Tapi seperti kebiasaan mereka, semuanya kalah cepat. Belum ada perkembangan yang terlihat di lembaga baru itu. Siapa tahu muktamar tandingan bisa mempercepatnya.
Muktamar kedua OBOR ditutup dengan komitmen baru: memperbaiki tata kelola. Antara lain akan lebih memperhatikan kelangsungan kemampuan pembayaran utang nasabahnya. Dengan demikian stigma 'jebakan utang' lewat OBOR bisa ditepis.
Komitmen lainnya tidak kalah penting: proyek OBOR akan lebih memperhitungkan dampak lingkungan. Juga akan menerima skema keragaman sumber dana. Bisa saja proyek OBOR didanai bersama. Dengan mengikutkan dana dari negara lain.
Komitmen berikutnya: proyek OBOR tidak menjadi sumber korupsi. Terutama di negara penerima proyek.
Itulah hasil besar muktamar One Belt One Road (OBOR) yang kedua. Yang dilaksanakan di Beijing selama tiga hari. Ditutup dengan konferensi pers Presiden Xi Jinping Jumat lalu.
Indonesia sendiri mendapat 23 proyek. Yang sifatnya business to business. Dari swasta ke swasta. Tidak melibatkan negara. Dalam istilah Menko Maritim Luhut Panjaitan: tidak akan membebani negara. Menko memang hadir di muktamar itu. Delegasi Indonesia dipimpin Wakil Presiden Yusuf Kalla. Puluhan pengusaha tampak di sana juga.
Bagi Tiongkok sukses itu bertambah: muktamar kedua ini lebih besar. Lebih banyak kepala pemerintahan hadir. Dari 29 menjadi 37. Lebih banyak negara yang datang: 150 negara. Termasuk peserta baru seperti Austria, Portugal, Thailand, Uni Emirat Arab, Italia dan Singapura. Saya baru sadar Singapura tidak hadir di muktamar pertama. Waktu itu Singapura punya masalah dengan Tiongkok. Soal Taiwan. India dan Amerika tetap absen.
Muktamar itu diakhiri dengan komunike bersama. Semua kepala pemerintahan menandatanganinya. Tanpa takut pada kerdipan Amerika.
Para pengusaha juga menandatangani MoU. Tidak hanya dari Asia. Juga Eropa, Amerika Latin, Pasifik Selatan dan Afrika. Banyaknya 283 proyek. Mencapai nilai 64 miliar dolar. Hampir Rp 1000 triliun.
Tentu Xi Jinping mempromosikan proyek OBOR yang berhasil. Misalnya pembangunan pelabuhan Piraeus di Yunani. Yang ekonomi negara itu lagi sulit. "Di tahun 2007 pelabuhan itu tidak masuk 15 besar di Eropa," katanya. "Tahun lalu sudah menjadi pelabuhan terbesar ke 6," tambahnya.
Itulah yang dilihat Italia. Negara di sebelahnya. Yang akhirnya menyerah. Dengan mengajukan pembangunan pelabuhan Trieste ke OBOR.
Contoh lain di Serbia. Yang industri bajanya nyaris bangkrut. Pabrik Smederevo itu akhirnya dibangun ulang oleh Tiongkok. "Sekarang menjadi pengekspor terbesar di Serbia," kata Xi Jinping.
Soal tenaga kerja tidak disinggung dalam komunike. Mungkin lupa. Mungkin sudah masuk dalam bab 'lingkungan'. Yang jelas, dalam pemandangan umum, soal tenaga kerja ini mengemuka: perlunya peningkatan kemampuan tenaga kerja di negara penerima. Proyek-proyek besar Jepang, misalnya, tidak pernah ada masalah besar di bidang tenaga kerja.
What next?
Sebenarnya baik sekali kalau ada muktamar tandingan. Yang diadakan Amerika atau Jepang. Terserahlah di mana dilakukan. Apa pun namanya. Misalnya 'Muktamar Many Belts Many Roads'. Sponsornya bisa USAID Amerika atau JBIC Jepang.
Dua lembaga itu sangat bersejarah. Dalam ikut membangun negara miskin. Melalui bantuan pinjamannya yang jangka panjang. Yang bunganya sangat murah. Yang belakangan ini redup.
Kita pengin juga mendengar apakah ada pemikiran baru di sisi sana.
Soal pemikiran baru itu saya sudah tahu: ada. USAID sudah dilebur ke dalam lembaga baru. Agar punya kemampuan baru. Juga sudah ada alokasi khusus untuk pembangunan Asia Pacific.
Tapi seperti kebiasaan mereka, semuanya kalah cepat. Belum ada perkembangan yang terlihat di lembaga baru itu. Siapa tahu muktamar tandingan bisa mempercepatnya.
Kalau perlu pimpinan muktamarnya Spiderman dari Hollywood.
Dahlan Iskan
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews