Ketika corong yang selama ini seolah-olah menjadi medianya efektif menyemburkan kemurkaannya diberangus sang penguasa dunia, sejati habis jugalah pengaruh Doland Trump di mata dunia.
Terang benderang sudah, penguasa dunia itu bukan lagi Donald Trump, Vladimir Putin, Xi Jinping, Kim Jng Un apalagi Recep Tayyip Erdogan. Bukan. Pemimpin dunia sekarang orang-orang seperti Mark Zuckerberg atau Jack Dorsey itu.
Mark adalah si empunya situs jejaring terbesar sejagat, Facebook (ditambah Instagram dan Whatapps), sedang Jack pemilik Twitter. "The Big Three" Facebook, Twitter dan Instagram beberapa waktu lalu bersepakat membungkam mulut Presiden AS Donald Trump yang mereka nilai membahayakan bagi ketentraman sehingga tidak bisa lagi berceloteh atau berkicau seenaknya.
Sudah barang tentu pembungkaman atas mulut Trump yang kotor, provokatif, merendahkan, menghina dan kerap rasis itu menjadi polemik berkepanjangan di negara yang dikenal sebagai tempat lahirnya demokrasi itu. Konstitusi yang dipegang rakyat Amerika tentang kebebasan berbicara pun rontok begitu saja ketika para pemilik miliaran pengikut (follower bahkan users) sudah bertitah.
Mark dan Jack bukan tidak paham konstitusi, babonnya undang-undang itu, apa yang mereka lakukan sebagai bentuk tanggung jawab moral sekaligus sosial. Mereka tidak mau sebuah tatanan masayarakat ambyar atau sebuah negara hancur (sudah ada presedennya) hanya gara-gara media sosial yang mereka miliki tanpa kontrol.
Alhasil, Trump kehilangan corong dan pelantang yang ternyata -mungkin baru disadarinya- bahwa ia sesungguhnya "pemimpin virtual dunia" semata, bukan pemimpin dunia sesungguhnya. Ia sekadar "pemimpin simulacrum" -meminjam istilah Jean Baudrillard- di dunia maya.
Buktinya, ketika corong yang selama ini seolah-olah menjadi medianya sendiri yang sangat efektif menyemburkan kemurkaannya (mungkin juga kbohongannya) diberangus sang penguasa dunia sejati (Mark dan Jack), habis jugalah pengaruh Trump di mata dunia.
Trump tak berdaya, tidak bisa lagi menunjukkan eksistensinya. Baru ia sadari -mungkin- ternyata ia cuma bermodalkan ocehannya saja dalam mempengaruhi dunia. Mungkin orang Betawi di seni bergumam, "Ah, elu tuh ternyata cuma segitu aja, Trump."
Pelajaran penting dari kasus Trump di sini -buat para Netizen di sini dengan "kemahatahuan" dan "kemahabenaran"-nya- kalau orang hebat, kaya dan ternama saja bisa dibungkam paksa dan bahkan eksistensinya dibunuh sedemikian rupa, apalagi kita-kita ini. Kalau tidak merasa bagian dari "kita-kita", ya saya sajalah.
Baca Juga: Profil Trump yang Mencemaskan
Berkali-kali saya mendapat peringatan keras dari Mark (kerennya begitu sih) untuk suatu kesalahan yang tidak pernah tahu apa gerangan salahnya, sampai-sampai dilumpuhkan selama satu purnama penuh. Untungnya, saya bukanlah Trump yang ngeyelan dan tidak bisa menerima kenyataan. Ternyata langit tidak runtuh hanya karena tidak fesbukan. Merasa saya numpang di rumah besar Mark, saya tahu diri sajalah.
Tetapi sesungguhnya para penguasa dunia seperti Mark dan Jack itu mengingatkan para netizen di manapun mereka berada selagi menggunakan media sosial (termasuk netizen di negeri ber-flower ini), bahwa kita ini cuma sekadar lalat saja yang mudah dibunuh dengan sekali tepuk.
Mark dan Jack sejatinya mengingatkan, "Elo ga usah menntang-mentang dan sok-sokan deh di dunia maya hanya karena punya pengikut yang bejibun, tuh buktinya Trump....!"
Iyeee deh Mark, Jack....
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews