“Ten Years Challenge” Amien Rais, Perubahan Wajah "Sang Reformis"

Sabtu, 19 Januari 2019 | 14:00 WIB
0
547
“Ten Years Challenge” Amien Rais, Perubahan Wajah "Sang Reformis"
Amien Rais (Foto> Brilio.net)

Di media sosial kini viral tantangan untuk memamerkan perbedaan wajah seseorang antara sepuluh tahun yang lalu dengan hari ini. Saya tergelitik untuk membandingkan wajah seorang politikus, sang reformis, Amien Rais. 

Sebelum membandingkan wajahnya, saya membuat pengakuan bahwa dulu saya adalah seorang penggemar Amien Rais. Di mata saya, dia seorang tokoh yang cerdas, ahli strategi yang juga religius dengan ketokohannya di organisasi Muhammadiyah. 

Setidaknya perubahan wajah ini adalah penilaian saya, seorang yang di saat peristiwa reformasi baru menjejakkan kaki ke dunia kampus. Tapi waktu mendewasakan saya dan mengubah banyak nilai yang tertanam dalam diri saya.

Kerennya Amien Rais di masa itu

Dulu, saya menilai seorang Amien Rais sebagai penggerak perlawanan rakyat terhadap ketidakadilan. Bagi saya, dia nyaris sempurna. Dia cerdas, punya nyali besar dan komitmen yang kuat untuk rakyat. Saat itu saya masih pemudi yang awam soal politik. Lagipula belum banyak aktor politik bermain di era orde baru. 

Saya juga salah satu generasi orde baru yang cuma kenal tokoh politik yang itu lagi itu lagi. Semua "pahlawan" kala itu adalah orang seputaran Cendana. Benturan peristiwa dan informasi di media dulu belum seperti sekarang. Meskipun di awal reformasi terjadi kerusuhan, gesekan antar anak bangsa justru belum separah saat ini.

Mengapa saya kini lebih suka menyebut Amien Rais sebagai reformis ketimbang bapak reformasi? Di mata saya, beliau memang ahli dalam membentuk dan mengubah formasi di dunia politik. Kata kuncinya adalah mengubah. Ia suka mengubah segala tatanan yang sedang berlangsung di saat hal itu tidak sesuai dengan kemauannya. Sebelum "ten years challenge" kita mulai, saya mau kilas balik apa peran seorang Amien Rais dalam peristiwa reformasi.

Siapakah Amien Rais sebelum reformasi? Amien adalah seorang guru besar ilmu politik dari Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan doktor lulusan ilmu politik kajian timur tengah di Universitas Chicago, Illinois, Amerika Serikat (1984). 

Dia memperoleh gelar sarjana di Fisip Universitas Gajah Mada Yogyakarta (1968), sarja muda dari Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta (1969) dan mendapat gelar masternya di Universitas Notre Dame, Indiana, Amerika Serikat (1974). Di tahun 1995-2000 Ia menjabat sebagai Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 

Orang tuanya aktif di Muhammadiyah cabang Surakarta. Rutinitas sehari-hari Amien Rais kala itu adalah mengajar di almamaternya, UGM. Ia sudah melanglang buana ke berbagai negara dalam melakukan studi politik hingga akhirnya ia menjadi satu dari sangat sedikit aktifis yang berani menyuarakan perlawanan terhadap pemerintah Soeharto.

Pada Sidang Tanwir Muhammadiyah di tahun 1993 di Surabaya Amien berbicara mengenai suksesi kepemimpinan nasional. Padahal di tahun sebelumnya, Soeharto baru saja terpilih lagi sebagai Presiden RI untuk periode 1992-1996. 

Karena sikap Amien yang berseberangan dengan pemerintah, pengurus Muhammadiyah kerap kali khawatir kalau-kalau kegiatan organisasi mereka dipersulit pemerintah. Pada tahun 1995 di Muktamar Muhammadiyah ke-43 Amien Rais terpilih sebagai ketua umum.

