Novel Baswedan Seharusnya Berutang Budi pada Presiden Jokowi

Kalau UUD 1945 saja boleh diamandemen, masak UU KPK tidak boleh direvisi. Toh keberadaan KPK bersifat ad-hoc atau untuk tujuan tertentu.

Senin, 16 September 2019 | 08:57 WIB
0
606
Novel Baswedan Seharusnya Berutang Budi pada Presiden Jokowi
Novel Baswedan (Foto: Beritagar.id)

Masyarakat terbelah menjadi dua dalam menyikapi terpilihnya lima pimpinan KPK yang baru dan revisi UU KPK. Ada yang setuju dengan revisi UU KPK dan ada yang tidak setuju. Bahkan mereka saling berhadap-hadapan saling adu argumen dan saling tuduh.

Seolah-olah hitam dan putih. Yang setuju dengan revisi UU KPK dituduh sebagai pro atau pembela koruptor. Dan pendukung revisi UU KPK disimbulkan warna hitam. Sedangkan yang tidak setuju dengan revisi UU KPK dianggap orang-orang yang anti korupsi dan orang bersih, suci tanpa noda. Dan disimbulkan warna putih.

Padahal yang sebenarnya terjadi tidak begitu. Orang-orang yang setuju dengan revisi UU KPK bukan berarti pendukung atau pembela koruptor. KPK harusnya juga jangan anti kritik. Dan setiap kritik kepada KPK jangan dinarasikan melemahkan dan membela koruptor.

Kalau UUD 1945 saja boleh diamandemen, masak UU KPK tidak boleh direvisi. Toh keberadaan KPK bersifat ad-hoc atau untuk tujuan tertentu.

Seolah-olah KPK tidak mau diawasi sebagai check and balance atau saling mengontrol dan sebagai keseimbangan dalam kekuasaan. Mereka merasa bisa mengatur dirinya sendiri tanpa peran dari pihak lain. Mereka merasa tidak perlu dewan pengawas karena secara sistem sudah saling mengawasi. Itu kata mantan ketua KPK Abraham Samad.

Mengapa KPK begitu alergi dengan revesi UU KPK dan seolah-olah kalau melakukan revisi dianggap tidak anti terhadap korupsi dan dianggap pro koruptor?

Bagaimana bisa seorang penyidik Novel Baswedan menuduh Presiden Jokowi berutang budi dengan koruptor kalau setuju dengan revisi UU KPK. Hanya karena setuju revisi UU KPK langsung menuduh dan memberi stigma berutang budi kepada koruptor.

Siapakah sebenarnya yang berhutang budi; Presiden Jokowi atau Novel Baswedan? Novel Baswedan-lah yang seharusnya berutang budi kepada presiden Jokowi!

Baca Juga: Siapa Mafia Hitam dan Orang Besar di Balik Kasus Novel?

Sejak mata Novel Baswedan disiram air keras, pengobatan yang dijamin oleh KPK tidak cukup karena membutuhkan biaya yang sangat besar. Apalagi ia hanya seorang pegawai yang fasilitas pengobatannya terbatas dan tergantung jabatannya. Akhirnya pimpinan KPK mengajukan biaya pengobatan kepada presiden. Dan presiden setuju dan menaggung biaya pengobatan mata Novel baswedan.

Dibawalah ke rumah sakit Singapura. Novel Baswedan sendiri pernah mengucapkan terima kasih kepada Presiden karena sudah dibantu biaya pengobatannya.

Lha ko sekarang tidak tahu terimakasih dan menuduh presiden Jokowi hutang budi dengan koruptor-hanya gara-gara presiden setuju revisi UU KPK.

Novel, kamulah yang berutang budi dengan Presiden Jokowi. Seorang penyidik sudah berani melakukan tuduhan kepada presiden. Harusnya, seorang penyidik itu bekerja dalam senyap. Bukan malah seperti LSM atau politisi.

Kadang-kadang ada sesuatu yang aneh. Menuduh DPR brengsek dan pro koruptor. Padahal lima pimpinan KPK yang sekarang yang dianggap berhasil dan bersih tanpa cela adalah yang pilihan anggota DPR komisi III. Artinya,DPR yang dinggap brengsek dan pro koruptor masih bisa memilih lima pimpinan KPK yang bersih.

Dan anggota DPR komisi III yang memilih lima pimpinan KPK yang baru dengan ketua Firli Bahuri adalah anggota DPR komisi III yang sama yang memilih lima pimpinan KPK dengan ketua Agus Rahardjo.

Berlaku adilah. Beri kesempatan lima pimpinan KPK yang untuk membuktikan kinerjanya. Toh dulu lima pimpinan KPK dengan ketua Agus Rahardjo juga sempat diragukan kinerjanya diawal-awal terpilihnya mereka.

***