Bagi-bagi Sertifikat, Salah satu Cara Jokowi Merajut Indonesia

Kamis, 7 Maret 2019 | 09:48 WIB
0
415
Bagi-bagi Sertifikat, Salah satu Cara Jokowi Merajut Indonesia
Jokowi dan pembagian sertifikat (Foto: CNN Indonesia)

Debat Capres II masih menyisakan cerita tentang hal-hal yang telah dikerjakan pemerintah dan substansi konsep berpikir antara pasangan capres. Salah satunya, ketika Capres 01 dengan cepat menanggapi Capres 02 yang memiliki sejumlah tanah yang sangat luas di berbagai wilayah Indonesia. Kepemilikan yang diakui Capres 02 sebagai HGU didapat dari pembelian lewat BPPN.

Mengapa capres 01 dengan cepat mengetahui kepemilikan tanah Capres 02? Kepemilikan tanah, HGU, atau Hak milik yang dikemukakan capres 02 itu tidak serta merta karena “ditodong” dalam debat terbuka itu, tetapi hal itu mengemuka akibat kebijakan pembagian sertifikat secara cuma-cuma yang digagas.

Dibalik bagi-bagi sertifikat kepada masyarakat  sekaligus pemutakhiran data kepemilikan tanah, sehingga data kepemilikan tanah di Indonesia dapat diketahui dengan pasti. Kebijakan itu dilakulkan seiring dengan moratorium kepemilikan HGU tanah yang luas hingga ratus ribuan ha.

Hal itu pernah dilakukan Presiden Jokowi lewat kebijakan tax amnesty (pengampunan pajak) yang mampu membongkar dan mengobrak-abrik kepemilikan dana hasil usaha, hibah atau illegal selama ini disembunyikan. Dengan tax amnesty dapat diketahui berapa banyak dana yang dimiliki seseorang dan bedrapa banyak pajak yang dibayarkan ke negara.

Presiden Jokowi secara cerdik menarik pajak yang selama ini sering disembunyikan dengan memanipulasi harta kekayaan. Pelaporan harta kekayaan yang kerap kali tidak sebagaimana mestinya. Penyembunyian harta kekayaan sering dilakulkan dengan cara pemilikan lewat nama lain atau kepemilikan yang terpisah dan mengecilkan nilai asset.

Akibatnya penerimaan pajak selalu dibawah target dan nilainya kecil disbanding APBN tiap tahun. Dengan tax amnesty, masyarakat berbondong-bondong secara sukarela mendaftarkan asset-aset yang dimiliki. Hasilnya penerimaan pajak  yang berakhir bulan Maret 2018 mengahasilkan Ro 130 T, deklarasi Rp 4.813,4 T dan reoatriasi Rp 46 T. Dan pelaporan pajak itu dinyatakan kementrian Keuangan signifikan dengan kepemilikan Orang Pribadi dan Wajib Pajak badan.

Setelah kebijakan tax amnesty lewat Konsorsium Pembaruan Agraria, Pemerintah berusaha menekan konflik agraria yang meningkat setiap tahun. Masyarakat lewat memiliki sertifikat tanah juga dapat memiliki asset ekonomi karena sertifikat-sertifikat ini dapat digunakan sebagai agunan untuk mengajukan pinjaman bank.

Pembagian sertifikat tanah adalah strategi Land Mapping (Pemetaan Tanah) yang sangat berguna bagi ke Agrariaan di Indonesia. Sebelumnya Pemekaran suatu daerah akan mengakibatkan terjadinya konflik-konflik agrarian berkepanjangan.

Di daerah-daerah Pemekaran seperti contoh di Sulawesi Barat yang dimekarkan dari Sulawesi Tangah, banyak sertifikat tanah-tanah yang sangat luas dimiliki “orang” Jakarta, meski  mungkin tidak pernah mengetahui secara fisik dimana letaknya.

Lewat Konsorsium Pembaruan Agraria ini diharapkan tidak terjadi lagi kepemilikan tanah yang semrawut dan cenderung menimbulkan konflik. Kepemilikan tanah yang sangat luas itu kebanyakan menjadi lahan tidur yang tidak produktif.

Kepemilikan sertifikat tanah sekala kecil ini dapat dimanfaatkan menjadi lahan produktif untuk menanam palawija, jagung dsb, yang sangat berguna meningkatkan perekonomian bagi pemiliknya. Kepastian hukum juga menjadi tujuan menekan konflik agraria yang sering terjadi.

Secara perlahan namun pasti Presiden Jokowi berusaha merajut Indonesia dengan kepemilikan sertifikat tanah juga pendataan secara signikan tanah dengan pemiliknya. Ada 12,7 juta ha sertifikat tanah siap dibagikan kepada jutaan masyarakat untuk meningkatkan ekonomi masyarakat.

***