Di tahun 1998, Amien Rais mendorong aksi-aksi mahasiswa untuk reformasi. Amien pun mengumpulkan sejumlah tokoh untuk mendesak Soeharto mundur dari jabatannya. Pada tanggal 12 Mei 1998 terjadi peristiwa berdarah di kampus Universitas Trisakti, Grogol, Jakarta Barat. Empat mahasiswa tewas dalam aksi damai yang diikuti ribuan mahasiswa itu. Mereka yang tewas adalah Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto dan Hendriawan Sie. Menurut dokomen Kontras, korban luka mencapai 681 orang dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia.

21 Mei 1998 suasana di Jakarta sangat mencekam karena militer dikerahkan untuk mengamankan situasi. Pasukan berjaga, senjata laras Panjang, tank tempur hingga penembak jitu berjaga di mana-mana. Mereka lawan mahasiswa layaknya memerangi musuh yang akan menjajah negeri ini. 

Saya yang ketika itu masih duduk di bangku kelas 3 SMA dan baru selesai mengikuti ebtanas diliburkan sekolahnya. Begitu juga semua sekolah di Jakarta, para siswanya diminta berdiam diri di rumah selama satu minggu. Amien Rais yang semula memimpin dalam aksi-aksi mahasiswa untuk reformasi justru mengajak mereka untuk membatalkan aksi demonstrasi karena akan berbenturan dengan militer. 

Tapi, tetap saja sekitar ratusan ribu mahasiswa berhasil menduduki Gedung DPR MPR RI Senayan, Jakarta. Para mahasiswa berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Di depan Gedung DPR MPR RI, di hadapan ratusan ribu mahasiswa itu Amien Rais berorasi menggelorakan era reformasi yang akan segera dicapai. Pada tanggal 21 Mei 1998 itu juga Soeharto mengundurkan diri sebagai Presiden Republik Indonesia.

Amien Rais pernah berwacana mencalonkan diri sebagai presiden tetapi partai yang ada (Golkar, PPP, PDI) hampir sepenuhnya dikendalikan oleh Soeharto. Pasca Soeharto lengser, pada 23 Agustus 1998, Amien Rais bersama 49 tokoh nasional lainnya mendeklarasikan Partai Amanat Nasional. Di tahun 1999 Amien terpilih sebagai ketua MPR-RI periode 1999-2004. 

Selama Amien menjabat sebagai ketua MPR, ia kembali memainkan 'jurus kanuragan'nya dalam memobilisasi suara anggota DPR membentuk poros tengah. Di antara hasil kecerdasan seorang Amien Rais di poros tengah adalah terpilihnya Abdurrahman Wahid atau Gus Dur sebagai Presiden RI tahun 1999 hingga melalui manuver beliau juga Gus Dur diturunkan dan diganti oleh wakilnya, Megawati Soekarnoputri di tahun 2001.

Saya memahami, reformasi merupakan era terbukanya keran kebebasan berpendapat dan berpolitik. Saya mengakui jasa seorang Amien Rais dalam turut membebaskan bangsa kita dari belenggu Orde Baru selama 32 tahun. Tetapi, lama kelamaan manuver politiknya mulai berlebihan. Amien Rais yang notabene seorang akademisi semakin lama semakin meninggalkan kaidah kebenaran berdasarkan fakta. Amien kini senang bermain asumsi, walaupun fiksi yang penting penuh aksi.

 

Perubahan di sepuluh tahun terakhir

Di tahun 2009 Amien sudah tidak lagi menjabat sebagai ketua umum PAN maupun sebagai Ketua Umum DPP Muhammadiyah. Amien Rais yang pernah maju di pilpres 2004 dan mengalami kekalahan gagal untuk mencalonkan diri kembali karena tidak adanya partai yang resmi mencalonkannya sebagai presiden. 

Tapi, cikal bakal persekutuan Amien dan Prabowo dalam sebuah koalisi mulai terlihat di masa ini. Prabowo yang kala itu telah memiliki kendaraan politik sendiri yaitu Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) aktif menemui beberapa pimpinan partai dan tokoh-tokoh yang di antaranya adalah Amien Rais. Selain Amien Rais, Hilmi Aminuddin selaku Ketua Majelis Syura Partai Keadilan Sejahtera (PKS) juga di dalam daftar yang akan ditemui oleh Prabowo.

