Itu karena UEA ingin tetap menanamkan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat multikultural. Dengan cara itu UEA menegaskan kembali sebagai negara metropolis yang sangat toleran.
Ini bukan soal putusan Mahkamah Konstitusi. Bukan pula soal damai di Papua. Tapi oleh-oleh dari Dubai. Kalau date line tertulis Timika, semata karena coretan dibuat di sela-sela riset untuk Papua.
Mendadak Dubai hanya karena tawaran “Buy 1 Get 1” beberapa bulan yang lalu. Hampir lupa tanggal dan bulan keberangkatan kalau tiga teman yang lainnya tidak meributkan kostum apa yang akan dibawa dan dikenakan.
“You can see,” ujarku menyebut jenis pakaian yang memungkinkan see yang tak seharusnya boleh di-see. Janganlah... meskipun negara Arab yang terbuka, pakai pakaian yang sopan lebih baik.
Dan inilah kota di Uni Emirat Arab (UEA) yang sangat modern dan terbuka. Banyak perempuan mengenakan cadar, tapi yang pakai hotpants tak terhitung jumlahnya. Mereka lalu lalang saling bincang tanpa risih. Laki-laki mengenakan busana Nabawi. Jauh dari kesan angker, apalagi radikal fundamentalis.
Hak pribadi sangat dihormati dalam rangka menghargai hak orang lain untuk hidup nyaman. Jangan kaget kalau whatsapp call tidak berfungsi di kota yang memiliki teknologi informasi dan telekomunikasi canggih.
Ada yang mengatakan, pembatasan aplikasi sosial media untuk melindungi provider lokal. Ada juga yang menyebut kebijakan itu agar dampak buruk sosial media tidak merusak harmoni masyarakat.
Pemandu wisata yang membawa kami, lebih ekstrim lagi menjelaskan. Jangan pernah memotret orang tak dikenal di tempat umum sekalipun dengan cara pura-pura selfie. Kalau yang bersangkutan tahu dan tidak suka, mereka bisa lapor polisi. Tak sampai satu jam polisi akan menangani laporan itu.
Iyalah... polisi cepat bertindak. Seluruh kota dicover CCTV, sekalipun tak berkeliaran di tempat umum, polisi cepat menjangkau tempat kejadian peristiwa dengan Lamborghini atau Ferrari. Cie cieee jadi pengen masuk Akpol Dubai nih.
Keamanan terjamin. Perempuan berrok mini jalan malam-malam gak bakalan dicolek laki-laki iseng hidung belang. Masih kata si pemandu wisata, ia pernah menemani kawannya perempuan Arab yang ditatap lekat-lekat seorang pria.
Risih diperlakukan seperti itu, didatanginya laki-laki ganjen itu dan menegur dengan membacakan salah satu ayat dalam Quran. Bahkan ia mengancam akan lapor polisi bila sikapnya tak berubah.
Kalau kehidupan sosial di Dubai sudah sangat harmonis, menghargai sesama yang memiliki perbedaan ras, suku, kewarganegaraan, kenapa masih mencanangkan 2019 sebagai tahun toleransi?
Itu karena UEA ingin tetap menanamkan nilai-nilai toleransi dalam masyarakat multikultural. Dengan cara itu UEA menegaskan kembali sebagai negara metropolis yang sangat toleran. Slogan tidak hanya berhenti dalam upacara dan pernyataan tetapi diimplementasikan dalam undang-undang.
Ah... jadi pengen menyinggung toleransi di Indonesia. Tak usahlah...
Kristin Samah, penulis dan mantan jurnalis.
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews