Protes Karena Ngarep

Di negeri ini banyak orang pinter. Tapi lucu kalau cuma untuk diri sendiri. Ngertiin orang lain saja kagak mau. Apalagi bekerja sama. Membantu. Memahami masalah bersama.

Sabtu, 26 Oktober 2019 | 06:24 WIB
0
435
Protes Karena Ngarep
Ilustrasi relawan (Foto: aksisolidaritas.com)

Belum lama ndenger pidato pelantikan Jokowi, soal jangan berdiri di satu titik, nanti lama-lama jadi tradisi, lama-lama jadi undang-undang. Eh, begitu Fahrul Razi dijadikan Menteri Agama, ada yang ngamuk-ngamuk.

Tradisinya kan Menag itu dari nganu. Kalau tidak dari nganu, padahal nganu sudah membantu waktu kampanye, bisa kualat kalau Presiden tidak ngangkat Menag dari nganu.

Hadeh! Ngona-nganu! Ketahuan 'kan? Agama, apalagi ormas agama, belum tentu nembus ke penganut dan anggota ormasnya, untuk menjadikan ngerti'in etika dikiiit aja. Wong mbantu orang, gitu nggak dapet imbalan, langsung bilang bakal kualat. Naudzubillah mindzalik!

Persis orang-orang mulia yang merasa ngerti pendidikan atau sekolahan. Begitu tahu Nadiem Makarim dipilih jadi Mendikbud, mereka pun bukan hanya sinis. Melainkan under-estimate, dan seperti biasanya; Ngerti apa dia, anak 'maren sore, tentang pendidikan dan kebudayaan!

Pokokmen, ngerti-nggak-ngerti misi-visi dan strategi serta target goal Presiden, apalagi nggak punya akses data, yang penting langsung antem-krama. Presiden guoblog! Padahal, apa selama ini yang dihasilkan Kementrian Pendidikan dan Kementrian Agama, yang ditangani para ningrat kita selama ini? Kemenristek Dikti saja, yang mau ngimpor rektor, cuma ngabisin duit ratusan triliun tapi tak ada hasilnya, kecuali paper-paper akademik. Kemenag yang juga ngurusi pendidikan, menjadi lembaga negara yang sarat korupsi.

Ini soal apa sebetulnya? Melihat hal itu, kita boleh menduga (karena nggak punya data), Jokowi mau mengubah strategi. Soal manajemen penyelenggaraan yang dibenahi. Tentu saja soal pendidikan bukan keahlian Nadiem Makarim. Tapi siapa yang menolak tudingan manajemen dan penyelenggaraan pendidikan kita tidak buruk? Meskipun harap maklum, kamu juga belum tentu pewaris spirit Ki Hadjar Dewantara bukan?

Demikain juga soal agama. Siapa yang bilang menteri-menteri agama kita selama ini tak faseh berdoa? Dengan aksen Arab? Tapi katakan padaku, hai tukang kayu, mengapa kementerian agama lebih banyak urusan uang daripada umat? Mana pembinaan menuju akhlaqul karimah?

Begitulah. Kritik atau protes, ujung-ujungnya menjijikkan. Mana yang nuntut wamen. Mana yang karena nggak kepilih kek. Lihat saja bagaimana pusingnya Fadli Zon kini. Juga Hasjim Djojohadikusumo ngadepin rezim Jokowi. Termasuk yang dulu gini-gitu, juga yang golput sekalipun. Ampun dah!

Di negeri ini banyak orang pinter. Tapi lucu kalau cuma untuk diri sendiri. Ngertiin orang lain saja kagak mau. Apalagi bekerja sama. Membantu. Memahami masalah bersama. Bayangin, di level berapa dalam daya literasi internasional, tapi nomor berapa besar kita sebagai netizen hyperactive di dunia? Jadi wajar kan? Coba baca ulang pidato Mochtar Lubis, tentang 'Manusia Indonesia' tahun 1977 di TIM. Sudah berubah? Atau kamu belum lahir?

***