Saat itu, Amien beberapa kali memuji Prabowo sebagai calon presiden yang menurutnya paling baik. Dia menilai program Prabowo lebih jelas karena Prabowo tidak memiliki program ekonomi yang berbeda dari partai yang sedang berkuasa.

Amien urung bergabung dalam koalisi Prabowo-Megawati Sukarnoputri. PAN sebagai partai besutan Amien Rais saat itu masuk kategori parliamentary threshold tetapi tak cukup suara untuk mencalonkan presiden sendiri. Soesilo Bambang Yudhoyono yang pecah kongsi dengan Jusuf Kalla mencalonkan diri sebagai presiden dengan Budhiono sebagai wakil presidennya. Saat itu juga, Amien Rais bersama PAN memilih mendukung SBY untuk maju sebagai capres 2009.

Di tahun 2009 Amien Rais lebih banyak berperan di belakang layar ketimbang memegang jabatan strategis. Di tahun ini Amien tidak terlalu mempunyai manuver politik lagi. Sebagai anggota Majelis Pertimbangan PAN, Amien lebih banyak melakukan pembinaan terhadap keorganisasian Muhammadiyah melalui ceramah-ceramahnya.

Pada tahun 2013 Amien Rais pernah mengkritik pemerintahan SBY karena didominasi oleh kekuatan negara asing. Menurutnya, presiden, MPR dan DPR gagal menjalankan amanat pasal 33 dan pasal 34 Undang-undang Dasar 1945. Amien mengharapkan negara mengakhiri kontrak karya pihak asing di Indonesia termasuk PT. Freeport. Menurut Amien, dominasi asing masih terjadi sejak era orde baru, reformasi hingga saat itu.

Di tahun yang sama, jelang penentuan capres cawapres untuk pilpres 2014, Amien pernah berandai-andai jika Hatta Rajasa (Ketua Umum PAN) yang digadang untuk maju ke pilpres berpasangan dengan Joko Widodo akan seperti Soekarno-Hatta. Ini dia katakan karena beliau meyakini bahwa Hatta Rajasa layaknya bung Hatta yang ahli dalam bidang ekonomi. 

Amien memang tidak menutup kemungkinan Hatta Rajasa berduet dengan calon lainnya. Pada kenyataannya memang Hatta tidak jadi berpasangan dengan Jokowi di pilpres, justru menjadi rival karena Hatta berpasangan dengan Prabowo. Pilpres 2014 pun akhirnya untuk pertama kali dalam sejarah pilpres langsung di Indonesia yang kandidatnya hanya 2 pasang. 

Itulah pertama kalinya persaingan pilpres menjadi sangat sengit karena pemilih terpolarisasi menjadi dua kubu. Sejak itu Amien berada dalam kubu yang berlawanan dengan Jokowi dan PDIP.

Sejak kekalahan pilpres 2014 di kubunya, Amien Rais Bersama PAN terus berkutat dengan koalisi oposisi Prabowo Subianto dengan mitra partai yaitu PKS dan Gerindra. Walaupun oposisi, kader PAN ada yang sempat menjadi menteri di pemerintahan Joko Widodo. 

Amien konsisten pada sikap oposisi yang sangat rajin mengkritik pemerintah. Bukan hanya pemerintah, ia selalu berseberangan dengan semua pihak yang ada ikatan baik dengan pemerintah. Di tahun 2016, Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dilaporkan atas kasus ucapan yang dianggap menista agama Islam. 

Amien berada dalam barisan yang mendorong pemerintah ikut campur dalam kasus Ahok dan mengharapkan Ahok dipenjara. Tak hanya itu, kasus ini pun terbawa hingga kontestasi pilkada DKI Jakarta tahun 2017. 

