Andai Saya Menteri Agama

Menjadi menteri bukan pekerjaan ringan. Jika itu terlihat dari photo belaka, maka akan sangat mengasyikkan. Namun dengan jumlah satker 4.593 lembaga, tentu bukan pekerjaan yang mudah.

Sabtu, 26 Desember 2020 | 08:10 WIB
0
838
Andai Saya Menteri Agama
Yaqut Cholil (Foto: Pikiran Rakyat Depok)

Dengan pelantikan Mentri Agama, Rabu (23/12) Yaqut Cholil Qoumas menggantikan Fachrul Razi, maka keriuhan warganet terkait dengan topik perombakan kabinet kembali menggaung.

Apalagi, dua hari setelahnya Hari Natal dirayakan walau dengan liburan dengan tetap di rumah. Jika pada masa-masa sebelumnya, liburan menjadi "kewajiban" untuk mendorong bergeraknya sektor pariwisata. Justru di kondisi saat ini, liburan menjadi "terlarang" untuk menghentikan penyebaran virus.

Dengan keriuhan warganet itu, saya lalu berujar "andai saya Mentri Agama". Pada kondisi tertentu, warganet di Indonesia selalu saja riuh. Dimana hal-hal yang sepele selalu saja viral. Komentar kawan saya "warganet sudah jenuh dengan masalah yang nyata, sehingga memalingkan masalahnya dengan masalah baru di dunia maya".

Pertama, ucapan natal yang selalu menjadi kontoversi. Menuai pro dan kontra, selalu menjadi percakapan dunia maya. Perlu survey, seberapa besar yang setuju, maupun yang tidak setuju. Namun, percakapan ini dapat dialihkan dengan penugasan kepada Bimbingan Masyarakat Protestan, ataupun Katolik. Untuk ucapan natal dari Mentri Agama disampaikan setingkat Direktur Jenderal.

Boleh jadi, ini akan menjadi topik baru dengan komentar "dimana mentri agama? sehingga harus dirjen yang menyampaikan selamat natal". Dalam satu kesempatan, ada warganet yang bahkan tidak membaca secara detail terkait dengan kondisi sekolah di Mindanao, Filipina. Dengan ketidakjelasan maklumat itu justru mengetikkan komentar "dimana peran pemerintah Indonesia?".

Kedua, program strategis pendidikan Islam. Kalau tadi itu hal remeh temeh, maka ini soal serius. "Andai saya mentri agama", ada dua hal program yang dapat menjadi perhatian terkait pendidikan Islam.

Di tingkatan sekolah menengah, perluasan akses madrasah aliyah dengan pengkhususan Madrasah Aliyah Kejurusan (vokasi) perlu digagas bersama dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, seiring dengan pembentukan direktorat jendral vokasi.

Pangkalan Data Pondok Pesantren Kementerian Agama RI menayangkan jumlah pondok pesantren sebanyak 27.722 (26/12). Jika setengahnya saja didorong untuk membentuk satuan pendidikan kejuruan, maka alumni pesantren yang akan menjadi bagian dari pengembangan umat dalam sektor kejuruan. Santri-santri tersebut tidak saja akan menjadi dalam praktik ibadah ritual umat tetapi juga terkait dengan pengembangan lingkungan yang menjadi lokus keseharian.

Sementara ini, sudah ada dua MAKN (Madrasah Aliyah Kejuruan Negeri) sudah berdiri di Bolaang Mongondow dan Ende. Dengan pola yang sudah ada ini, dapat dikembangkan ke seentaro tanah air. Sebagaimana Madrasah Aliyah Negeri Insan Cendekia yang sudah mencapai 23 lokasi.

Keberadaan MAN IC ini, perlu dikembangkan sehingga integrasi Islam dan sains yang menjadi misi pengembangan universitas Islam negeri yang saat ini sudah mencapai jumlah 17 perguruan tinggi. Lulusan MAN IC, dapat menjadi bagian dalam program strategis integrasi Islam-sains. Sehingga di masa depan, kita bisa berharap adanya ilmuwan Indonesia yang berkontribusi bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Salah satu bonusnya dengan pengakuan berupa hadiah nobel.

Kedua, perguruan tinggi Islam Indonesia yang saat ini sudah berada di jalur yang tepat. Satu persatu perguruan tinggi keagamaan Islam mendapatkan "pengakuan" dalam tata kelola jurnal yang berstandar Scopus. Terakhir, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang mengelola Journal of Islamic Architecture, mendapatkan persetujuan Scopus untuk diindeks ke dalam pangkalan data mereka.

Kalaulah ini dapat dimaknai bahwa Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) sudah mengadaptasi tata kelola pengetahuan yang juga menjadi praktik terkini perguruan tinggi global.Juga dapat berarti bahwa perguruan tinggi Islam Indonesia dapat menjadi bagian dalam menggerakkan diskursus keilmuan dunia Islam.

Dengan jumlah PTKI sebanyak 58 lembaga, belum termasuk Universitas Islam Internasional Indonesia, maka jumlah ini berpotensi untuk melahirkan setidaknya 58 jurnal ternama yang dapat menjadi bagian pengembangan keilmuan Islam.

Jika itu terwujud, maka tentu ini langkah "Indonesia Maju" sebagai kontribusi perguruan tinggi Indonesia. Walau tanpa itu, dalam porsi yang lain perguruan tinggi Indonesia sudah menjadi bagian pengembangan akses terbuka. Dimana dalam indeks DOAJ, Indonesia menempati urutan teratas bersama dengan Brazil dan Britania Raya.

Maka, makna negara dengan populasi muslim terbanyak di dunia menemukan konteks dan relevansi. Kalaulah hanya dengan muslim terbanyak tetapi tidak ada capaian apa-apa, maka angka itu setakat buih saja. Apalagi kalau stigma korup ataupun "kejahatan" lainnya yang justru melekat.

Kondisi Kementerian Agama saat ini, sudah dalam kondisi sehat. Dimana 2017, kali pertama Badan Pemeriksa Keuangan menyatakan WTP. Di masa lalu, ada anggapan yang kerap muncul bahwa kementerian agama diantara kementerian yang korup. Bisa saja ini benar jikalau melihat pada penahanan mentri agama sebelumnya terkait kasus haji.

Akhirul kalam, menjadi mentri tentu saja bukan pekerjaan yang ringan. Jika itu terlihat dari photo belaka, maka akan sangat mengasyikkan. Namun dengan jumlah satker yang mencapai 4.593 lembaga, maka bukan tentu pekerjaan yang mudah.

Dalam masa jabatan yang tersisa empat tahun mendatang, maka ada lembaga yang tidak dapat dikunjungi. Sehingga pilihan untuk memperkuat infrastruktur teknologi informasi merupakan agenda tersendiri. Dimana dengan siskohat yang ada, begitu pula dengan EMIS yang sudah memadai, maka dengan kepemimpinan yang tepat, Kementerian Agama menjadi pilar NKRI.

Selamat bekerja, Gus Yaqut.

***