Ada politisi mau menarik simpati publik. Dengan gagah bicara dalam konferensi pers. Dia membela seorang nenek tua yang wajahnya babak belur. Dia menghardik minta keadilan.
Ternyata yang dibela nenek genit. Wajahnya berantakan akibat operasi plastik. Bukan babak belur digebuki orang.
Mestinya dia malu. Tapi dibela, "Itu karena Prabowo punya empati yang luar biasa," ujar seorang juru bicara.
Empati pada seorang nenek tua sehabis operasi plastik?
Kenapa dia tidak berempati pada Wiji Thukul yang sampai sekarang tidak ketahuan dimana jasadnya. Kenapa dia gak bersimpati pada orang-orang yang hilang pada jaman Orde Baru? Berempati pada keluarga dan anak-anak mereka yang menjadi yatim?
Itu namanya empati sontoloyo!
Kemarin ada peringatan hari Santri. Banser menggelar apel di Garut. Ada organisasi terlarang ingin menunggangi. Pada peringatan itu, salah satu penyusup mengibarkan bendera HTI.
Banser marah. Merampas bendera itu lalu memberangusnya.
Bukan hanya di Garut. Ada sembilan lokasi peringatan hari Santri yang disusupi oleh pola yang sama. Bendera-bendera HTI disiapkan untuk mengacaukan. Tujuannya agar diberangus Banser.
Lalu sudah disiapkan isu plintiran: Banser memberangus kalimat tauhid.
Sebelumnya mereka sudah menyiapkan kain panjang sampai 3 kilo meter bertuliskan mirip bendera HTI. Masa juga sudah siapkan. Begitu umpannya termakan, gerakan langsung dimainkan. Demo membela kalimat tauhid.
Politisi yang hendak nyapres ini melihat peluang. Dia berkomentar dengan nada insinuatif menuding lawannya. Bermaksud mengadu Jokowi dengan kemarahan pada kalimat tauhid.
Disiapkan juga aksi bela tauhid. Tidak lupa, peserta aksi foto-foto sambil menunjukan dukungan pada Prabowo.
Itu namanya aksi sontoloyo.
Ada juga ulah Sandiaga Uno. Dia bilang uang Rp100 ribu cuma dapat beli cabe dan bawang. Nyatanya duit segitu bisa membeli semua keperluan bahan makanan untuk masak sekekuarga.
Ibu-ibu protes. Mereka memang orang kecil. Tapi mengetahui dirinya dibohongi Sandiaga, mereka marah juga. Akhirnya ramai-ramai membuktikan kebohongan Sandi, dengan memposting vlog saat belanja.
"Tuh, belanja seratus ribu bisa dapat macam-macam. Sandiaga bohong," kata mereka.
Sandi bermaksud ngeles. Datang ke pasar, memakai wig dari Pete. Dengan cara itulah dia berharap menarik kembali simpati emak-emak.
"Gue emang doyan Pete. Tapi ngelihat seorang Cawapres pakai Wig Pete di kepalainya, gue eneg juga. Masa kita mau dipimpin sama orang kayak gini?," tambah emak-emak lagi.
Itu namanya Cawapres sontoloyo.
Para politisi sontoloyo biasanya gak punya prestasi. Yang dijajakan cuma empati palsu, pembelaan bohong, dan isu yang tidak berdasar.
Sekalinya gak fitnah, kelakuannya mirip ondel-ondel. Merendahkan marwah dan posisi Wapres sebagai salah satu simbol negara. Untung baru jadi calon. Belum terpilih.
"Mas, tahu gak kenapa sekarang Pak Jokowi kemana-mana ngajak Jan Ethes?," Abu Kumkum nyeletuk.
"Gak tahu.."
"Kalau ngajak Kaesang, gak kuat gendongnya..."
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews