Merindukan Sosok "Ilmuwan-Pemimpin"

Langkah-langkah Merkel sangatlah analitis, berpijak pada data serta mengacu pada akal sehat. Tidak ada ideologi yang disembahnya, baik kapitalisme, liberalisme ataupun sosialisme.

Selasa, 28 April 2020 | 08:45 WIB
0
435
Merindukan Sosok "Ilmuwan-Pemimpin"
Ilustrasi Angela Merkel (Foto: rumahfilsafat.com)

Angela Merkel, Kanselir Jerman, memang sangat luar biasa. Di tengah pandemik virus global, ia memimpin sebuah negara dengan cara berpikir ilmiah yang amat tajam. Ia mengumpukan informasi. Ia bersikap jujur tentang data yang ada, dan apa yang belum diketahuinya. Alhasil, Jerman adalah salah satu negara yang berhasil menangani pandemik COVID 19 ini dengan nyaris sempurna.

Yang mengerikan sebenarnya bukan virus Covid 19 itu sendiri. Kita sudah berulang kali diserang oleh virus yang membawa petaka besar. Yang mengerikan adalah “pandemik pikiran manusia” (pandemic of the mind) itu sendiri. Ini adalah keadaan, ketika kebohongan dan sikap panik meracuni dunia, sehingga bangsa-bangsa hidup dalam kecemasan dan ketakutan yang berlebihan.

Dalam keadaan itu, berbagai keputusan yang tak masuk akal pun dibuat. Kebijakan politik merugikan rakyatnya sendiri. Kebijakan ekonomi menghancurkan ekonomi global. Akal sehat meredup, karena ditelan ketakutan dan kecemasan yang tak tertahankan.

Kenyataan dan kebohongan pun kerap sulit dibedakan. Media menyajikan berita-berita heboh secara berlebihan. Semua demi rating dan iklan. Integritas penyampaian informasi pun menjadi barang langka yang dikesampingkan.

Di dalam keadaan semacam ini, para pemimpin dunia harus membaca keadaan dengan jernih. Mereka perlu menerapkan cara berpikir logis, kritis dan sistematik di dalam memahami keadaan. Bukti-bukti ilmiah menjadi acuan, bukan ideologi atau kepercayaan agama yang tanpa dasar. Inilah yang menjadi ciri utama dari Angela Merkel, pemimpin Jerman di 2020.

Sepak Terjang Angela Merkel

Sudah beberapa bulan ini, Merkel memimpin Jerman di dalam pandemik dengan tangan dingin. Akal sehat menjadi acuannya. Sampai detik tulisan ini dibuat, pandemik Covid 19 di Jerman berhasil diperangi. Di tengah pandemik, Merkel tetap kokoh sebagai pemimpin yang analitis, tidak emosional dan sangat berpijak pada akal sehat di dalam mengambil keputusan.

Jerman pun muncul sebagai negara yang cukup stabil di bidang ekonomi dan politik, walaupun krisis melanda berbagai negara di dunia. Apa rahasianya? Pertama, Jerman memiliki jaringan ilmuwan yang tersebar di berbagai kota, termasuk para dokter dan peneliti ilmiah. Mereka mendapat dukungan penuh dari negara untuk bekerja sebaik mungkin melayani masyarakat.

Dua, secara umum, masyarakat Jerman mempercayai pemerintahnya. Kepercayaan adalah sesuatu yang amat sulit untuk diraih dan dipertahankan. Dengan keadaan ekonomi maupun politik yang stabil, walaupun keadaan terus berubah, pemerintahan Merkel berhasil menunjukkan prestasinya. Kepercayaan publik terus pun digenggamnya.

Tiga, langkah-langkah Merkel sangatlah analitis, berpijak pada data serta mengacu pada akal sehat. Tidak ada ideologi yang disembahnya, baik kapitalisme, liberalisme ataupun sosialisme. Tidak ada agama yang mempersempit daya pikirnya.

Merkel adalah seorang ilmuwan-pemimpin politik yang kehadirannya sangat dibutuhkan serta dirindukan sekarang ini. (Miller, 2020)

Merkel lahir 1954, dan berasal dari Jerman Timur (sebuah desa kecil dekat Berlin). Ia adalah anak dari seorang Pastur Lutheran yang sempat menjadi incaran dari lembaga intelijen Jerman Timur. Merkel lalu menjadi seorang Doktor dalam bidang Kimia Kuantum. Namun, ia memilih untuk terlibat di dalam politik.

