Kalau saya boleh sarankan pada Belva, dan anak-anak muda yang pinter, nggak usah mau jika diajak pemerintah mikirin negara. Mending bangun saja "negara sendiri", perusahaan sendiri.
Banyak orang masih juga mencerca Belva, yang mundur dari stafsus Presiden, gegara kasus pelatihan Kartu Prakerja. Ninggalin duit Rp51 juta perbulan, selama 5 tahun (kalau 5 tahun!), tapi dapet trilyunan rupiah!
Begitu kira-kira. Hadeh, penyinyiran yang kaprah!
Padal, mitra pemerintah dalam pelatihan online ada 8 biji: Tokopedia, Skill Academy by Ruangguru, Maubelajarapa, Bukalapak, Pintaria, Sekolahmu, Pijarmahir, dan Sisnaker (milikpemerintah). Semua dengan prosedur sama. Kok cuma Belva yang dihajar? Karena stafsus? Karena dapat proyek trilyunan? Mari kita hitung, agar daya kritis juga proporsional.
Masing-masing mitra, akan mendapat Rp1 juta, dari Rp 3,55 juta yang akan diberikan masing-masing pada 5,6 juta peserta (ini angka terakhir, mungkin akan nambah karena jumlah pendaftar), dari 34 provinsi di Indonesia. Meski Kartu Prakerja, tetapi 80-90 persen adalah mereka yang terdampak pandemi coronavirus dan korban PHK.
Jumlah bayaran mitra pemerintah, total 5,6 juta peserta x Rp 1 juta = Rp 5,6 trilyun. Itu masih akan dibagi ke 8 lembaga, yang masing-masing mendapat Rp700 milyar. Itu pun, dengan 900 modul pelatihan online di 34 propinsi.
Maka 8 mitra pemerintah itu harus membangun mitrakerja dengan jaringan mereka (market place), yang rerata (memang) dikuasai anak-anak muda, tersebar di 34 propinsi. Artinya, masing-masing mitra tidak murni mendapat Rp700 milyar.
Memang mitra kerja itu diikat kontrak pertama selama dua tahun, tetapi lama penyelenggaraan per-angkatan selama 4 bulan (dalam 2 tahun untuk 4 kali angkatan pelatihan). Kalau kita ngomongin angka proyek, tetap saja angka yang kecil, dibanding proyeksi outputnya. Bandingkan anggaran Rp 70 trilyun DKI Jakarta untuk apa saja (itu kalau kita mau bales nyinyir).
Jangan hanya lihat angkanya, tapi pada sisi lain, penyelenggaraan mitra-mitra kerja ini, dengan sendirinya semacam penciptaan lapangan kerja baru, di 34 propinsi yang focus ke anak muda (karena yang menguasai IT adalah anak muda). Semuanya itu akan berlangsung selama 4 bulan. Ada multi-player effects di baliknya.
Kenapa pelatihan online dengan Kartu Prakerja, bukannya ngasih sembako saja? Ya, kita kan lagi ngomongin Kartu Prakerja. Program bansos sembako ada sendiri. Bicaralah satu-satu, hingga bisa kita kritik satu-satu. Jangan campur-aduk hanya karena argumen ambyar.
Lagian konsep pelatihan online ini juga strategi semi-bansos susulan, karena konsep Kartu Prakerja semula untuk anak muda pengangguran. Karena pandemi coronavirus, diubahlah menjadi pelatihan online. Program ini nyatanya, dalam data Kemenperin, 80-90 persen peserta adalah mereka yang terdampak coronavirus dan korban PHK.
Mereka yang nuding Belva mendapat trilyunan rupiah, adalah omong kosong, alias asal njeplak. Kalau kita mau nyinyirin Belva, dari perusahaannya yang berkelas internasional (hingga buka cabang Singapura dan kelak India), jumlah yang diterima dari pemerintah tidak ada bandingannya.
Kenapa Belva yang diserang? Bagaimana dengan perusahaan-perusahaan Menteri (atau dulu JK waktu Wapres) yang mencapai puluhan hingga ratusan trilyun? Kenapa kita mingkem saja, padal dapet bagian juga kagak? Saya sih, dalam hal ini membela Belva. Nggak ada bisnis antara saya dan dia. Murni membela spirit dan eksistensi generasi baru, dan selamat tinggal generasi orba, beserta sisa-sisanya.
Kalau saya boleh sarankan pada Belva, dan anak-anak muda yang pinter, nggak usah mau jika diajak pemerintah mikirin negara. Mending bangun saja negara sendiri. Mangsudnya, bikin perusahaan sendiri, gedein sendiri, dan jadi presiden direkturnya sendiri. Clear! Merdeka!
@sunardianwirodono
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews