Profesor Australia ini Protes Keras kepada Tim Hukum Prabowo-Sandiaga

Protes keras seorang profesor negara sahabat ini menelanjangi upaya tim hukum Prabowo yang hantam-kromo, asal seruduk dan asal pungut, tanpa peduli lagi etika dan sopan-santun.

Sabtu, 15 Juni 2019 | 19:42 WIB
0
877
Profesor Australia ini Protes Keras kepada Tim Hukum Prabowo-Sandiaga
Tim Lindsay (Foto: Detik.com)

Puncak dari permohonan tim hukum Prabowo Subianto pada sidang pertama Mahkamah Konstitusi yang digelar Jumat, 14 Juni 2019 adalah memohon lembaga itu menetapkan Prabowo Subianto sebagai Presiden RI dan Sandiaga Uno sebagai wakilnya.

Tentu saja hal ini dilakukan setelah terlebih dahulu MK mendiskualifikasi kemenangan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin sebagai pemenang Pilpres sebagaimana hasil rekapitulasi KPU pada 22 Mei 2019 yang kita tahu bersama berujung pada kerusuhan.

Publik bebas menilai upaya permohonan tim hukum Prabowo yang dimotori Bambang Widjojanto ini, apakah mau bergembira, bersedih, bingung, bangga, bahkan tertawa karena ada unsur kelucuan yang luar biasa sehingga memancing syaraf ketawa.

Galibnya, gugatan di MK terkait dengan penghitungan suara, sehingga yang didorong ke mahkamah adalah bukti-bukti yang bisa menggugurkan suara lawan yang dianggap curang. Artinya, tim hukum Prabowo wajib memiliki bukti C1 dari TPS-TPS yang dianggap dicurangi itu.

Sebagai gambaran, jika selisih suara mencapai 16.957.123, maka tim hukum Prabowo harus bisa mebuktikan separuh dari selisih suara, katakanlah sekitar 8,5 juta suara itu, berasal dari kecurangan yang dilakukan pasangan Jokowi-Ma'ruf. 

Jika maksimal TPS menyediakan 300 suara pemilih, setidaknya tim hukum Prabowo-Sandiaga harus membawa bukti formulir C1 dari sekitar 28.000 TPS.

Toh daripada kena timpuk henpon orang yang telah membayar jasanya, Bambang Widjojanto dan kawan-kawan terus bekerja -tepanya main seruduk. Bukan menghadirkan truk atau sejumlah kontainer berisi surat suara alias formulir C1 yang dianggap hasil kecurangan, tetapi berpidato layaknya kandidat sarjana di depan penguji sidang skripsi.

Isi pidatonya macam-macam, dari menganggap Jokowi curang karena meresmikan penggunaan jalan tol sebelum hari H pemungutan suara sampai posisi Ma'ruf Amin di sejumlah bank anak usaha BUMN. Tidak terekam apakah Jokowi jalan-jalan dengan Jan Ethes ke mall yang tersebar di medsos juga dipersoalkan tim hukum Prabowo-Sandi.

Senjata tim hukum Prabowo-Sandiaga adalah opini, persisnya penyesatan opini yang dimaksudkan untuk mempengaruhi persepsi publik. Ibarat sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui, pidato itu juga digunakan sebagai ajang untuk menjelek-jelekkan pemerintah Jokowi secara gratis dan murah. Gratis karena tidak dipungut biaya, murah karena tidak harus membayar spot siaran televisi yang menyianglangsungkan pidato tersebut.

Dalam pidato di ruang sidang MK yang disiarkan televisi dan live streaming Internet itu, Bambang Widjojanto dan kawan-kawan leluasa membentuk opini publik. Tidak peduli opini yang saling bertabrakan dengan opini tim Prabowo sebelumnya.

Sebagai contoh, sebelumnya dalam kampanye-kampanye Prabowo-Sandi tersembul keinginan untuk kembali ke zaman Orde Baru yang digambarkan lebih baik dari orde manapun yang pernah ada setelahnya. Celakanya, tim hukum Prabowo justru menghina Orde Baru dengan mengatakan Jokowi dan pemerintahannya lebih buruk dari Orde Baru.

Baca Juga: Tom Power Protes Pendapatnya Dipelintir Tim Prabowo-Sandiaga

Dan yang paling menjadi tertawaan dunia protes dari Guru Besar Hukum University of Melbourne, Australia, Tim Lindsey. Profesor ini menyampaikan protes kepada tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno karena mengutip artikelnya dalam berkas gugatan sengketa Pilpres 2019 . Lindsey menegaskan, ia tidak pernah menyebut Presiden Joko Widodo sebagai "otoriter".

"Artikel yang saya tulis membahas soal kesulitan politik yang dihadapi Jokowi pada tahun 2017. Saya tidak pernah mengatakan Jokowi otoriter seperti klaim tim hukum Prabowo. Saya juga tidak pernah sebutkan ada kecurangan dalam pemilu," kata Tim Lindsey, Sabtu 15 Juni 2019 sebagaimana diberitakan Detik.com.

Lindsey menjelaskan, artikel tentang Jokowi itu ia tulis pada tahun 2017. Ia menyebut tim hukum Prabowo-Sandi menggunakan artikelnya di luar konteks, sehingga tidak bisa menjadi referensi bagi argumen mereka dalam sidang sengketa Pilpres 2019.

Selain itu, kata Lindsey, tim hukum Prabowo tidak meminta izin untuk mengutip artikelnya.

"Mereka tidak pernah membicarakannya dengan saya dan tidak pernah meminta izin menggunakan artikel saya. Saya tidak ada urusannya dengan kasus yang dihadapi Prabowo," ujarnya.

Agar pemahaman lebih menyeluruh, ada baiknya protes keras lengkap Lindsey yang ditulis dalam bahasa Inggris itu ditayang-ulang sebagai berikut;

My article was NOT written about these elections. It was written in 2017.

Prabowo's legal team included a quote from my article in their petition that was (1) clearly taken out of context, (2) contained emphasis (bolding, underlining etc) that was NOT in the original, and (3) does NOT support the argument they say it supports.

In my article, I was simply discussing the political predicament Jokowi was facing in 2017. I did NOT say in the article that Jokowi was authoritarian, as Prabowo's legal team claim, and I did NOT say there would be fraud in the elections.

Prabowo's legal team did NOT discuss their use of my article with me, and they did NOT seek my agreement or approval. I had nothing to do with the preparation of Prabowo's case.

Jokowi's legal team have reviewed my article. They announced publicly through Arsul Sani, a member of Jokowi's team, that the article does not say the things Prabowo's team claim that it says. They agree that I have been misquoted/misrepresented by Prabowo's Legal Team.

Best wishes,
Tim Lindsey

Selain Tim Lindsey, protes lainnya juga datang dari Tom Power, kandidat doktor dari negara yang sama dengan Lindsey, yang opininya juga dipelintir tim hukum Prabowo terkait persoalan hukum di bawah Jokowi.

Tidak pernah diketahui publik apakah ada henpon yang melayang lagi atas keberatan Lindsey dan Power yang opininya dipelintir sedemikian sadis oleh tim hukum Prabowo. Tetapi yang jelas, protes keras seorang profesor dan kandidat doktor negara sahabat ini menelanjangi upaya tim hukum Prabowo yang hantam-kromo, asal seruduk dan asal pungut, tanpa peduli lagi etika dan sopan-santun.

Ya, namanya juga usaha, toh uang jasa sudah telanjur dikantongi, apapun harus dilakukan, termasuk mempertaruhkan kredibilitas dan bahkan harga diri.

***