Covid-19 Masih Merajalela, Vaksin Masih Bermasalah, Herbal Bisa Jadi Solusinya

Dari Rp 405,1 Triliun menjadi Rp 677,2 Triliun. Naik lagi jadi Rp 686,2 Triliun. Kini Rp 905 Triliun. Tapi, mengapa Covid-19 tak juga teratasi?

Senin, 14 September 2020 | 15:15 WIB
0
247
Covid-19 Masih Merajalela, Vaksin Masih Bermasalah, Herbal Bisa Jadi Solusinya
Direktur RS FX Suhardjo Lantamal Ambon Mayor Laut Satrio Sugiharto bersama pasien Covid-19 yang sembuh. (Foto: Kompas.com)

Kompas.com, Jum’at (11/09/2020, 13:14 WIB) menulis, Ketua Tim Riset Uji Klinis Fase 3 Vaksin Covid-19 dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran Prof Kusnandi Rusmil mengungkapkan kekurangan vaksin Covid-19 asal Sinovac, China.

“Kekurangan vaksin (asal China) tidak begitu imunogenik, sehingga harus disuntikkan lebih dari sekali,” ujar Kusnandi dalam Dies Natalis Universitas Padjadjaran (Unpad) yang digelar virtual, Jumat (11/9/2020).

Namun, kata Kusnadi, hal itu lebih aman ketimbang vaksin lain yang pernah diuji coba negara lain. Kusnandi menjelaskan, ada beberapa jenis vaksin yang tengah dikembangkan dunia, baik itu menggunakan virus yang mati ataupun hidup.

Untuk virus yang hidup, biasanya vaksin terdiri dari dua virus hidup, kemudian disuntikkan pada orang. Namun, ternyata ada yang tidak cocok, sehingga disetop. Kemudian vaksin dari virus yang dimatikan dulu seperti yang sekarang diuji klinis di Indonesia.

Namun, kekurangannya adalah vaksin tidak begitu imunogenik, sehingga harus disuntikkan lebih dari sekali. Itulah mengapa pada uji klinis vaksin tahap tiga, setiap relawan mendapat dua kali suntikan.

Kusnandi mengungkapkan, hingga kini belum ada obat untuk virus corona. Negara-negara di dunia tengah berlomba membuat vaksin. Indonesia sendiri bekerja sama dengan China untuk pengembangan vaksin ini.

Adapun alasan mengapa yang dipilih China, karena penyakit ini bermula dari sana. Selain itu, vaksin tersebut sudah melalui tahap satu dan dua. Hasilnya cukup baik, sehingga dilanjutkan dengan uji klinis vaksin tahap ketiga.

Menteri BUMN Erick Thohir mengatakan, Indonesia akan mendapat tambahan 20 juta dosis vaksin dari Sinovac akhir tahun ini. Kemudian, tahun depan ada tambahan 250 juta dosis. Ini dijual dengan harga di atas Rp 400 ribu/dosis.

Sedangkan vaksin dari G42 UAE sebanyak 10 juta dosis akan tiba di Indonesia, Desember 2020. Kemudian 50 juta dosis lagi pada kuartal I tahun 2021. Menurut Erick Thohir, jumlah vaksin itu belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

Sebab, masing-masing individu membutuhkan dua kali suntikan. Itulah mengapa negara-negara seperti Inggris dan Jepang memesan 3-4 kali dari jumlah vaksin yang dibutuhkan.

Untuk itu, selain berupaya mengembangkan vaksin merah putih, penjajakan dengan sejumlah penyedia vaksin terus dilakukan Indonesia. Misalnya dengan CEPI, AstraZeneca, Cansimo, dan lainnya.

Padahal, vaksin corona yang dikembangan Oxford University dan AstraZeneca dihentikan uji cobanya karena salah serorang relawan jatuh sakit dan alami peradangan langka, ini membuat penelitian ditangguhkan.

Lebih lanjut disampaikan bahwa pasien yang terlibat dalam penelitian tersebut dilaporkan menderita gejala neurologis yang terkait dengan gangguan inflamasi langka pada tulang belakang yang disebut myelitis transversal.

Kendati demikian, AstraZeneca mengatakan tidak dapat menjelaskan lebih lanjut informasi medis terkait pasien tersebut. Uji coba vaksin corona untuk melawan pandemi Covid-19 ini diawasi secara ketat.

Dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir dari The Guardian, secara global sekitar 18.000 orang telah menerima vaksin sebagai bagian dari studi uji coba.

Dalam uji coba besar ini, beberapa peserta diperkirakan dapat menjadi tidak sehat dan setiap kasus harus dievaluasi untuk memastikan penilaian keselamatan yang cermat.

Seperti dilansir Kompas.com, Minggu (13/9/2020) pada 6 September 2020, proses tinjauan standar memicu jeda vaksinasi terhadap sukarelawan di semua uji coba global.

 “Sehingga memungkinkan peninjauan data keamanan oleh komite independen dan regulator internasional,” ungkap perwakilan AstraZeneca seperti dikutip Reuters, Minggu (13/9/2020).

Mereka menambahkan, peninjauan keamanan ini telah direkomendasikan kepada Otoritas Pengaturan Kesehatan Obat-obatan Inggris (MHRA) bahwa uji coba aman untuk dilanjutkan di Inggris.

Dikutip dari Financial Times melalui Kompas.com, Kamis (10/9/2020), AstraZeneca sedang melakukan peninjauan untuk memastikan, kasus itu tidak akan mengakibatkan penundaan lama.

Orang-orang yang terkait dengan uji coba tersebut mengatakan, uji coba dapat dilanjutkan awal minggu depan, setelah dewan pemantau data independen penelitian selesai melakukan penyelidikan.

