Selama 4 tahun lebih Presiden Joko Widodo menerima fitnah-fitnah setiap hari,baik di media sosial, media online, dan media cetak yang diterbitkan pihak pendukung oposisi. Tercatat ada dua isu besar, pertama "Joko Widodo adalah anggota PKI", kedua: "Joko Widodo bukan anak kandung ibundanya".
Fitnah pertama bersifat politis, seperti kita tahu isu PKI selalu dituduhkan kepada Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) termasuk kepada Joko WIdodo. Artinya fitnah ini tidak spesifik ke Joko Widodo saja, namun juga partai pengusungnya yakni PDIP.
Tuduhan ini turunan dari propaganda Orde Baru ketika menjatuhkan pemerintahan Soekarno dengan pemicu pemberontakan PKI pada tahun 1965. Untuk melakukan pembersihan pengaruh Soekarno, rezim otoriter Soeharto melakukan de-Soekarnoisasi antara lain lewat penanaman stigma PKI sebagai musuh bersama.
Fitnah kedua kepada Presiden Joko Widodo sangat menyakitkan, fitnah Joko Widodo bukan anak kandung sang ibunda karena dia adalah keturunan Cina yang dititipkan ke ibunda Joko Widodo. Bahkan di media sosial terus dihembuskan pesan berulang - ulang dan konsisten selama beberapa tahun sehingga publik pun mempercayainya seperti fitnah Jokowi adalah PKI.
Metode propaganda ala fasis NAZI sengaja diadopsi untuk menanamkan ide ini ke benak masyarakat, bagi sebagian masyarakat metode ini sukses tersemai di benak mereka. Tak heran bila kita menemui anggota masyarakat beranggapan seperti fitnah-fitnah tersebut adalah benar, faktanya tidak tak demikian bila tidak menelusurinya secara mendalam. Namun tidak semua orang mau mengkritisi informasi yang mereka tangkap baik dari media mau pun informasi yang tersebar dari mulut ke mulut (mouth to mouth)
Tuduhan serius bahwa Presiden Joko Widodo bukan anak biologissang ibu bahkan diturunkan menjadi tuntutan agar Jokowi test DNAuntuk membuktikan tuduhan tersebut. Selama ini pihak Joko Widodo tidak menanggapi serius tuduhan, karena memang tidak perlu ditanggapi, bagi orang-orang yang sudah lama mengenal Presiden Joko Widodo di Kota Solo bakal tertawa merespon tuduhan ini.
Memang kampanye negatif seperti ini sudah menjadi menjadi bagian dari dunia politik, bila tak siap menerima kampanye negatif (negative campaign) atau kampanye hitam (black campaign) sebaiknya mundur dari arena kontestasi politik. Mau tidak mau pihak keluarga pun bakal terdampak oleh kampanye seperti itu, persoalannya seberapakah pihak keluarga siap menghadapinya ?
Tercatat selama ini Ibunda Jokowi tak pernah menanggapi tuduhan - tuduhan keji terhadap anaknya Joko Widodo, bisa jadi sang Ibu sudah kenyang menghadapinya mengingat Joko Widodo sendiri sudah menjadi obyek fitnah sejak menjadi Wali Kota Kota Solo.
Inilah yang membedakan dengan ibunda Sandiaga Uno, kiprah Sandi selama ini lebih banyak di dunia bisnis yang relatif lebih senyap dari sorotan publik dibandingkan dunia politik. Ketika Mien Uno, ibunda Sandiaga meminta agar pihak - pihak yang menuduh anaknya yang sedang nyawapres bersandiwara, publik pun langsung menanggapi dengan nyinyir.
Di media sosial pun mengemuka tagar #SandiwaraAnakManja #SandiwaraAnakMama dan lain-lain yang isinya mem-bully komentar ibunda Sandi, Mien Uno yang selama ini dikenal sebagai pakar kepribadian. Blunder, inilah yang terjadi, campur tangan Mien Uno terhadap kegiatan politik anaknya tidaklah salah, wajar, siapapun orang tua terutama ibu pasti membela sang anak - anak habis-habisan.
Maksud baik Mien Uno membela Sandi bukannya meraih simpati publik, sebaliknya justru menuai nyinyiran negatif, sementara ibunda Joko Widodo sendiri tidak pernah ikut campur terhadap kegiatan putranya meski sang anak dihujani fitnah-fitnah kejam.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews