Napak Tilas Masjid Hilal Katangka, Masjid Tertua di Sulsel

Di halaman masjid sendiri, dapat disaksikan ada banyak makam dari keluarga besar Kerajaan Gowa. Makam Syekh Yusuf sendiri terpisah dari masjid ini sekitar 1 kilometer jaraknya.

Selasa, 19 April 2022 | 14:24 WIB
0
180
Napak Tilas Masjid Hilal Katangka, Masjid Tertua di Sulsel
Pesepeda melintas di depan Masjid Hilal Katangka, Jalan Syekh Yusuf, di perbatasan Kota Makassar dan Kab. Gowa

Sejarah perkembangan Islam di Sulawesi Selatan seiring dengan kejayaan Kesultanan Gowa di abad ke-17.

Di tahun 1603, kakek pahlawan nasional Sultan Hasanuddin, Raja Gowa XIV Sultan Alauddin, mendirikan Masjid Al-Hilal atau kerap disebut Masjid Katangka, yang masih berdiri kokoh di daerah perbatasan kota Makassar dan Kab. Gowa, Jalan Syekh Yusuf, Sulawesi Selatan. Masjid inilah yang menjadi penanda agama Islam resmi dipeluk masyarakat di bawah Kerajaan Gowa kala itu.

Masuknya Islam sendiri di Sulawesi Selatan dibawa oleh tiga ulama asal Minangkabau, yakni Datuk Ditiro, Datuk Patimang dan Datuk Ribandang. Setelah beberapa tahun menyebar di wilayah kerajaan Gowa, Islam kemudian menjadi agama resmi di Kerajaan Gowa-Tallo.

Di lingkungan Masjid Katangka ini juga lahir ulama besar yang mendunia, yang bernama Tuanta Salamaka Syekh Yusuf Al-Makassari atau sering disebut Syekh Yusuf. Syekh Yusuf meninggal dunia di daerah pembuangannya oleh pemerintah kolonial Belanda, di Capetown,
Afrika Selatan, pada 23 Mei 1699, di usianya yang ke-72 tahun.

Menurut Harun Daeng Ngella, pengurus MasjidKatangka, nama masjid ini diambil dari nama pohon Katangka yang dulu tumbuh rimbun di dekat masjid ini.

"Kayu pohon Katangka dijadikan salah satu bahan untuk membangun masjid ini, di masa silam di bawah pohon ini juga banyak pedagang Arab sering melaksanakan salat berjamaah" jelas Harun.

Harun menambahkan bahwa masjid ini dahulunya tidak hanya dipakai sebagai tempat beribadah. Tapi juga sebagai tempat perlindungan terakhir setelah benteng dan istana kerajaan Gowa dihancurkan oleh tentara Belanda.

Menurut Harun, dari kisah leluhurnya, masjid ini satu-satunya tempat peninggalan kerajaan Gowa yang tidak pernah disentuh oleh penjajah. Ketika Benteng Somba Opu direbut oleh Belanda, masjid Katangka-lah yang menjadi tempat berlindung bagi para tentara dan keluarga Kerajaan Gowa.

Arsitektur masjid ini sendiri dipengaruhi model arsitektur Tiongkok Cina, yang dapat dilihat dari atap mimbar yang menyerupai atap kuil klenteng. Masjid yang memiliki dinding tembok masjid ini setebal 120 centimeter ini masih meninggalkan beberapa bagian yang masih asli,
seperti empat pilar penyangga dari tiang besi.

Di sekitar mimbar juga masih terpasang hiasan keramik dari Cina yang dibawa oleh salah satu arsiteknya yang berasal dari Cina. Sementara bagian langit-langit masjid belum pernah diganti sejak pertama kali direnovasi pada tahun 1816.

Termasuk ada beberapa perlambang Islam yang meliputi bangunan masjid ini, seperti jumlah jendela sebanyak enam buah melambangkan enam rukun Islam. Juga pintu masjid yang berjumlah lima yang melambangkan lima rukun Islam.

Di halaman masjid sendiri, dapat disaksikan ada banyak makam dari keluarga besar Kerajaan Gowa. Makam Syekh Yusuf sendiri terpisah dari masjid ini sekitar 1 kilometer jaraknya.

Untuk bisa sampai ke masjid ini, kita dapat mengakses mikrolet berwarna merah tujuan Sungguminasa-Gowa atau dengan taksi dari pusat kota Makassar. Jaraknya sendiri dari pusat kota Makassar, hanya sekitar 4 kilometer.

***