CEO AstraZeneca Pascal Soroit, Rabu (9/9/2020) menggambarkan penangguhan tersebut sebagai jeda sementara. Menurutnya, jeda ini merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan setiap kali ada penyakit yang berpotensi tidak dapat dijelaskan pada salah satu percobaan.

“Dalam uji coba besar, penyakit akan terjadi secara kebetulan tetapi harus ditinjau secara independen untuk memeriksanya dengan cermat,” kata Soriot.

Tim uji klinis vaksin Covid-19 dari Sinovac, China, di Bandung menjelaskan tentang kabar yang beredar mengenai relawan vaksin Covid-19 yang terpapar virus corona ini. Padahal, relawan tersebut sudah mendapat vaksinasi Covid-19.

“Relawan tersebut setelah mendapatkan suntikan (tidak diketahui vaksin atau plasebo) pertama, bepergian ke luar kota,” ujar Ketua Tim Riset Uji Klinis Fase 3 Vaksin Covid-19 Prof Kusnandi Rusmil dalam rilisnya, Kamis (10/9/2020).

Kusnandi menjelaskan, pada kunjungan suntikan kedua, relawan secara klinis dinyatakan sehat dan diberikan suntikan kedua.

Keesokan harinya, relawan menjalani program pemeriksaan swab nasofaring dari Dinas Kesehatan karena ada riwayat ke luar kota. Oleh petugas dilakukan pengambilan bahan dari apus hidung dan kemudian dikirimkan ke laboratorium BSL2 dengan hasil positif.

Hasil ini disampaikan pada yang bersangkutan. Orang tersebut kini menjalani isolasi mandiri dan dipantau secara ketat setiap hari. Selama 9 hari pemantauan itu, kondisi relawan dalam keadaan baik.

“Jadi, hasil pemeriksaan apus hidung positif bukan berasal dari tim penelitian, tapi hasil dari program pemeriksaan swab nasofaring oleh pemerintah,” ucap Kusnadi.

Ia mengingatkan, dalam uji klinis terdapat dua kelompok, yakni yang mendapat plasebo dan vaksin. Uji klinis ini dilakukan dengan prinsip observer blind atau tersamar, sehingga tidak diketahui mana yang dapat plasebo dan mana yang mendapat vaksin.

“Karenanya, semua relawan diimbau wajib menerapkan protokol pencegahan yang sudah dianjurkan pemerintah,” lanjut Kusnadi. Pada relawan yang mendapat vaksin, kekebalan diharapkan muncul paling cepat dua minggu pasca-suntikan kedua.

Sukarelawan uji klinik itu pun masih akan dipantau kesehatannya selama 6 bulan, setelah mendapat suntikan vaksin terakhir.

Solusi Herbal

Haruskah kita menunggu Vaksin Sinovac sampai dinyatakan berhasil atasi Covid-19? Ada sebuah tulisan di Kompas.com, Kamis (02/07/2020, 17:16 WIB).

Sebanyak 40 pasien positif Covid-19 yang menjalani perawatan di Rumah Sakit dr. FX Suhardjo Lantamal Ambon, Maluku, dinyatakan sembuh dan telah berkumpul dengan keluarganya.

“Banyak yang kita rawat di sini sembuh, ada sekitar 40 pasien dan yang masih dirawat itu ada sekitar 15 pasien,” ungkap Direktur RS FX Suhardjo Lantamal Ambon Mayor Laut Satrio Sugiharto kepada Kompas.com saat dikonfirmasi via telepon, Kamis (2/7/2020).

Dia menjelaskan, tingkat kesembuhan pasien corona yang menjalani perawatan di rumah sakit tersebut terbilang tinggi. Ini karena, dalam penanganan, pihaknya ikut memadukan pendekatan medis dan juga terapi herbal.

Menurut dia, banyak pasien yang kini telah sembuh setelah menjalani terapi herbal di rumah sakit tersebut. “Selain medis, kita pendekatannya dengan terapi herbal. Suplementasinya itu suplementasi herbal juga,” ucap Satrio.

Suplemen dan terapi herbal yang digunakan di RS tersebut tidak sama dengan produk yang ditawarkan oleh BNPB dan BIN dalam penanganan pasien Covid-19. Suplemen herbal yang digunakan didapat langsung dari seorang profesor yang ahli dalam bidang molekuler.

“Kita langganan dari Surabaya, kita dapat dari profesor ahli molekuler namanya Prof Sukardi. Beliau ahli molekuler dan itu hanya segelintir orang yang ada di dunia,” katanya.

Terapi herbal dan suplemen yang diberikan pihak RS sangat membantu para pasien corona. Bahkan, pasien berusia 84 tahun dengan penyakit bawaan yang dirawat di RS tersebut bisa sembuh.

“Jadi pendekatan herbal, cuma kita tidak mau memublikasi terlalu besar. Terapi herbal ini kan sudah melewati riset yang dilakukan Profesor Sukardi itu, lalu kita riset lagi di sini. Kita petakan lagi, bandingkan pasien si A, si B,” ungkapnya.

Mengapa kita tidak mengikuti langkah RS FX Suhardjo Lantamal Ambon? Haruskah rakyat menunggu sampai angka kematian akibat Covid-19 meningkat?

Padahal, anggaran penangan Covid-19 sudah dibuat regulasinya. Perppu Corona diterbitkan. Diperkuat lagi dengan UU No 2/2020. Penanganan Covid-19 dan dampaknya dianggarkan khusus, bahkan terus dinaikkan.

Dari Rp 405,1 Triliun menjadi Rp 677,2 Triliun. Naik lagi jadi Rp 686,2 Triliun. Kini Rp 905 Triliun. Tapi, mengapa Covid-19 tak juga teratasi?

***