Apresiasi Pelibatan Publik dalam Penyusunan RKUHP

Melakukan demonstrasi (unjuk rasa) diperbolehkan dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu diselenggarakan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Senin, 8 Agustus 2022 | 21:36 WIB
0
112
Apresiasi Pelibatan Publik dalam Penyusunan RKUHP
RUU KUHP (Foto: sindonews.com)

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) saat ini memunculkan 14 isu kontroversial di tengah publik. Untuk dapat menyelesaikan kekhawatiran masyarakat terhadap RKUHP Presiden Jokowi memberikan mandat kepada Menteri Koordinator Bidang Politik (Menkopolhukam) Mahfud MD, untuk mengkaji ulang isi pasal - pasal tersebut dan memperjelas pasalnya dengan melibatkan masyarakat.

Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan pemerintah akan mengadakan diskusi secara terbuka terkait isu krusial dalam Rancangan Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (RKUHP) dengan kalangan masyarakat.

Mahfud MD menjelaskan bahwa saat ini masih ada 14 masalah atau pasal krusial yang perlu diperjelas. Namun, tidak disebutkan oleh Mahfud MD secara rinci apa saja ke-14 masalah tersbut. Draft RKUHP yang sudah masuk mencakup lebih dari 700 pasal yang telah dipastikan sudah memasuki tahap akhir.

Pemerintah menggandeng masyarakat yang nantinya akan diminta untuk ikut serta dalam diskusi mengenai rancangan dan pasal-pasal ini secara masif guna memberi pengertian, menyamakan presepsi, visi serta misi.

Selain itu, masyarakat juga diharapkan dapat memberi pendapat dan usul-usul yang baik serta relevan dari masyarakat.

Hal ini diperlukan karena hukum merupakan cermin kesadaran hidup masyarakat, sehingga hukum yang akan diberlakukan tersebut harus mendapatkan pemahaman dan persetujuan dari masyarakat.

Bapak Mahfud MD juga mengungkapkan, Presiden Jokowi menunjuk Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebagai penyelenggara diskusi serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly untuk menyiapkan materi terkait diskusi RKUHP.

Pembahasan 14 masalah tersebut akan dilakukan melalui diskusi yang lebih terbuka dan lebih pro aktif melalui dua jalur. Diskusi yang pertama, akan dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kemudian disusul dengan terus melakukan sosialisasi dan diskusi kepada simpul-simpul masyarakat yang terkait dengan masalah Rancangan undang-undang serta penjelasan mengenai beberapa pasal yang dinilai bias. Seluruh rangkaian yang dilakukan ini dalam rangka menjaga ideologi negara dan integritas ketatanegaraan Indonesia yang berada di bawah sebuah ideologi negara dan konsitusi yang kokoh.

Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menjelaskan pentingnya partisipasi publik dalam penyusunan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP). Ia mengapresiasi adanya masukan dari berbagai pihak terkait draft RKUHP.

Masukan-masukan tersebut dinilai penting sebagai wujud nyata dari partisipasi publik. Seluruh aspirasi publik seluas-luasnya akan didengarkan untuk mewujudkan KUHP baru yang mampu menciptakan keadilan. Selain proses pembahasan di DPR berjalan, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) akan memasifkan sosialisasi. Sosialisasi dilakukan tidak hanya dilakukan di beberapa provinsi, tetapi di seluruh provinsi dengan melibatkan LSM, mahasiswa, dan organisasi masyarakat lainnya.

Melihat dari hal yang terjadi, langkah ini dilakukan guna menciptakan produk RKUHP yang sesuai dengan kondisi Indonesia saat ini. Upaya ini juga dilakukan untuk perlindungan terhadap keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia. Hal tersebut mulai cakupan yang harus dibenahi dari produk undang-undang sebelumnya, kebutuhan dan upaya meminimalisir kejahatan yang mungkin terjadi serta untuk mencerdaskan bangsa dengan dibuatnya aturan-aturan seperti aturan/pasal-pasal yang mengatur tentang penghinaan terhadap presiden dan pemerintah dimana hal itu merupakan bentuk pidana.

Sementara itu, terdapat pula pasal yang mengatur tentang penistaan agama dengan ancaman maksimal 5 tahun penjara, disusul dengan pasal terbaru juga menyebutkan tata cara dalam menyampaikan aspirasi (demo) kepada pemerintah. Melakukan demonstrasi (unjuk rasa) diperbolehkan dengan mempertimbangkan beberapa hal yaitu diselenggarakan dengan tertib dan tidak mengganggu kepentingan umum.

Sektor kesehatan,pun ikut menjadi hal yang diperhatikan secara besar oleh pemerintah mengenai tindak pidana aborsi, yaitu mengenai perilaku aborsi juga diangkat dengan maksimal pidana 4 tahun serta dokter yang membantu dapat dihukum dengan berat. Serta masih banyak hal lain yang memang perlu dibuat untuk menciptakan Indonesia yang lebih baik.

Oleh sebab itu, pemerintah membuka ruang yang sebesar-besarnya untuk masyarakat untuk dapat berkontribusi memberikan aspirasi atau saran. Masyarakat juga dihimbau dapat memberikan pendapat yang solutif, kritik yang membangun demi kebaikan bersama serta masukan guna menyempurnakan peraturan perundang-undangan itu.

Oleh sebab itu, seyogyanya hukum yang diberlakukan harus mendapat pemahaman dan persetujuan dari masyarakat karena inilah hakikat demokrasi dalam konteks pemberlakuan hukum yang sebenarnya.

Dewi Ayu Lestari