Aksi masa digerakkan oleh Habib Rizieq Shihab sejak 4 November 2016 dan seterusnya. Amien selalu konsisten ada di barisan ini. Hingga saat februari tahun 2017 Ahok divonis bersalah oleh hakim dan dijebloskan ke penjara, Amien bersama barisan aksi yang mereka namakan "212" tetap sering melakukan aksi masa untuk mengkritik pemerintah.

Di tahun 2018, Amien bersama PAN tergabung dengan koalisi capres cawapres Prabowo-Sandiaga Uno bersama dengan partai Gerindra, PKS, Demokrat dan Berkarya. Ucapan Amien yang mendikotomikan partai-partai dengan sebutan partai Allah dengan partai setan sangat kontroversial. Ia melabel PAN, PKS dan Gerindra sebagai partai Allah karena dianggapnya paling sesuai dengan kehendak Allah. 

Amien melabel partai yang berseberangan dengannya sebagai partai setan. Amien mengkritik pernyataan presiden Jokowi yang memisahkan politik dengan agama. Amien menilai Jokowi sebagai presiden yang memiliki ilmu pas-pasan. 

Selama tahun 2018 Amien beberapa kali mengutuk pemerintahan Jokowi dengan ucapan yang memantik kubu Jokowi. Amien mengatakan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang pekok sebagai kritik atas penerapan UU Migas no. 22/2001 yang menurutnya pro asing.

Menurut Amien, pilpres 2019 ibaratnya armageddon atau perang barathayuda. Ia juga menginginkan strategi perang badar yaitu perang untuk memenangkan agama Allah diterapkan koalisinya dalam kontestasi pilpres 2019. 

Kebencian seorang Amien Rais terhadap Jokowi dan pemerintahannya semakin menjadi, semua gerak-gerik Jokowi adalah negatif di mata Amien Rais. Sejak tahun 2018 saja media belum mencatat adanya apresiasi dari seorang Amien Rais terhadap keberhasilan pemerintahan Jokowi di berbagai aspek.

Di awal tahun 2019 ini Amien Rais kembali membikin gempar dengan buku terbaru yang ia terbitkan yaitu "Revolusi Moral" yang merupakan antitesa atas program Revolusi Mental yang digagas oleh Jokowi. Dia menyebut revolusi mental Jokowi tak punya penunjuk moral. "Lo ini saya justru mengakhiri revolusi mental. Pak Jokowi itu kan mental. Saya mengatakan bahwa rezim Jokowi ini tidak punya moral kompas. Tidak punya kompas paradigma atau penunjuk moral, sehingga sangat lemah," kata Amien. Buku setebal 76 halaman itu diberi judul Amien "Hijrah: Selamat Tinggal Revolusi Mental, Selamat Datang Revolusi Moral," ucapnya.

Amien menyebut mental sebagai sebuah sikap yang muncul dari suasana batin kejiwaan seseorang, sedangkan moral adalah kemampuan seseorang membedakan suatu hal yang baik dan buruk. "Jadi kalau sikap kejiwaan seseorang itu pemberani, ya maka mentalnya pemberani. Orang malas mentalnya pengemis. Kemudian kalau ada orang yang planga-plongo itu dia punya mental pengikut," ujarnya.

Ironis, Amien Rais bicara moral. Dulu dia melawan Orde Baru dengan alasan kesewenangan dan monopoli pemerintahnya. Ia juga menolak praktek Kolusi, Korupsi dan Nepotisme yang membudaya saat itu. Tapi sekarang, Amien berada dalam satu perahu koalisi dengan mereka yang menjadi pelaku Orde Baru itu sendiri. 

Tommy Soeharto yang tersangkut kasus korupsi serta pembunuhan hakim agung Syafiuddin Kartasasmita juga dirangkul seorang Amien Rais. Lantas, moral siapa yang harus diperbaiki jadinya?

Buku "Revolusi Moral" dinilai sebagai bukti cara-cara ATM yang dipakai oleh Amien Rais. ATM versi pengamatan awam itu Amati, Tiru dan Modifikasi. Pola yang selama ini diterapkan Jokowi diduplikasi untuk melawan dan mendelegitimasi seorang Jokowi sendiri oleh Amien Rais. Entah sampai kapan seorang Amien Rais begini. 

Kebenciannya terus bertambah dan belum pada titik antiklimaks. Terlalu banyak ucapannya yang justru menjauhkan Amien dari citra politikus cerdas karena terlalu berkiblat pada asumsinya sendiri. Tak ada teori atau hitung-hitungan empiris lagi yang dipakai professor ini. Saya sendiri sampai berusaha mengingat apa dulu saya benar mengidolakan beliau atau itu ilusi saya saja.

'Post power syndrome'... itulah yang menurut saya menjadi salah satu faktor terbesar perubahan seorang Amien Rais. Ia sempat menjadi opinion leader di zamannya. Begitu pentingnya ucapan seorang Amien Rais di hadapan jutaan mahasiswa di kala tahun reformasi. Jika Amien mengatakan "A" maka semua ikut berkata "A", jika Amien mengatakan "berkumpul" maka dengan spontan mereka bergerak untuk berkumpul.

Menakar mana yang lebih dulu, ambisi atau bekal ilmu politik yang ada di diri Amien Rais sangat sulit tapi yang pasti keduanya bekerja dengan hebat membentuk karakter Amien Rais di kancah politik Indonesia. Perjalanan bertahun-tahun di negeri orang sepertinya membuat visi seorang Amien Rais mengenai pemimpin cukup spesifik. 

Ia cukup setia dengan idealismenya sendiri. Ia akan mengubah segala sesuatunya hingga sama persis dengan visi yang dimauinya. Perlawanan Amien terhadap Soeharto, gerakan reformasi 1998, pembentukan poros tengah di DPR MPR yang mendorong terpilih dan diturunkan kembalinya Gus Dur sebagai presiden, terpilihnya Megawati hingga kini berseberangan dengan Megawati, semua adalah bagian dari egopolitik seorang Amien yang punya visi yang mungkin tak sembarang orang bisa merumuskannya. Saya jadi curiga, andaikan Prabowo kelak terpilih dan dilantik, jangan-jangan posisi Prabowo akan digoyang oleh Amien Rais juga. Bisa jadi cerita Gus Dur terulang lagi, hmmm... 

Momen reformasi 1998 hanyalah kebetulan di antara aksi membuat perubahan yang dia inginkan. Biarpun begitu, saya tetap mengapresiasi jasa seorang Amien Rais bersama tokoh reformasi lainnya dalam mengantarkan Indonesia ke era nyata demokrasi dimana setiap warga negara kembali lagi kebebasannya dalam berpendapat dan berorganisasi.

Sekuat apapun kharisma Amien dalam perjuangan reformasi, ia tidak terpilih sebagai presiden saat mencalonkan diri di pilpres 2004. Walau saya termasuk yang memilih beliau kala itu, Saya menyadari bukan sosok seperti ini yang dibutuhkan masyarakat untuk menjadi pemimpin negeri. Mungkin Amien ditakdirkan hanya sebagai mentor dengan teori-teori serta strategi-strateginya. 

Semoga kecerdasan berlebih yang dimiliki seorang Amien Rais tak terus kebablasan dalam mempengaruhi politik praktis yang sedang berlangsung. Saya sebagai rakyat biasa masih butuh orang pintar semacam Amien Rais untuk jadi figur publik. 

Setidaknya generasi muda termotivasi untuk mengejar pendidikan yang tinggi. Terbayang enaknya jadi orang cerdas, presiden aja bisa dia naikkan dan turunkan... Sekedar mencapai jabatan biasa di kantor atau organisasi jadi terasa receh! Tapi, sikap berlebihan Amien sudah cenderung pada kesombongan. Sayup-sayup saya dengar "wajar lah beliau sombong karena kelewat cerdas, lah kamu apa?..." Saya pun cuma bisa tersenyum miris.

 "Kesederhanaan adalah dasar segala moral dan kebajikan utama manusia. Tanpa kesederhanaan, manusia tidak ada bedanya dengan binatang." -Napoleon Bonaparte-