KPK Kenapa-kenapa, Pikiran Kita Kemana-mana

Cover majalah Tempo dengan gambar kepala negara seperti itu sudah kebablasan, itu sudah menjurus penghinaan. Tempo memvonis Jokowi pembohong padahal proses RUU sedang berjalan.

Jumat, 20 September 2019 | 23:20 WIB
0
341
KPK Kenapa-kenapa, Pikiran Kita Kemana-mana
Cover majalah Tempo (Foto: wowkeren.com)

Tahun-tahun sebelumnya saya juga sangat tidak setuju atas rencana revisi UU KPK yang waktu itu digagas oleh orang-orang gagap atas kebenaran yang lagi nangkring di gudang mulia Senayan, belum lagi saat itu kasus di DPR membuat kita muak dan terus memegang stigma yang tak pernah padam atas kerusakan moral mereka dalam hal korupsi, sampai 2017 mereka masih menyandang sebagai lembaga terkorup.

Bersamaan dengan itu kita begitu eforianya atas hasil kerja KPK khususnya show of force tentang OTT, wajar saja karena KPK punya alat penyadap yang canggih disiapkan dari uang negara yg konon katanya buatan Amerika.

Dan ketersimaan kita sampai menghanyutkan pikiran kita seolah KPK adalah dewa yang tak boleh disentuh oleh tangan tangan lain yang dianggap kotor, karena KPK begitu sucinya, apalagi tangan DPR, sampai kinipun posisi DPR memang selalu di cap sebagai biang kekotoran khususnya kehadiran para ketuanya yang dijemput KPK.

Image kesucian ini makin meninggi karena kita meletakkan KPK dikesucian yang kalis akan kesalahan, kita sampai lupa KPK dihuni oleh manusia juga, yang setiap individunya punya nafsu, kepentingan, kelemahan, bisa salah, dan apa saja sifat manusia bisa ada di sana. Hal ini dapat dimaklumi karena kita telanjur tak percaya kepada lembaga Kepolisian dan Kejaksaan, yang lebih awal menyandang stigma kebobrokan.

Kita sah saja menilai Kepolisian masih sakit, Kejaksaan juga sama, dan DPR tak bisa dipercaya, tapi meletakkan KPK ditempat yang tak tersentuh juga telanjur membuat KPK besar kepala. Apalagi sekarang ada isu KPK terpapar virus politik, malah ada isu kelompok aliran tertentu dan mulai jualan kerjasama kepada kasus tertentu.

Dan baru sekarang kita mendengar bahwa alat sadap itu digunakan untuk hal yang tak seharusnya, Bisa dibayangkan alat secanggih itu dimainkan untuk kepentingan lain. Dan lebih berbahaya andai keterangan Komisioner KPK Alexander Marwata yang mengatakan bahwa sering ada gerakan OTT yang tak diberitahu ke Komisioner KPK. Lha terus siapa yang mengendalikan operasional.

Silang pendapat, dukung dan tolak atas RUU KPK dan pemilihan Pimpinan serta Komisioner KPK, bahkan pansel dianggap tak kredibel.

Di negara demokrasi dan begitu terbukanya kritik terhadap pemerintah sampai kita nyaris tak bisa membedakan mana kritikan mana makian khususnya kepada Jokowi presiden yang tahan terhadap segala jenis hinaan, cacian, makian bahkan fitnah keji dia telan saja tanpa bereaksi yang berlebihan.

Namun pada persoalan KPK harusnya kepala kita tadak jadi buah kelapa yang menunggu diperas baru keluar santannya, kita harusnya berpikir bijaksana menyikapi persoalan lembaga yang semestinya kinerjanya tidak cuma diukur dari banyaknya OTT, tapi geliat lembaga itu juga harus dicermati, bila tidak dia bisa menjadi kartu mati buat Indonesia.

Keserampangan silang pendapat kita sudah menjurus kepada kecurigaan yang over dosis, bahkan Tempo sebagai media cetak yang kredibel bisa membuat artikel seolah Jokowi pembohong. Mereka tiba-tiba seperti media yang baru kemarin dapat izin. Proses revisi UU KPK yang sudah 17 tahun didukung tanpa koreksi, mungkin saja sekarng perlu dikoreksi karena ada indikasi beberapa pihak di institusi itu main api untuk kepentingan pribadi, kenapa mereka alergi diawasi, kenapa kok kita jadi ikut ngompori.

Surpres dikirim ke DPR untuk mempersilakan agar DPR membahas RUU, dan Jokowi sudah memberi catatan pada beberapa poin yang tidak bisa disentuh. Saya masih percaya kepada sosok Jokowi yang saya anggap presiden terbaik pada era demokrasi dan di mana Indonesia membutuhkan seorang presiden penyandang BPJS; Baik, Pinter, Jujur dan Setia.

Jokowi punya kadar integritas yang tinggi. Andai kadar kebohonggan diukur apakah media seperti Tempo terlepas dari itu, hidung Pinokio siapa yang lebih panjang, saya kira Jokowi punya akal panjang, sementara Tempo hanya punya hidung panjang.

Cover majalah Tempo dengan gambar kepala negara seperti itu saya kira sudah kebablasan, hal itu sudah menjurus kepada penghinaan. Tempo memvonis Jokowi pembohong padahal proses RUU sedang berjalan. Media boleh garang, tapi bukan asal serang, apa Tempo juga sudah mulai tak seimbang dalam hal berfikir jernih dan asal terjang.

Mari kita tunggu KPK jadi apa, bubar juga tak apa-apa, asal yang berbakat korup bisa tobat karena sudah ada Kiayi Ma'ruf.

***