Advokat karena diduga melakukan pelanggaran pemilu saat penutupan pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia di Denpasar, Minggu (14/10/2018).

“Ada dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat negara, Luhut Binsar Pandjaitan dan Sri Mulyani, dugaan pelanggaran menyebutkan identitas pasangan calon, Jokowi nomor satu,” kata Dahlan Pido di Gedung Bawaslu, Jakarta, Kamis (18/10/2018).

Dahlan Pido membawa bukti berupa pemberitaan media yang ada dan sebuah disket yang berisi gambar video saat kejadian tersebut. Ada sedikit kejadian di mana direktur IMF dan WB itu akan menunjukan jari awalnya dua, lalu dikoreksi oleh LBP dan SMI.

Ia menjelaskan, pelanggaran dugaan terjadi saat sesi foto bersama Direktur Internasional Monetery Fund (IMF) Christine Lagarde, Presiden World Bank (WB) Jim Yong Kim, Menko LBP, dan Menkeu SMI serta Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjio.

Dalam sesi foto tersebut, Menko LBP dan Menkeu SMI dinilai telah mengarahkan Direktur IMF dan juga Presiden WB tidak berpose dengan dua jari (victory), namun dengan satu jari, dan menyatakan satu untuk Jokowi, katanya.

Jadi, “Ada sedikit kejadian di mana direktur IMF dan WB itu akan menunjukan jari awalnya dua, lalu dikoreksi oleh Pak Luhut dan Ibu Sri Mulyani,” kata Dahlan Pido kepada berbagai media di Jakarta.

Dalam kejadian yang terekam dalam video itu SMI mengucapkan, “Jangan pakai dua, bilang not dua, not dua, not dua.” Sementara LBP mengatakan kepada Direktur IMF, “No, no, no, not two, not two”. Kemudian SMI mempertegas, “Two is for Prabowo, and one is Jokowi.”

Hal itu, menurutnya, patut diduga terjadi pelanggaran pemilu yang dilakukan pejabat negara dengan mengarahkan pada paslon nomor 1, Joko Widodo – Ma'ruf Amin, sesuai dengan UU no 7/2017 tentang Pemilu pasal 282 dan pasal 283 ayat 1 dan 2.

Menurut kuasa hukum Advokat Nusantara M. Taufiqurrahman yang mendampingi Dahlan Pido, tindakan tersebut patut diduga sebagai ajakan dan himbauan untuk mengarahkan pada salah satu paslon presiden – wakil presiden dan merugikan paslon lainnya.

“Apakah hal ini nantinya dinilai melanggar atau tidak kita serahkan kepada Bawaslu,” kata Taufiqurrahman. Jika terbukti melanggar, sesuai pasal 547, UU No. 7/2017 tentang Pemilu, kedua pejabat negara itu diancam tiga tahun penjara dan denda paling banyak Rp 36 juta.

Isi pasal 547 itu: “Setiap pejabat negara yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau menugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah)”.

Sebelumnya dijelaskan dalam pasal 282 bahwa pejabat negara dilarang membuat keputusan dan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu.

“Pejabat negara, pejabat strukturral, dan pejabat fungsional dalarn jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye”.

Bahkan, di dalam pasal 283 ayat 1 memuat larangan pejabat negara mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan untuk salah satu peserta pemilu sebelum, selama dan sesudah kampanye.

“Pejabat negara, pejabat stmktural dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa Kampanye”.

Sementara pada ayat 2, menerangkan larangan tersebut meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatus sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga dan masyarakat.

“Larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pertemuan, ajakan, imbauan, seruan atau pemberian barang kepada aparatur sipil negara dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat”.

Apakah yang dilakukan Menko LBP dan Menkeu SMI itu termasuk pelanggaran, sebaiknya keduanya menjelaskannya dalam sidang Bawaslu. Dan, untuk menghormati dan menghargai proses hukum yang berlaku, keduanya harus menghadiri sidangnya.

Menurut Direktur Lembaga Kajian Pemilu Indonesia (LKPI) Arifin Nur Cahyo, dalam acara resmi yang dibiayai negara maka sangat tidak etis jika LBP dan SMI mengacungkan satu jari sebagai simbol mendukung petahana.

Oleh karenanya, Arifin menilai, yang dilakukan LBP dan SMI telah melanggar hukum jika benar disisipkan materi kampanye. “Bawaslu perlu memeriksa kejadian ini. Kalau memang digunakan untuk berkampanye ya harus diperiksa,” tegasnya.

Untuk memastikan apakah LBP dan SMI melanggar kampanye atau tidak, sambung Arifin, maka keduanya harus diperiksa terlebih dahulu. Karena jika tidak diperiksa maka terkesan pemerintah menggunakan agenda resmi untuk mendukung salah satu capres.

Menurut Koordinator Gerakan Perubahan (Garpu) Muslim Arbi, ada beberapa pelanggaran yang mesti dipŕoses oleh Bawaslu terkait LBP dan SMI yang mengacungkan satu jari di acara IMF-WB.

Pertama, IMF merupakan forum internasional yang berkaitan dengan ekonomi dan bukan politik. Kedua, ajang IMF menggunakan anggaran APBN (uang negara). “Ketiga, mereka berdua adalah pejabat negara dan bukan sebagai timses Jokowi,” tegasnya.

Sementara itu, Ketua Majelis Jaringan Aktivis Pro demokrasi (Prodem) Syafti Hidayat juga meminta KPU dan Bawaslu harus memberikan peringatan atau tindakan jika LBP dan SMI menyalahi aturan UU Pemilu dan Pilpres.

KPU dan Bawaslu harus berani memeriksa keduanya, karena yang dilakukan atas amanat UU. Karena jika pelanggaran demi pelanggaran dibiarkan maka akan berdampak negatif pada pemilu dan pilpres mendatang.

“Jika tidak berani menegakkan aturan maka KPU dan Bawaslu harus segera dievaluasi dan direposisi secepatnya,” paparnya. Syafti menuturkan, aturan harus ditegakkan agar pemilu dan pilpres mendatang bisa jurdil dan tidak dicemari oleh kecurangan.

Tim Kampanye Nasional Joko Widodo – Ma'ruf Amin (TKN Jokowi – Ma'ruf) menyalahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait LBP dan SMI yang dilaporkan ke Bawaslu. Kubu Jokowi menilai KPU kurang mensosialisasikan aturan kampanye.

Terutama, yang mana dilarang dan mana yang mendapat lampu hijau. Menurut Wakil Ketua TKN Abdul Kadir Karding, pihaknya telah mendorong LBP dan SMI untuk mengikuti proses pemeriksaan.

“Kalau penjelasan yang kami dengar dan lihat, itu sifatnya dan niatnya guyon atau spontan yang ingin menyatakan Indonesia nomor satu dalam penyelenggaraan forum IMF sepanjang ini,” kata Karding, seperti dilansir JPNN.com, Kamis (18/10/2018).

Meski begitu, Karding mengimbau KPU perlu mensosialisasikan aturan kampanye yang lebih masif terutama kepada pejabat tinggi negara. Sebab, Karding menganggap, pejabat-pejabat itu sibuk bekerja sehingga aturan yang sangat teknis tidak diketahui.

Tentu, jawaban Karding jelas sangat tidak logis. Bukankah para menteri itu mempunyai staf bidang hukum? Jika Karding menganggap, “niatnya guyon”, rasanya juga tidak etis, karena ini jelas forum resmi, bukan pertemuan abal-abal.

Jika niatnya untuk guyonan, jangan dilakukan dalam forum resmi seperti pertemuan IMF-WB itu. Lakukan saja di warkop atau cafe-cafe, Anda bisa cekakak-cekikik di dalamnya!

***