melihat adanya masyarakat yang belum paham substansi dari RUU KUHP, pemerintah tetap memutuskan untuk berencana menyosialisasikannya kembali.
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah melewati serangkaian proses bahkan sosialisasi juga telah dilakukan, meski demikian Presiden RI Joko Widodo tetap memberikan instruksi untuk kembali mensosialisasikan RKUHP.
Menteri Hukum dan HAM, Yassona Laoly menyatakan akan terus menyosialisasikan RKUHP. Sosialisasi yang dilakukan termasuk pada 14 isu krusial yang ada dalam RKUHP.
Nantinya setelah dilakukan sosialisasi, 14 isu tersebut akan dilakukan pembahasan dengan Komisi III DPR, karena RKUHP merupakan RUU carry over atau RUU operan yang pembahasannya berlanjut setelah tidak selesai oleh periode DPR sebelumnya. Yasonna juga berharap, pembahasan RKUHP dapat selesai pada akhir tahun 2022.
Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiareij menambahkan, sosialisasi mulai dilakukan pada 23 Agustus 2022. Selain itu untuk menindaklanjuti instruksi presiden akan ada dua hal yang akan dilakukan.
Pertama, melakukan pembahasan dengan melibatkan publik dan kedua, hal-hal positif dalam RKUHP akan terus disosialisasikan.
Dirinya juga menyampaikan terima kasih kepada The Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) yang melakukan pencatatan sekitar 104 halaman RKUHP, usai pemerintah menyerahkan draf RKUHP pada 6 Juli 2022. Pencatatan tersebut mulai dari pasal 1 sampai dengan penjelasan.
Hal tersebut nantinya akan digunakan oleh Kemenkumham untuk penyempurnaan RKUHP.
Kemenkumham juga menepis tudingan yang mengatakan bahwa RKUHP kurang mendapat masukan dari masyarakat atau tidak melibatkan publik dalam proses penyusunan. Sebab, pada 2014 sampai 2019 atau ketika RKUHP dibahas, telah terdapat dua kali pergantian tim dari pemerintah. Pada saat itu terdapat 6.000 lebih daftar inventaris masalah (DIM) yang berasal dari koalisi masyarakat sipil.
Tidak hanya itu, Ketika RKUHP dibahas juga melibatkan berbagai elemen masyarakat. Selanjutnya pada saat akan disahkan pada tahun 2019 terjadi demonstrasi penolakan.Akan tetapi unjuk rasa tersebut dirasa bukan unjuk rasa menolak RKUHP, melainkan lebih kepada penolakan revisi Undang-Undang KPK. Setelah aksi unjuk rasa tersebut, Presiden menyadari adanya unsur politis hingga kemudian menarik RKUHP pada 19 September 2019.
Selepas itu, Presiden Jokowi memanggil pihak terkait termasuk dari Kemenkumham dan tim ahli untuk bersepakat dengan Komisi III bahwa 14 isu krusial dalam RUU harus disosialisasikan kepada masyarakat luas. Hal tersebut dilakukan oleh Kemenkumham selama tahun 2021 di 12 kota, mulai dari Medan pada 25 Februari dan berakhir di Jakarta pada 14 Juni. Sebelumnya, Presiden Jokowi telah menggelar rapat internal untuk membicarakan kelanjutan RKUHP. Presiden Jokowi belum memutuskan RKUHP disahkan dalam waktu dekat.
Menko Polhukam, Mahfud MD mengatakan Jokowi memerintahkan para menterinya untuk mensosialisasikan kepada masyarakat terkait dengan 14 isu krusial. Saat ini RKUHP hampir final, namun 14 isu tersebut masih perlu dijelaskan kepada masyarakat. Presiden juga meminta kepada para menteri untuk mendengar pendapat serta usul masyarakat terhadap RKUHP dan menginginkan agar RKUHP ini menjadi produk hukum yang dipahami dan disetujui oleh masyarakat.
Mahfud menambahkan, hukum adalah cermin kesadaran hidup masyarakat, sehingga hukum yang akan diberlakukan itu juga harus mendapat pemahaman serta persetujuan dari masyarakat. Itulah hakikat demokrasi dalam konteks pemberlakuan hukum.
Tentunya ada dua jalur yang dilakukan untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat. Pertama, DPR akan membahas kembali 14 isu krusial RKUHP. Kedua, sosialisasi dan diskusi digelar langsung ke masyarakat. Diskusi akan digelar di DPR maupun di lembaga pemerintah.
Sementara itu, Komisi III DPR juga telah berkomitmen untuk segera menyelesaikan pembahasan RUU KUHP. KUHP yang ada saat ini sudah digunakan sejak tahun 1917, sehingga perlu adanya revisi untuk menyesuaikan perkembangan zaman. Pada 2019, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengatakan, bahwa dirinya memahami keinginan Presiden Jokowi yang ingin menunda pengesahan RKUHP karena ada beberapa pasal yang dinilai menimbulkan pro-kontra.
Menindaklanjuti arahan Presiden, Kemenkumham mengadakan sejumlah agenda secara simultan di antaranya DPR akan mengundang atau dengar pendapat dengan masyarakat. Kemenkumham juga diminta untuk menyosialisasikan RKUHP secara masif kepada masyarakat di semua provinsi. Sosialisasi tersebut juga harus melibatkan mahasiswa, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan dan lain sebagainya.
Jadi tidak benar jika ada yang mengatakan bahwa RKUHP belum pernah disosialisasikan, justru sebelumnya pernah diselenggarakan. Namun melihat adanya masyarakat yang belum paham substansi dari RUU KUHP, pemerintah tetap memutuskan untuk berencana menyosialisasikannya kembali.
Deka Prawira, Penulis adalah kontributor Pertiwi Institute
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews