Apakah Deklarasi Dukungan Berpengaruh kepada Elektabilitas Capres?

Selasa, 12 Februari 2019 | 21:02 WIB
0
428
Apakah Deklarasi Dukungan Berpengaruh kepada Elektabilitas Capres?
Dukungan untuk petahana (Foto: Merdeka.com)

Banyak atau marak dukungan dari berbagai ormas, paguyuban seniman, pesantren, tokoh agama atau adat, purnawirawan dan alumni-alumni perguruan tinggi atau SMU diberikan kepada kandidat capres dan cawapres marak dalam masa kampanye sekarang.

Ada pengamat yang mengatakan dukungan itu hanya seremoni belaka dan tidak akan berpengaruh menaikkan tingkat elektabiltas kepada kandidat capres dan cawapres.

Apakah bentuk dukungan atau deklarasi-deklarasi yang dilakukan oleh alumni-alumni perguruan tinggi, ormas-ormas, pesantren, tokoh agama atau adat, paguyuban seniman dan purnawirawan tidak ada pengaruhnya kepada tingkat elektabiltas bagi kandidat presiden? Pasti ada. Kenapa? Karena bentuk dukungan atau deklarasi merupakan sentimen positif yang akan mempengaruhi percakapan di media sosial.

Di media sosial ada percakapan positif dan percakapan negatif. Semakin besar percakapan positif, maka akan semakin baik untuk meningkatkan elektabilitas bagi calon presiden yang bersangkutan. Begitu juga sebaliknya, semakin besar percakapan negatif akan berpengaruh kepada tingkat elektabilitas bagi calon presiden.

Selama ini untuk mengetahui tingkat elektabilitas calon presiden dengan melakukan survei dengan metodologi tertentu. Dan biasanya ada margin of error 1%-3%.Tetapi ada metode atau cara lain untuk mengukur tingkat elektabilitas calon presiden. Cara atau metode apa itu?Yaitu melalui memantau percakapan di media sosial seperti yang dilakukan oleh PoliticaWave. Bahkan hasilnya lebih akurat dibanding hasil dari lembaga-lembaga survei.

Nah, bentuk dukungan atau deklarasi oleh masyarakat kepada calon presiden juga merupakan bentuk percakapan yang bisa dikonversi ke dalam  elektabiltas calon presiden. Semakin aktif masyarakat memberikan dukungan atau deklarasi akan berdapak positif bagi calon presiden. Begitu juga sebaliknya, kalau masyarakat pasif juga akan berpengaruh kepada elektabiltas calon presiden.

Berkaca pada pilpres 2014, pada waktu itu pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa di rumah pemenangan atau rumah Polonia Jakarta, hampir setiap hari ramai dukungan atau deklarasi dari berbagai kelompok masyarakat atau ormas. Dan itu terbukti berpengaruh pada elektabilitas kepada pasangan capres tersebut. Bahkan selisihnya tipis dengan elektabilitas pasangan Jokowi-Jusuf Kalla waktu itu.

Lembaga-lembaga survei pada waktu itu juga tidak berani mendiklare siapa pemenangnya. Dan hasilnya setelah pencoblosan memang selisihnya tidak terlalu besar. Bahkan malah sujud syukur karena merasa menang dan unggul. Sekalipun aslinya kalah.

Jadi bentuk dukungan atau deklarasi yang dilakukan oleh berbagai kelompok masyarakat akan mempengaruhi tingkat elektablitas calon presiden. Kalau sepi-sepi saja juga akan tertinggal dan tidak diperbincangan oleh masyarakat media sosial.

***