Sebelum Pandemik menerjang, politik dalam negeri Jerman memang sedang goyah. Krisis pengungsi, akibat perang tak berkesudahan di Timur Tengah, melanda Jerman. Politik populisme garis kanan juga tumbuh berkembang di sana. Ini dibarengi dengan tanggapan keras dari para politikus dan pemikir kiri. Keadaan politik memanas.

Pandemik ini bisa dilihat sebagai berkah terselubung. Merkel menyerukan solidaritas kepada seluruh Jerman. Semua aliran politik berhenti berdebat keras, dan mulai bekerja sama. Bahkan, di pidatonya, ia menyebutkan, bahwa Jerman menghadapi tantangan terbesar, sejak perang dunia kedua lalu.

Jumlah korban terkait Covid 19 di Jerman memang terus berubah. Namun, para ahli masih terus berpendapat, bahwa Jerman adalah salah satu negara dengan risiko terkecil penyebaran Covid 19. Walaupun begitu, Jerman tak berpuas diri. Fasilitas kesehatan mereka begitu efisien, dan siap menanggapi segala kemungkinan yang terjadi.

Ilmiah dan Demokratis

Selama memimpin Jerman, Merkel memiliki satu ciri yang kuat. Ia tidak hanya mampu secara dingin dan jernih memahami keadaan, serta mengambil keputusan. Ia juga mampu mengajak berbagai pihak yang berbeda untuk berjumpa di tengah, dan bekerja sama.

Merkel juga bukan tipe pemimpin yang merasa sok tahu. Ia sadar keterbatasannya, dan berani bertanya serta mendengarkan orang yang tepat. Inilah pemimpin yang tidak hanya ilmiah, tetapi juga demokratis. Ciri kepemimpinan yang amat diperlukan di dunia abad 21 yang semakin kompleks ini.

Secara khusus, Merkel memberikan dukungan penuh yang amat besar terhadap berbagai institusi penelitian maupun pendidikan Jerman. Kini, semua lembaga itu bekerja keras untuk memahami Covid 19, dan dampaknya bagi dunia. Jerman bahkan menciptakan jaringan nasional penelitian ilmiah khusus untuk hal ini. Dengan para menterinya, Merkel bahkan menyatukan seluruh fakultas kedokteran dan farmasi di Jerman menjadi satuan tugas menanggapi Covid 19. (Miller, 2020)

Baca Juga: Yusril, Kanselir Jerman, dan Nissan Antipeluru

Salah satu ahli kepercayaan Merkel adalah Christian Drosten, kepala Virologi di Rumah Sakit Charite di Berlin. Mereka berdua adalah ilmuwan sejati. Mereka mempertimbangkan semua data yang ada. Mereka menganalisisnya secara jernih, lalu berbicara dengan jujur kepada masyarakat.

Alhasil, komunikasi yang bermutu antara pemerintah dan masyarakat luas pun tercipta. Kepercayaan yang ada semakin kuat. Rakyat mematuhi anjuran pemerintah, karena mereka percaya kepada pemerintah. Keadaan pun menjadi teratur, dan krisis bisa dikelola dengan baik.

Walaupun begitu, pandemik ini juga masih penuh dengan ketidakpastian. Keadaan ini mengajarkan kepada kita, bahwa pemimpin politik pun harus mampu berpikir ilmiah. Angela Merkel adalah sosok ilmuwan-pemimpin yang amat dibutuhkan sekarang ini. Ia adalah seorang pemimpin politik yang berpijak kuat pada data akurat, serta daya analisis yang jernih, kritis dan rasional.

Indonesia jelas membutuhkan pemimpin-pemimpin semacam ini. Gelar pendidikan tidak jaminan. Di Indonesia, banyak pemimpin bergelar panjang, namun doyan bermain mata dengan radikalis agama, dan koruptor. Banyak pula lembaga pendidikan yang dikuasai pandangan radikalis agamis, dan menjadi antek-antek kapitalisme global.

Berpikir ilmiah adalah soal cara hidup, di mana bukti nyata lebih penting, dan kejernihan akal sehat menjadi acuan utama. Tidak peduli, orang itu punya gelar atau tidak. Ayo para ilmuwan sejati, kuasailah politik Indonesia! Singkirkan koruptor dan kaum radikal yang meracuni bangsa ini!

***