Di halaman masjid sendiri, dapat disaksikan ada banyak makam dari keluarga besar Kerajaan Gowa. Makam Syekh Yusuf sendiri terpisah dari masjid ini sekitar 1 kilometer jaraknya.
Sejarah perkembangan Islam di Sulawesi Selatan seiring dengan kejayaan Kesultanan Gowa di abad ke-17.
Di tahun 1603, kakek pahlawan nasional Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XIV Sultan Alauddin, mendirikan Masjid Al-Hilal atau kerap disebut Masjid Katangka, yang masih berdiri kokoh di daerah perbatasan kota Makassar dan Kab. Gowa, Jalan Syekh Yusuf, Sulawesi Selatan. Masjid inilah yang menjadi penanda agama Islam resmi dipeluk masyarakat di bawah Kerajaan Gowa kala itu.
Masuknya Islam sendiri di Sulawesi Selatan dibawa oleh tiga ulama asal Minangkabau, yakni Datuk Ditiro, Datuk Patimang dan Datuk Ribandang. Setelah beberapa tahun menyebar di wilayah kerajaan Gowa, Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Gowa-Tallo.
Di lingkungan Masjid Katangka ini juga lahir ulama besar yang mendunia, yang bernama Tuanta Salamaka Syekh Yusuf Al-Makassari atau sering disebut Syekh Yusuf. Syekh Yusuf meninggal dunia di daerah pembuangannya oleh pemerintah kolonial Belanda, di Capetown,
Afrika Selatan, pada 23 Mei 1699, di usianya yang ke-72 tahun.
Menurut Harun Daeng Ngella, pengurus MasjidKatangka, nama masjid ini diambil dari nama pohon Katangka yang dulu tumbuh rimbun di dekat masjid ini.
"Kayu pohon Katangka dijadikan salah satu bahan untuk membangun masjid ini, di masa silam di bawah pohon ini juga banyak pedagang Arab sering melaksanakan salat berjamaah" jelas Harun.
Harun menambahkan bahwa masjid ini dahulunya tidak hanya dipakai sebagai tempat beribadah. Tapi juga sebagai tempat perlindungan terakhir setelah benteng dan istana kerajaan Gowa dihancurkan oleh tentara Belanda.
Menurut Harun, dari kisah leluhurnya, masjid ini satu-satunya tempat peninggalan kerajaan Gowa yang tidak pernah disentuh oleh penjajah. Ketika Benteng Somba Opu direbut oleh Belanda, masjid Katangka-lah yang menjadi tempat berlindung bagi para tentara dan keluarga Kerajaan Gowa.
Arsitektur masjid ini sendiri dipengaruhi model arsitektur Tiongkok Cina, yang dapat dilihat dari atap mimbar yang menyerupai atap kuil klenteng. Masjid yang memiliki dinding tembok masjid ini setebal 120 centimeter ini masih meninggalkan beberapa bagian yang masih asli,
seperti empat pilar penyangga dari tiang besi.
Di sekitar mimbar juga masih terpasang hiasan keramik dari Cina yang dibawa oleh salah satu arsiteknya yang berasal dari Cina. Sementara bagian langit-langit masjid belum pernah diganti sejak pertama kali direnovasi pada tahun 1816.
Termasuk ada beberapa perlambang Islam yang meliputi bangunan masjid ini, seperti jumlah jendela sebanyak enam buah melambangkan enam rukun Islam. Juga pintu masjid yang berjumlah lima yang melambangkan lima rukun Islam.
Di halaman masjid sendiri, dapat disaksikan ada banyak makam dari keluarga besar Kerajaan Gowa. Makam Syekh Yusuf sendiri terpisah dari masjid ini sekitar 1 kilometer jaraknya.
Untuk bisa sampai ke masjid ini, kita dapat mengakses mikrolet berwarna merah tujuan Sungguminasa-Gowa atau dengan taksi dari pusat kota Makassar. Jaraknya sendiri dari pusat kota Makassar, hanya sekitar 4 kilometer.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews