Pemerintahan Biden yang belum genap sebulan ini dianggap mensinyalir ketidaksenangannya berhubungan akrab dengan Netanyahu, kawan akrab dari pendahulunya, Donald Trump.
Peta Palestina ini adalah peta tahun 1947. Lihatlah, wilayah luas itu milik warga Palestina, baik yang beragama Islam maupun Kristen. Tetapi sejak pembagian tidak adil oleh negara-negara pemenang Perang Dunia II, pembagian itu kemudian memperuncing sengketa antara Palestina dan Yahudi.
Pada tahun 1947 itu juga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengganti peranan Liga Bangsa-Bangsa (LBB), karena dianggap gagal melaksanakan tugasnya. Tanggal 29 November 1947, PBB mengeluarkan Resolusi Dewan Keamanan PBB No.181 , di mana wilayah Palestina yang luas itu dipecah menjadi tiga bagian.
Pertama, kaum Yahudi mendapat 56 persen dari seluruh wilayah Palestina, meskipun waktu itu penduduknya hanya 30 persen dari penduduk Palestina waktu itu.
Kedua, mengherankan, penduduk Arab Palestina yang memiliki wilayah, hanya memperoleh pembagian 42 persen.
Ketiga, wilayah sisa dua persen lagi, termasuk kota tua Jerusalem dimasukan dalam wilayah internasional yang akhir-akhir ini kelihatannya hanya Israel yang menguasainya. Peranan wilayah internasional hilang, apalagi Presiden Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa Jerusalem adalah ibu kota Israel.
Wilayah Palestina semakin berkurang, karena pemerintah Israel selalu menerapkan pembangunan pemukiman baru untuk warga Yahudi. Pemukiman itu dibangun di atas hak milik warga Palestina.
Sekarang rakyat Palestina menjadi pengungsi setelah wilayahnya semakin habis diambil pemerintah Israel secara perlahan tetapi pasti. Dulu, penduduk Yahudi yang berpindah-pindah, sekarang penduduk Palestina yang berpindah-pindah.
Dukungan AS kepada Zionis di masa Presiden AS ke-45 Donald Trump dari Partai Republik AS, sungguh luar biasa. Tidak satu pun negara bisa ikut campur. Juga Arab Saudi sekutu dekat AS. Meski Arab Saudi disegani di Dunia Arab, tetapi negara itu tidak mungkin mengecam AS.
Inilah perkembangan di wilayah Palestina saat ini. Muncul kecemasan, suatu ketika simbol presiden dan duta besar Palestina semakin hilang. Boleh jadi warga Palestina di samping tidak akan pernah merdeka dan berdaulat, mereka tidak lagi memiliki wilayah. Kalau pun memiliki, ya, seperti sekarang ini yang berada di bawah kekuasaan Israel.
Dunia Internasional, termasuk Indonesia tentu berharap, di masa Pemerintahan Presiden AS ke-46, Joe Biden dari Partai Demokrat AS, rakyat Palestina bisa merdeka secara de jure.
Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi waktu itu pernah merasakan betapa kekuasaan Israel sangat dominan di Ramalah. Ia pernah tidak diizinkan Israel mendarat di Ramalah. Akhirnya hanya bisa terbang ke Yordania.
Ramallah adalah sebuah kota di Palestina yang terletak di tengah Tepi Barat. Populasi kota ini berjumlah sekitar 23.000. Kota ini berlokasi 10 kilometer sisi utara dari kota Yerusalem. Kota ini adalah kota modern yang berstatus sebagai ibukota pemerintahan Palestina. Tetapi di masa Trump, Yerusalem dinyatakan sebagai ibu kota Israel.
Palestina di Masa Joe Biden
Di masa Joe Biden masih menganggap Yerusalem sebagai ibu kota Israel, tetapi Presiden AS itu akan mengajak kedua belah pihak, Palestina dan Israel duduk di meja perundingan. Hal ini yang menggembirakan. Sebelumnya, apakah di masa Trump pernah terjadi perundingan antara Palestina dan Israel? Sama sekali tidak pernah.
Baca Juga: Israel Mengubah Sikapnya di Masa Presiden AS Joe Biden
Perkembangan terbaru muncul ketika Gedung Putih membantah bahwa Presiden Joe Biden setelah terpilih tidak langsung menelpon sekutunya Israel. Itu bukan menghina Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu karena belum juga menelponnya sejak dilantik 20 Januari 2021, ujar Gedung Putih.
Kurangnya kontak langsung Biden dengan Netanyahu menimbulkan spekulasi di kalangan analis Israel dan Timur Tengah, seperti yang dilansir dari Al Jazeera pada Sabtu, 13 Februari 2021.
Pemerintahan Biden yang belum genap sebulan ini dianggap mensinyalir ketidaksenangannya berhubungan akrab dengan Netanyahu, kawan akrab dari pendahulunya, Donald Trump.
Iya, buat Biden, kehati-hatiannya sangat diperlukan, apalagi di masa pemerintahannya, ia akan kembali mengajak Palestina dan Israel berunding.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews