Saat Teknologi Luar Angkasa Harus Meminjam Teknologi Kapal Selam Nuklir

Dua misi yang terlihat berbeda, penyelaman laut dan mengarungi luar angkasa ternyata bisa saling bertukar teknologi. Saat teknologi luar angkasa harus meminjam teknologi kapal selam nuklir.

Kamis, 16 Juli 2020 | 09:15 WIB
0
307
Saat Teknologi Luar Angkasa Harus Meminjam Teknologi Kapal Selam Nuklir
USS Pennsylvania (https://www.csp.navy.mil/)

Bertambahnya jumlah manusia, kerusakan lingkungan, dan pemanasan global adalah beberapa alasan yang menyebabkan manusia harus memikirkan untuk mencari rumah yang baru. Rumah baru yang mungkin hanya tersedia di luar angkasa. Itulah sebabnya teknologi luar angkasa harus meminjam teknologi kapal selam nuklir agar bisa lebih cepat bisa mengarunginya.

Tantangan yang dihadapi di luar angkasa dan di bawah laut memiliki kemiripan. Di bawah laut manusia tak akan mampu mendapatkan oksigen tanpa alat bantu, kecuali memang evolusi manusia telah memunculkan manusia seperti Deni Manusia Ikan atau Aquaman.

Sebuah buku yang berjudul, Spacefarers: How Humans Will Settle the Moon, Mars and Beyond karya Christopher Wanjek yang dinukil oleh Engadget. Menggambarkan bagaimana teknologi yang digunakan di kapal selam nuklir ternyata juga berguna agar manusia bisa hidup di luar angkasa.

Sumber Energi

Di luar angkasa mungkin saja manusia mengumpulkan energi matahari untuk kebutuhan hidup. Namun sering kali energi yang dikumpulkan belum cukup atau tidak stabil.

Berbeda dengan kapal selam yang bergerak di bawah permukaan laut sehingga untuk menggunakan tenaga matahari kurang memungkinkan. Sekarang ini di dunia ada dua sumber energi kapal selam yaitu mesin diesel dan reaktor nuklir.

Reaktor nuklir yang digunakan begitu kecil dan efisien sehingga dengan teknologi terbaru yang digunakan di USS Pennsylvania (Kapal selam Amerika Serikat pembawa rudal balistik). Bahan bakar nuklir seukuran genggaman tangan mampu menggerakkan kapal seberat 17 ribu ton dengan kecepatan 45 km per jam bertahun-tahun.

Selain menggerakkan kapal, reaktor ini juga berperan untuk memberikan energi untuk mesin-mesin dan peralatan lain di kapal selam ini. Termasuk  mesin salinisasi yang digunakan untuk mengubah air laut menjadi air tawar.

Reaktor nuklir yang kecil dan efisien seperti di kapal selam nuklir bisa digunakan untuk membangkitkan listrik di Mars. Selain itu menurut saya reaktor ini kemungkinan juga bisa digunakan untuk penggerak kapal luar angkasa seperti yang digambarkan dalam buku Tom Swift seri ke tiga, karya Victor Appleton. Sampai sekarang penggunaan nuklir sebagai penggerak kapal luar angkasa masih dalam penelitian.

Oksigen

Di luar angkasa dan di bawah laut, tak tersedia oksigen yang bisa langsung dikonsumsi manusia. Tetapi di laut tersedia banyak air (H2O) yang jika hidrogennya (H) bisa dicopot hasilnya adalah oksigen (O2) yang sangat vital untuk kehidupan manusia.

Melalui proses elektrolisis di mana sebuah mesin menyetrum air laut yang sudah melalui proses distilasi akan bisa menghasil gas oksigen dan membuang hidrogen yang terbentuk kembali ke laut. Inilah teknologi yang digunakan kapal selam nuklir agar bisa menyelam selama berbulan-bulan tanpa perlu menyembul ke permukaan.

Internasional Space Station (ISS) juga menggunakan teknologi yang sama untuk bisa menyediakan oksigen bagi astronot dan kosmonot yang tinggal di sana. ISS mengubah air menjadi oksigen.

Tetapi di sisi lain kapal selam juga meminjam teknologi luar angkasa agar bisa menyaring karbon dioksida (CO2)) yang dihasilkan manusia dan karbon mono oksida (CO) yang dihasilkan mesin. Sebelumnya mereka menggunakan amonia yang berbau untuk menyaring CO2 tetapi sekarang ini mulai menggunakan cara lain yang ditemukan oleh NASA.

Psikologi

Ruang adalah sesuatu yang sangat berharga di luar angkasa maupun di bawah laut. Dalam kapal selam nuklir, satu ruang tidur bisa diisi 9 orang. Ini dalam kapal selam USS Pennsylvania yang merupakan kapal selam nuklir terbesar, memiliki panjang 170 meter, lebar 13 meter dan tinggi 12 meter.

Selain ruangan yang terbatas, tekanan batin akan semakin berat karena sebagai kapal yang membawa rudal balistik. Keberadaan kapal selam ini sebisa mungkin tidak diketahui lawan. Sehingga kadang perlu bergerak di kedalaman 800 meter selama tiga bulan tanpa keluar ke permukaan laut.

Tiga bulan hidup dengan orang yang sama, bunyi yang sama, bau yang sama. Belum lagi ditambah risiko tinggi yang dihadapi, baik yang dihasilkan oleh alam seperti tekanan air yang bisa mencapai 80 atmosfer. Risiko yang harus dihadapi dengan kewaspadaan dan kedisiplinan tinggi untuk bisa mengontrolnya.

Juga di sisi lain risiko ketahuan oleh lawan terutama di saat perang, akan menimbulkan tekanan batin yang sangat tinggi. Sehingga cara untuk mengatasinya seperti salah satunya pemberian makanan enak (makanan di kapal selam terbaik dibanding seluruh Angkatan Laut Amerika Serikat) adalah penting dipelajari untuk misi luar angkasa.

Misi ke Mars akan membutuhkan waktu sekitar sembilan bulan atau tiga kali lipat dibanding misi kapal selam nuklir. Ditambah dengan dua tahun sempit-sempitan di Mars serta sembilan bulan perjalanan pulang ke bumi.

Belajar itu memang bukan hanya dari satu sumber saja. Dua misi yang terlihat jauh berbeda, penyelaman laut dan mengarungi luar angkasa ternyata bisa saling bertukar teknologi dan saling belajar. Saat teknologi luar angkasa harus meminjam teknologi kapal selam nuklir.

Ronald Wan

***