Megawati Yakin Kedua Korea Bisa Bersatu

Salah satu rekomendasi penting dari konferensi tersebut adalah desakan kepada Amerika dan Uni Soviet untuk tidak menggunakan senjata nuklir.

Jumat, 6 September 2019 | 06:40 WIB
0
347
Megawati Yakin Kedua Korea Bisa Bersatu
Megawati Soekarnoputri (Foto: Kompasiana.com)

Presiden RI Kelima Megawati Soekarnoputri tiba di Seoul, Korea Selatan, setelah menempuh perjalanan udara dari Indonesia. Pesawat yang membawa Megawati mendarat di Bandara Gimpo, yang terletak di ujung barat ibukota Korea Selatan itu, Senin, 26 Agustus 2019, sekitar pukul 20.30 waktu setempat.

Keberadaan Megawati di Seoul dalam rangka mengikuti DMZ International Forum on the Peace Economy yang digelar 28-29 Agustus 2019. Di arena itu, Megawati menjadi salah seorang pembicara utama bersama mantan Kanselir Jerman Gerhard Schroder, mantan PM Jepang Yukio Hatoyama, Presiden pertama Mongolia Punsalmaagiin Ochirbat, serta beberapa tokoh penting lainnya dari Rusia, AS, dan Norwegia.

Presiden Kelima Republik Indonesia, Megawati Soekarnoputri menyampaikan orasi ilmiah pada acara penganugerahan gelar kehormatan doktor honoris causa yang diberikan Mokpo Nasional University di Munan, Provinsi Jeollanam-do, Korea Selatan.

Gelar kesarjanaan yang diterima Mega merupakan yang keenam kalinya. Sebelumnya ada universitas dari Rusia, Jepang, Ukraina dan Universitas Negeri Padang, Sumatera Barat.

Menariknya, Megawati mengomentari kedua Korea yang terpisah selama ini. Menurut Megawati, suatu ketika pasti bisa bersatu.

Di akhir pidatonya, Megawati mengatakan, pilihannya tidak akan pernah berubah. Menurut Mega, ia memilih bersama dengan rakyat Korea Selatan dan Korea Utara untuk terus mengupayakan perdamaian kedua negara. 

"Saya pun selalu katakan, kalian sesungguhnya bersaudara, satu rumpun. Kita harus meyakini, selalu ada jalan keluar jika kita memilih jalan dan cara damai dalam menyelesaikan konflik dan sengketa," ucap Megawati Soekarnoputri.

Satu hal yang harus menjadi kesadaran kita bersama, lanjut Megawati, apabila konflik Korea Selatan dan Korea Utara semakin mengeras, apabila konflik itu sampai berujung pada peperangan, harus kalian ingat yang paling dirugikan dan paling menderita adalah rakyat Korea Selatan dan Korea Utara sendiri.

"Dalam perjuangan untuk perdamaian yang saya lakukan, saya selalu sisipkan doa bagi rakyat kedua negara. Semoga perang tidak akan pernah terjadi. Semoga perdamaian yang akan selalu terjadi, " demikian Megawati Soekarnoputri.

"Tadi kita sudah mendengarkan alasan pihak universitas kenapa memberikan gelar doktor honoris causa dalam bidang ekonomi, demokrasi ekonomi tepatnya. Saya ucapkan terima kasih atas gelar ini, " tandas Megawati Soekarnoputri.

Juga Megawai bercerita tentang ilmu politik yang terkait dengan demokrasi yang ia pelajari langsung dari ayahnya.

"Beliau adalah Bapak Bangsa Indonesia, Presiden Pertama Republik Indonesia, Dr. Ir Soekarno, atau biasa kami panggil Bung Karno. Sepanjang hidupnya Bung Karno tercatat dianugerahi 26 gelar Doktor Honoris Causa. Dia diakui memiliki wawasan keilmuan yang luas dan berkontribusi terhadap berbagai cabang ilmu pengetahuan," ujar Megawati.

Doktor Honoris Causa yang diterimanya antara lain dalam bidang ilmu Teknik, ilmu Sosial dan Politik, ilmu Hukum, ilmu Sejarah, ilmu Filsafat dan ilmu Ushuluddin. Gelar tersebut diberikan tidak hanya dari berbagai universitas dalam negeri, namun juga dari luar negeri, seperti dari Columbia University (Amerika Serikat). Berlin University (Jerman), Lomonosov University (Moscow) dan Al-Azhar University (Kairo).

Pemikiran politik Bung Karno, tegas Megawati,  merupakan antitesa terhadap imperialisme dan kapitalisme, yang menjadi akar kemiskinan bangsa-bangsa terjajah, termasuk di indonesia. Puncak pemikiran politiknya tertuang dalam konsep tentang dasar negara indonesia, yang disebut Pancasila.

 Pancasila berarti lima sila. Lima prinsip dasar;

Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa. Segenap rakyat ber-Tuhan secara berkebudayaan, yakni dengan tiada egoisme agama. Ke-Tuhan-an yang berbudi pekerti luhur, yang hormat-menghormati satu sama lain.

Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab. Prinsip kedua ini mematrikan kebangsaan atau nasionalisme. Nasionalisme merupakan gerakan pembebasan, suatu jawaban terhadap penindasan, inspirasi agung dari kemerdekaan. Prinsip ini merupakan komitmen Indonesia untuk mencapai keadilan dan kemakmuran, bukan hanya untuk Indonesia, tapi juga untuk bangsa-bangsa lain. Kami Nasionalis, kami cinta kepada bangsa kami dan kepada semua bangsa.

Ketiga, Persatuan Indonesia. Prinsip ini menunjukkan pentingannya bergandengan erat satu sama lain, sehingga dikatakan pula sebagai internasionalisme. Antara nasionalisme dan internasionalisme tidak ada perselisihan atau pertentangan.

Internasionalisme hanya dapat tumbuh dan berkembang di atas tanah subur nasionalisme. Dengan prinsip internasionalisme setiap bangsa menghargai dan menjaga hak-hak semua bangsa, baik besar maupun kecil. Internasionalisme sejati adalah suatu tanda bahwa suatu bangsa sudah dewasa dan bertanggung jawab, meninggalkan rasa keunggulan rasial, menanggalkan penyakit chauvinisme dan kosmopolitanisme.

Keempat, musyawarah untuk mufakat, demokrasi. Demokrasi bukan monopoli atau penemuan dari aturan sosial barat. Demokrasi yang dimaksud merupakan keadaan asli manusia, meskipun mengalami perubahan implementasi untuk disesuaikan dengan kondisi-kondisi sosial yang khusus.

Dan yang terakhir, kelima adalah keadilan sosial. Di dalam keadilan sosial terangkai kemakmuran sosial, karena kedua hal tersebut tidak dapat dipisahkan.

Lima prinsip di atas merupakan saripati dari demokrasi Indonesia, yaitu demokrasi Pancasila.

"Inilah yang saya yakini sebagai demokrasi sejati, perpaduan antara demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Suatu sistem demokrasi yang melindungi golongan-golongan yang lemah," kembali Mega menegaskan.

Ditambahkan Mega, sementara, golongan-golongan yang kuat dibatasi kekuatannya, agar tidak terjadi eksploitasi terhadap golongan yang lemah oleh golongan yang kuat. Karena itu, demokrasi Indonesia sudah seharusnya tidak berdiri di atas faham-faham liberalisme. Di sisi lain, demokrasi Pancasila juga menentang otoriterianisme dan totaliteranisme, yang hanya akan melahirkan demokrasi sentralisme dan kekuasaan diktator.

Menurut Megawati, Demokrasi bagi dirinya adalah alat, bukan tujuan. Ia meyakini bahwa inti dari demokrasi adalah permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan, bukan oleh perdebatan dan siasat yang diakhiri dengan adu kekuatan dan penghitungan suara pro dan kontra. Inilah yang ia  pahami sebagai "demokrasi Pancasila". 

 Sebagai alat, demokrasi Pancasila mengenal kebebasan berpikir dan berbicara. Tetapi, kebebasan dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan negara, batas kepentingan, rakyat banyak, batas kepribadian bangsa, batas kesusilaan dan batas pertanggungjawaban kepada Tuhan.

Begitu juga dalam lapangan ekonomi, jelas Megawati. Tujuan dijalankannya demokrasi Pancasila adalah tercapainya Trisakti yaitu berdaulat dalam politik, berdiri di atas kaki sendiri di bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ia yakin, semua bangsa di bawah kolong langit ini pun memimpikan dapat sampai pada Trisakti.

Pada abad 20 keinginan untuk menjadi bangsa yang ber-Trisakti telah berhasil membuat para pendiri bangsa Asia Afrika memimpin perlawanan terhadap sistem ekonomi yang melahirkan keadaan yang sama bagi rakyat dimana pun: kemiskinan, kemelaratan,

Megawati mengaku merupakan salah satu saksi mata peristiwa Konferensi Asia Afrika pada tahun 1955. Gerakan Asia Afrika yang merupakan antitesa dari praktek ekonomi kapitalistik, berlajut dengan Gerakan Non Blok pada tahun 1961.

Gerakan Non Blok adalah gerakan negara-negara yang tidak mau terjebak dalam blok-blok perang dingin antara Amerika dan Uni Soviet. Pendirinya adalah Josip Broz Tito (Presiden Yugoslavia), Soekarno (Presiden Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Pandit Jawaharlal Nehru (Perdana Menteri India) dan Kwame Nkrumah (Presiden Ghana).

"Saya adalah peserta termuda dalam Konferensi Tingkat Tinggi Gerakan Non Blok Pertama di Beograd, Yugoslavia. Lima basis pondasi Gerakan Non Blok adalah: saling menghormati integritas dan kedaulatan masing-masing negara, perjanjian non-agresi tidak mengintervensi urusan dalam negeri negara lain, kesetaraan dan keuntungan bersama, serta menjaga perdamaian. Salah satu rekomendasi penting dari konferensi tersebut adalah desakan kepada Amerika dan Uni Soviet untuk tidak menggunakan senjata nuklir," ungkap Megawati Soekarnoputri dalam pidato ilmiahnya.

***