Ria mempersiapkan sebuah buku. Bagaimana ia berdamai dengan sel kanker. Ia ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk orang-orang yang menderita kanker.
Bukan aku yang memberinya semangat. Tapi dia... Ria Irawan. Di rumahnya di kawasan Cilandak, Ria lebih banyak bercerita bagaimana hidup harus lebih bermakna bagi orang lain. Ia seperti mengabaikan sel kanker yang berada di tubuhnya. Tujuan menemuinya pun menjadi nomor dua.
Ia menjerang air, kemudian menyeduh kopi yang aku bawa. Aku minum kopi. Dia minum air putih, kemudian mencampur aroma terapi. Jari-jari tangannya seperti memiliki sensor dengan hidung. Ia tahu wewangian apa yang cocok untuk merelease pikiran buruk.
“Setiap pikiran buruk yang singgah di kepala, harus segera dikeluarkan. Jangan dibiarkan tinggal,” katanya sambil menyorongkan ramuan yang baru saja diracik. Aku mengikuti instruksinya.
Di tengah mereguk kopi, aku memang menerima telepon yang mengabarkan sahabat kami kritis. Ia menderita kanker kulit. Kabar itu begitu mengganggu hingga Ria berusaha memulihkan galau di hatiku.
“Aku mau menemani sahabatmu itu. Yang bisa dilakukan adalah memberinya kebahagiaan yang mungkin belum diraih, tak usah memberi harapan-harapan kosong karena ia sendiri tahu tidak akan terwujud,” ujar Ria.
Saya mengenal Ria Irawan ketika kami sama-sama terlibat dalam Kongres Satupena, perkumpulan para penulis. Sejak itu kami sering berkomunikasi. Apalagi ia menjadi salah satu narasumber yang harus menyampaikan testimoni untuk buku kenangan almarhum Sophan Sophiaan.
Sekalipun tak mengenal Ria di masa menjadi bintang, saya yakin, ia akan mengulurkan persahabatan dengan cara yang sama. Saya merasakan ketulusan hatinya.
Ria mempersiapkan sebuah buku. Bagaimana ia berdamai dengan sel kanker. Ia ingin mengabdikan sisa hidupnya untuk orang-orang yang menderita kanker. Ia ingin lebih banyak orang yang bisa tetap bahagia bersama sel kanker.
Kami tak melulu bicara tentang kanker, tapi juga soal komunitas “Kebaya, Kopi, dan Buku”. Ia menyebutnya “Kain, Kopi, dan Teh”. Ia mendengar komunitas itu justru dari orang lain, lalu aku melengkapi informasinya.
Ternyata... Ria tak hanya concern pada pergulatannya dengan sel kanker. Ia juga melakukan pemberdayaan masyarakat. Salah satu yang dilakukan adalah mengajari kaum perempuan memiliki penghasilan sendiri. Bagaimana mengubah daun singkong menjadi keripik. Kami berjanji akan melakukannya bersama-sama.
Ria... beristirahatlah dalam damai. Ceritamu biarlah tetap menjadi cerita kita. Namun semangatmu... biarlah menjadi inspirasi buat siapa pun yang pernah mengenalmu. Selamat jalan teman...
Kristin Samah
***
Welcome Citizen Polite!
Setelah melalui perjalanan cukup panjang sebagai website warga menulis politik yang ekslusif, kini PepNews terbuka untuk publik.
Para penulis warga yang memiliki minat dan fokus pada dunia politik mutakhir Tanah Air, dapat membuat akun dan mulai menuangan ide, pandangan, gagasan, opini, analisa maupun riset dalam bentuk narasi politik yang bernas, tajam, namun tetap sopan dalam penyampaian.
Wajah berganti, tampilan lebih “friendly”, nafas tetaplah sama. Perubahan ini bukan hanya pada wajah dan rupa tampilan, tetapi berikut jeroannya.
Apa makna dan konsekuensi “terbuka untuk publik”?
Maknanya, PepNews akan menjadi web portal warga yang tertarik menulis politik secara ringan, disampaikan secara bertutur, sebagaimana warga bercerita tentang peristiwa politik mutakhir yang mereka alami, lihat dan rasakan.
Konsekuensinya, akan ada serangkaian aturan adimistratif dan etis bagi warga yang bergabung di PepNews. Aturan paling mendasar adalah setiap penulis wajib menggunakan identitas asli sesuai kartu keterangan penduduk. Demikian juga foto profil yang digunakan.
Kewajiban menggunakan identitas asli berikut foto profil semata-mata keterbukaan itu sendiri, terlebih untuk menghindari fitnah serta upaya melawan hoax.
Terkait etis penulisan, setiap penulis bertanggung jawab terhadap apa yang ditulisnya dan terhadap gagasan yang dipikirkannya.
Penulis lainnya yang tergabung di PepNews dan bahkan pembaca umumnya, terbuka memberi tanggapan berupa dukungan maupun bantahan terhadap apa yang ditulisnya. Interaktivitas antarpenulis dan antara pembaca dengan penulis akan terbangun secara wajar.
Agar setiap tulisan layak baca, maka dilakukan “filtering” atau penyaringan tulisan berikut keterangan yang menyertainya seperti foto, video dan grafis sebelum ditayangkan.
Proses penyaringan oleh administrator atau editor dilakukan secepat mungkin, sehingga diupayakan dalam waktu paling lambat 1x24 jam sebuah tulisan warga sudah bisa ditayangkan.
Dengan mulai akan mengudaranya v2 (versi 2) PepNews ini, maka tagline pun berubah dari yang semula “Ga Penting Tapi Perlu” menjadi CITIZEN POLITE: “Write It Right!”
Mari Bergabung di PepNews dan mulailah menulis politik!
Pepih Nugraha,
CEO PepNews