Modal "ster" saja tidak cukup, kalau terlalu melangit malah tidak berpijak ke bumi, sementara rakyat yang memilih semuanya berpijak ke bumi, bukan mengawang-ngawang diatas langit.
Kalau diibaratkan batu cincin, Anies sudah punya "Ster". Ster yang saya maksudkan disini seperti "X Factor" yang belum dimiliki pemimpin lainnya. Anies sudah memiliki Aura seorang Presiden, namun ini bukanlah kelebihan yang luar biasa, yang bisa menjadi tiket untuk memenangkan pemilihan Presiden.
Ster inilah yang akhirnya membuat Anies terlalu melangit, terlalu mengejar pengakuan internasional dalam berbagai kesempatan, sehingga kurang membumi, berbeda dengan Ganjar, meskipun belum memiliki "ster", tapi dia sangat membumi, dan berpijak ke bumi, karena dia sadar betul dukungan rakyat sangat dibutuhkannya.
Batu cincin yang belum memiliki ster masih bisa digosok agar keluar sternya. Pilpres masih empat tahun lagi, masih cukup waktu untuk menggosok sternya. Memang ada perbedaan orientasi antara Anies dan Ganjar, kalau Anies terlebih dahulu mencari dukungan internasional untuk menjadi calon presiden, sama halnya seperti Prabowo Subianto.
Selama menjabat sebagai Menteri Pertahanan di Kabinet Jokowi-Ma'ruf, Prabowo banyak memanfaatkan untuk melawat keluar negeri, di samping menjalankan tugasnya sebagai Menhan, tentunya kesempatan tersebut bisa digunakan Prabowo untuk merekatkan hubungannya dengan berbagai pemimpin negara di dunia.
Kelebihan-kelebihan yang dimiliki kadang membuat seseorang lupa pada kekurangannya. Pemimpin sebuah negara adalah pemimpin bangsa dan rakyatnya, yang selalu harus hadir di sisi rakyat yang dipimpin saat-saat dibutuhkan rakyatnya. Yang seperti itu hanya bisa dipenuhi oleh pemimpin yang berpijak ke bumi.
Pemimpin yang lebih banyak menghabiskan waktu di tengah rakyat, akan sangat bisa dirasakan kehadirannya, tenimbang pemimpin yang lebih memilih untuk berjarak dengan rakyatnya. Sehebat apa pun kelebihan yang dimiliki jika eksistensinya tidak bisa dirasakan rakyatnya, maka secara tidak langsung keberadaannya tidak bisa dirasakan oleh rakyatnya.
Pemimpin yang memiliki performa yang bagus cenderung over confidence, padahal dia disukai hanya karena performa, bukan melihat kinerjanya. Anies memiliki performa fisik yang sangat ideal sebagai seorang Presiden, bahkan dalam keseharian Anies lebih Presiden dari Presiden yang sebenarnya.
Sanjungan inilah yang kadang membuat Anies lupa memperbaiki kelemahan yang lainnya. Dengan memiliki banyak kelebihan, bukan berarti Anies tidak memiliki kekurangan. Anies tipikal pemimpin yang lebih senang pemimpin dari belakang meja, kurang responsif terhadap situasi yang sedang dihadapi warga yang dipimpinnya.
Kekurangan Anies menjadi kelebihan Ganjar dan Rtidwan Kamil, yang lebih cenderung ingin mengetahui langsung persoalan di lapangan yang dihadapi warganya. Sehingga setiap persoalan yang dihadapi warga bisa langsung diatasi, dan cepat diketahui hasilnya.
Prabowo juga memiliki "Ster", bahkan sternya lebih kuat dari Anies, hanya saja Prabowo kalah secara performa fisik kalau dibandingkan kandidat lainnya. Kelebihan Prabowo memiliki tingkat keterpilihan diatas kamdidat lainnya. Itu modal yang cukup bagus bagi seorang Prabowo. Selain itu Prabowo lebih dikenal masyarakat diseluruh Indonesia.
Tapi yang jelas, modal ster saja tidak cukup, kalau terlalu melangit malah tidak berpijak ke bumi, sementara rakyat yang memilih semuanya berpijak ke bumi, bukan mengawang-ngawang diatas langit.
Pengakuan internasional itu gunanya hanya untuk memperkuat performa, tidak akan mempengaruhi tingkat keterpilihan, karena yang akan memilih seorang Calon Presiden itu seluruh rakyat Indonesia, bukanlah rakyat internasional.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews