Buatlah kebijakan yang bukan cuma keras di suara namun meninggalkan keburukan setelahnya. Karena kerjaan anda akan sia-sia dan akhirnya ngalap dosa.
Mendag di akhir jabatannya membuat gebrakan "mengharamkan" minyak goreng curah, dan harus sudah dikemas pada awal 2020, konon hal ini sudah dibicarakan sejak 2015. Alasannya minyak goreng curah tidak sehat, katanya banyak minyak bekas dijual ulang, katanya agar rakyat Indonesia sehat, membiasakan higienis.
Keputusan para pemangku amanah ini kadang tak melalui kajian yang menyeluruh dan kadang pula mengandung isi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Pertanyaannya, bila yang ditakuti minyak goreng daur ulang, berapa besar jumlahnya, apa dampaknya terhadap kesehatan masyarakat.
Sudah lama terdengar bahwa minyak daur ulang beredar di urban area dari bekas gorengan KFC, Mc.Donald dan sejenisnya. Apa yang mulia Tuan Enggartiasto mengerti tentang FFA (free fatty acid ) atau asam lemak bebas yang konon membahayakan kesehatan. Berapa persen minyak jelantah yang beredar dari 15 juta ton minyak goreng yang dikonsumsii rakyat Indonesia.
Kalau mau membatasi jelantah beredar apakah tidak lebih gampang mengendalikan sumbernya, buat peraturan utk KFC, Mc. Donald, dll, untuk hanya menjual minyak bekas kepada industri sabun atau lainnya agar tdk dikonsumsi ulang.
Masyarakat kita ini memang suka dengan yang bekas, jendral bekas, ulama bekas, istri bekas, mungkin lebih nikmat karena ada bekas apa-apa di dalamnya. Jelantah ex KFC dipakai tukang nasi goreng keliling, katanya lebih gurih karena ada bekas bumbu KFC, dst.
Tindakan preventif lain harusnya mengkampanyekan kesadaran tidak memakai jelantah, berapa FFA yang ditolerir, apa akibatnya, bukan kemasan yang bisa menyelamatkan. Dikemas pakai emaspun, masyarakat akan memakai jelantah berulang-ulang.
Masyarakat kita puluhan tahun menyantap minyak bekas, minyak curah, semua baik-baik saja. Bapak yang mulia coba jalan ke penjual gorengan, disana ada pemandangan biasa dimana kita lihat minyak yang dipakai menggoreng berulang kali, ditambah yang baru dalam kondisi panas, warnanya kehitaman bak olie tap-tapan, yang beli gak nanya apa itu minyak bekas, curah, atau apalah, karena pembeli gorengan hanya melihat hasil gorengan, pisang, singkong, onde-onde, mereka gak nanya itu minyak dari mana.
Tuan Menteri tau, kita adalah penghasil plastik nomor 2 terbesar didunia, 65 juta ton per tahun kita lempar ke lingkungan, sampai laut kita akan lebih banyak sampah dari pada ikan pada tahun 2035 kata Bu Susi. Sekarang anda mau menambah curahan plastik dalam 500.000 ton ex kemasan 15 juta ton minyak goreng, itu kalau rata-rata berat kemasan hanya 30 grm per pcs, apa ini bukan yang lebih berbahaya daripada minyak jelantah yang sudah lama ramah di perut masyarakat kita.
Ajari mereka sadar sehat yang akhirnya mereka memilih makanannya, jangan sok kita mengaturnya, tapi kila lupa ada dampak lain yang kita hadirkan justru menjadi malapetaka untuk ratusan tahun kedepan, ya..Indonesia, Bumi Pertiwi akan menjadi bumi plastik.
Ada banyak aktivis lingkungan yang tak berdaya atau memang sengaja diam saja, Walhi, Lembaga Konsumen, apalagi kalau pakai nama Komisioner, suaranya hanya " moncer " kalau ada kepentingannya, tujuan dari keberadaan lembaganya malah diabaikannya.
Jadi, Tuan Menteri yang cerdas, buatlah kebijakan yang bukan cuma keras di suara namun meninggalkan keburukan setelahnya. Karena kerjaan anda akan sia-sia dan akhirnya ngalap dosa. Kalau higienis ajarkan saja kepada rekan anda Gubernur Jakarta yang 40 persen warganya berak dimana-mana, WC umum tak ada, tapi dia sibuk membeli pewangi ruangan dan anti virus untuk hidungnya.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews