KPU juga mesti ketat menyeleksi. Misal, capres baperan nggak boleh ikut. Yang ngamukan karena kalah, langsung diantar ke psikiater.
Pernyataan-pernyataan Prabowo mengenai quick count dan exit poll (wa bil khusus Pilpres 2019 dan hasilnya), sangat negatif. Meski itu reaksi normal orang kalah, hal itu menunjukkan ketakpantasan orang yang ingin jadi pemimpin. Apalagi Presiden negara heterogen seperti Indonesia.
Sumbangan terburuk Prabowo adalah mendelegitimasi ilmu pengetahuan yang diinisiasi masyarakat. Di mana janji perubahan, jika yang ditanam justeru kejumudan, alias involusi? Bukannya revolusi (moral)? Mendelegitimasi QC dan EP, sama saja tak mempercayai bagaimana peradaban mencari jalan memperbaiki masa depannya.
Lihat dampak ekorannya. KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) menghimbau media televisi tidak menayangkan update quick count. Bagaimana bisa KPI yang dilahirkan untuk penguatan civil society, justeru menegasi inisiasi warga negara? Sementara KPI bungkam pada pelanggaran UU Penyiaran yang nyata. Dien Syamsudin, dari MUI, mengatakan sebaiknya quickcount ditiadakan. Ini soal kemanfaatan dan kemudharatan. Beberapa yang menyebut dirinya ustad dan ulama, membenturkan QC pada nilai agama.
Dengan bahasa njlimet, Rocky Gerung mengatakan QC memang kegiatan ilmiah, akademik, pure sciencetifik. Namun, katanya, karena yang menjalankan manusia, pada sisi itulah manusia bisa punya agenda lain (yang bertentangan dengan misi ilmiah dan netral). RG berhenti pada logika itu. Tak meneruskan dalam logika kaum positivis, dengan membangun sistem dan mekanisme. Membentuk organisasi profesi, aturan etik dan hukum, bahkan mekanisme dan administrasi untuk legalitas, kredibilitas, integritas.
RG konon mengajak kita bernalar, tapi nalarnya ternyata juga penuh tendensi dan partisan. Menjadi partisan sebenarnya tak apa, tetapi tidak jujur dengan memposisikan diri cendekiawan (padahal cuma jurkam), itu nilai kekampretannya sama. Persis Bambang Widjojanto, ngaku aktivis pergerakan padahal bagian dari tim kampanye.
Quick count justeru bertujuan untuk menjaga demokrasi dengan kontrol dan perbandingan. Sistem hitung cepat memberi kepastian para pelaku ekonomi, skala lokal dan global. Jarak waktu yang panjang dalam ketidakpastian, bukan hanya berbahaya dari sisi demokrasi, tapi juga memberikan dampak instabilitas dalam berbagai sendi kehidupan masyarakat. Termasuk kinerja pemerintah yang sedang berjalan.
Post factum, atau jika kita mengambil sisi positifnya, blessing in disguise, sumbangan terburuk Prabowo bisa dibalik. Justeru bisa untuk mendesak KPU, atau Parlemen dan Mahkamah Konstitusi, memasukkan QC dan EP sebagai bagian dari instrumen Pemilu yang formal, agar (1) menekan manipulasi dari penyelenggara maupun kandidat, (2) memberi kepastian pasar atau dunia ekonomi, (3) meredam risiko instabilitas akibat kontestasi yang panjang.
KPU juga mesti ketat menyeleksi. Misal, capres baperan nggak boleh ikut. Yang ngamukan karena kalah, langsung diantar ke psikiater, atau RSJ terdekat. Lagian, ndak tuman!
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews