Sipirit Awal Facebook

Bagaimana mereka bisa percaya Facebook lagi kalau menganggap impresi bisa direkayasa dengan mengerahkan ratusan juta akun yang dipelihara sendiri sekadar menyenangkan pemasang iklan?

Rabu, 28 Juli 2021 | 07:00 WIB
0
192
Sipirit Awal Facebook
Mark Zuckerberg (Foto: Boombastis.com)

Mestinya ketika perusahaan raksasa semacam Coca-Cola atau Unilever memboikot Facebook, media arus utama seperti koran dan televisi mengambil hati para pengiklan raksasa yang sedang marah besar itu. Maksud mengambil hati di sini, mana tahu mereka mau beriklan kembali di media konvensional yang telah lama mereka tinggalkan itu. 

Belum jelas benar, ke mana lagi Coca-Cola dan Unilever beriklan setelah hengkang dari Facebook. Namun kemungkinannya, limpahan iklan liar itu tidak akan terjaring kembali oleh koran dan televisi. Mungkin larinya ke Google atau media outdoor yang menghiasi pencakar langit dengan permainan cahayanya itu. 

Kalau larinya ke Google, maka makin kayalah Sergey Brin dan Larry Page, makin jayalah Youtube. 

Tetapi, tetap saja menarik untuk terus diikuti mengapa Coca-Cola, Unilever dan masih banyak perusahaan lain yang memboikot Facebook. Salah satu alasannya terkait dua hal; "Man" dan "Product". 

"Man" di sini sosok Mark Zuckerberg sendiri sebagai pemilik Facebook. Sejatinya, orang mulai eneg dengan sikap Zuckerberg yang tidak menunjukkan penyesalan (minta maaf) atas kasus hoax dan kampanye hitam di saat Pilpres AS yang memenangkan Donald Trump, misalnya. 

Sebagai CEO dan Founder, Zucerberg terlalu "menunjukkan sikap" dan "kecenderungan" yang kadang sangat politis, yang tentu tidak disukai para pemegang saham Facebook.

Di satu sisi dukungan terangan-terangan terhadap LGBT mendapat sambuatan para pejuang hak asasi manusia, tetapi di belahan dunia lain, banyak pula yang belum menerima legalisasi LGBT dalam berbagai aspek kehidupan. 

Sedangkan "Product" tidak lain dari Facebook itu sendiri di mana sebagai mesin digital yang katanya sangat canggih itu, tetap saja bisa diterabas hacker, gerombolan akun bodong yang menyerang akun seseorang yang dibencinya, yang kemudian dimatikan Facebook tanpa bisa membela diri. 

Juga menyangkut data-data privat yang mudah dicuri dan dimanupulasi oleh Facebook sendiri, sehingga terjadilah kecurigaan memenangkan Donald Trump itu. Intinya, sebagai mesin, Facebook ternyata punya kelemahan mendasar yang bikin para pemasang iklan raksasa hengkang. 

Bagaimana mereka bisa percaya Facebook lagi kalau menganggap impresi (orang yang melihat/mengklik iklan) itu pun bisa direkayasa dengan mengerahkan ratusan juta akun yang dipeliharanya sendiri, sekadar menyenangkan pemasang iklan.

Meminjam sekumpulan orang-orang sholeh di negeri ini, semoga Zuckerberg segera "mendapat hidayah" agar "kembali ke jalan yang benar", yaitu membuat Facebook aman dan nyaman untuk pertemanan.

Bukankah kalau di Facebook sudah ada yang cakar-cakaran, eker-ekeran bahkan saling ancam mau membunuh sudah jauh dari spirit awal pendirian Facebook?

Mungkin ia sudah lupa.

***